Lipsus Kembali Pulang- Cover

Dua Lebaran Menahan Rindu (2)

1 Mei 2022 12:06 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Air mata Nuryanto menetes. Pria 38 tahun yang bekerja sebagai karyawan pabrik di Cikarang, Bekasi, itu sudah dua Lebaran tak mudik. Padahal, sejak merantau tahun 2005, Nur setiap tahun selalu berlebaran di kampung halamannya di Cilacap, Jawa Tengah.
Namun, pada Hari Raya Idul Fitri 2020 dan 2021 lalu, Nur memilih bertahan di perantauan lantaran pemerintah menganjurkan—bahkan melarang—warga untuk mudik karena wabah COVID-19 menggawat. Selain itu, ketika itu libur Nur terhitung pendek sehingga kalaupun mudik, ia hanya bisa menghabiskan waktu sebentar saja di kampung.
Alhasil, alih-alih berkumpul bersama keluarga, ia hanya bisa nongkrong bareng kawan-kawan senasib yang tertahan di perantauan dua tahun berturut-turut. Mereka saling menghibur dengan sekadar ngobrol dan ngopi sambil menyetel audio takbiran.
“Saat dengar takbiran, kami nangis. Susahnya dua tahun kemarin itu benar-benar kerasa di hati,” ujar Nur kepada kumparan, Senin (18/4). Ia sesekali terisak di antara ceritanya. Bagaimana tidak, sebab istri dan anaknya tinggal di Cilacap, terpisah darinya.
Nuryanto dan mobilnya yang dipakai mudik dari Cikarang ke Cilacap pada 30 April 2022. Foto: Dok. Istimewa
Mudik—yang konon singkatan dari mulang ka udik atau mulih dhisik—adalah tradisi masyarakat Indonesia untuk pulang kampung tiap Lebaran. Namun, seperti hal lain yang berubah saat pandemi, mudik pun jadi “mati suri” lantaran mobilitas penduduk dibatasi.
Data Sistem Informasi Angkutan dan Sarana Transportasi Indonesia Kementerian Perhubungan menunjukkan anjloknya keberangkatan penumpang pada musim Lebaran 2020-2021 ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
Sebelum pandemi, keberangkatan penumpang pada 2019 mencapai 12 juta orang di Lebaran H-7 hingga H+7. Pada 2020, angka itu turun menjadi hanya 572.600 penumpang, padahal paramater penghitungannya ditambah menjadi H-10 hingga H+10. Sementara pada 2021, keberangkatan penumpang mulai naik ke angka 3 jutaan orang.
Tahun ini, berdasarkan survei Balitbang Kemenhub, diperkirakan ada 85,5 juta orang yang mudik. Nuryanto hanya satu di antara mereka yang ingin menuntaskan kerinduan bertemu keluarga selama Lebaran.
Foto udara sejumlah kendaraan antre melintasi Gerbang Tol Cikampek Utama, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (28/4/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Kembali Pulang
Setelah dua Lebaran menahan rindu, Nur kini akhirnya kembali pulang. Ia lega pagebluk mereda dan pemerintah mempersilakan warga mudik.
“Kayak habis dikurung di kamar, terus dilepas. Ada rasa bebas, bangga bisa mudik,” ujar Nur, girang bukan main.
Ia sudah kangen pada istri dan dua anaknya—bocah laki-laki di bangku SMP dan bocah perempuan di bangku SD. Mereka tak henti-hentinya menanyakan waktu kepulangan Nur sejak pertengahan Ramadhan.
Sejak itu pula Nur mempersiapkan rencana mudiknya. Ia bermobil dari Cikarang ke Cilacap sehingga terlebih dahulu mengecek kendaraannya sebelum berangkat mudik 30 April.
“Pengecekan keseluruhan—ganti oli, rem, lampu klakson, lampu sign, ban, dan lain-lain yang sekiranya vital,” tutur Nur.
Nuryanto melakukan persiapan mudik dengan mengecek kondisi pengereman dan kaki-kaki mobil. Foto: Dok. Istimewa
Pada hari biasa, perjalanan dari Cikarang menuju Cilacap berjarak 6–8 jam. Namun, saat mudik Lebaran, waktu tempuh itu menjadi 10–14 jam karena kemacetan akibat tingginya volume kendaraan.
Kemacetan itu tak terelakkan meski Nur sudah memantau lalu lintas sebelum berangkat untuk menentukan rute yang ia tempuh. Walau begitu, Nur tetap bahagia. Ia seperti kembali merasakan momen Lebaran yang sesungguhnya.
“Kalau enggak macet, bukan mudik Lebaran namanya,” ujarnya, berseloroh
Bukan cuma perjalanan mudik yang membuatnya berseri-seri, tapi juga silaturahmi ke kerabat yang kembali terjalin tahun ini. Ia dan keluarga besarnya bisa bercengkrama lagi. Semua kembali dekat.
Ilustrasi silaturahmi bersama keluarga atau orang tua di hari Lebaran atau Idul Fitri. Foto: Odua Images/Shutterstock
Makan-makan bersama keluarga menjadi hal yang istimewa dan membahagiakan Nur. Ia biasa pergi ke tempat pelelangan ikan terdekat untuk “mensponsori” acara itu. Setelahnya, Nur mengajak anak dan istrinya berjalan-jalan ke berbagai tempat wisata.
“Main ke Pantai Teluk Penyu, lalu nyeberang naik perahu ke Pulau Nusakambangan. Itu masih dekat [dengan rumah],” kata Nur.
Silaturahmi Lagi
Selain Nur, banyak orang yang juga bersyukur bisa kembali mudik. Munib, misalnya, tahun ini memutuskan pulang ke kampung halamannya di Kediri, Jawa Timur, seminggu penuh. Pria 38 tahun yang merantau ke Depok, Jawa Barat, ini punya agenda padat di Kediri.
Sudah menjadi tradisi di kampung Munib untuk berkeliling bersilaturahmi ke sanak saudara hingga tujuh hari penuh. Pada hari pertama, Munib mengunjungi keluarga yang tinggal dalam radius 1–2 kilometer darinya. Hari berikutnya, jarak silaturahminya semakin jauh. Begitu seterusnya hingga hari terakhir, ia mengunjungi kerabat yang tinggal di kota atau kabupaten berbeda di sekitar Kediri.
“Biasanya kami naik motor atau mobil bareng-bareng, satu keluarga, untuk bersilaturahmi.”
Silaturahmi Lebaran bagi Munib bukan cuma tradisi, tapi kesempatan untuk saling bertukar kabar dan kisah. Dengan begitu, persaudaraan dan perkawanan yang lekang digerus jarak dan waktu, dapat kembali pulih.
Silaturahmi bersama keluarga di hari Lebaran atau Idul Fitri saat pandemi. Foto: Creativa Images/Shutterstock
Tak heran Munib bahagia. Ia sudah tiga tahun tak pulang sama sekali. Tahun ini, saudara-saudaranya memanggilnya pulang. Ibu Munib bersama adik dan kakaknya sudah menanti. Rindu tak lagi bisa diredam lewat sapaan di telepon atau panggilan video.
Munib sama sekali tak meremehkan pentingnya mudik. Ia mengartikannya sebagai kehadiran di tengah keluarga yang perlu dilakukan setelah kehidupan sehari-harinya di perantauan dipenuhi perkara pekerjaan yang bikin penat.
Bagi Munib, mudik adalah upaya menjaga keseimbangan antara jiwa (mencari ketenangan hati) dan raga (mengejar urusan dunia). Itu sebabnya Munib merasa “harus mudik dalam kondisi apa pun.”
Apalagi Munib punya “utang” kepada delapan kemenakannya. Tahun-tahun sebelumnya, ia hendak menghadiahkan baju ke mereka, bahkan sudah membikin daftar ukuran baju keponakan-keponakannya. Namun baju urung ia berikan karena tahun lalu batal mudik.
“Baju [Lebaran untuk keponakan] sudah saya siapkan dari tahun lalu. Sekarang ukurannya mungkin sudah enggak pas, jadi didata lagi,” kata Munib, tertawa.
Ramai-Ramai Mudik
Menjelang Lebaran, media sosial dipenuhi grup-grup mudik yang ramai membagikan postingan mengenai moda transportasi, rute, hingga situasi terkini arus mudik. Ini, misalnya, terlihat di grup Mudik Asik Lebaran 2022 yang berisi 40.000 anggota.
“Percakapan grup tahun 2021 ramai soal penyekatan, kalau sekarang karena mudik sudah dibolehin, jadi ramai share info mudik,” kata Wawan Ruhiyat, pendiri grup tersebut.
Ibrahim, salah satu admin di grup itu, menyebut motivasi orang bergabung di grup ialah untuk mencari informasi seputar mudik. Mereka bisa mengetahui situasi lalu lintas di jalur mudik secara langsung dari informasi yang dibagikan para pemudik yang sudah lebih dulu melintasi jalur tersebut.
Cover Lipsus Kembali Pulang. Foto: kumparan
Selain itu, manfaat bergabung di grup mudik adalah para anggotanya bahu-membahu ketika salah satu dari mereka mengalami musibah atau kendala di tengah jalan, misalnya mobil mogok atau ban kempes/bocor.
“Kami bisa carikan mobil yang jalan di rute yang sama dengan mobil mogok tersebut. Nanti dipinjemin dulu ban serep, begitu keluar tol dikembalikan lagi,” jelas Ibrahim.
Selamat Hari Raya Idul Fitri. Semoga rindu terobati dan kebahagiaan bersama keluarga menjadi energi untuk menjaga semangat setahun ke depan.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten