Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Khoush Heikal Azad, mengecam para 'perusuh' dalam protes atas kematian Mahsa Amini pada Rabu (9/11). Tak segan ia menyebut perusuh 'biadab'.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran telah berulang kali mengarungi gelombang demonstrasi.
Kendati demikian, ini merupakan kali pertama banyak orang secara terang-terangan menyerang fondasi Republik Islam pada 1979.
Selama unjuk rasa, slogan-slogan anti-rezim lantang terdengar di seluruh Iran. Awalnya, pengunjuk rasa menyerukan 'Woman, Life, Freedom' yang berarti 'Perempuan, Kehidupan, Kebebasan'.
Gerakan yang bermula sebagai respons atas kekerasan terhadap perempuan ini kemudian berkembang menjadi kampanye untuk sepenuhnya menggulingkan rezim Iran.
Dikutip dari Iran Wire, pengunjuk rasa mulai meneriakkan slogan seperti 'Mojtaba, kami akan melihat kau mati sebelum menjadi pemimpin' untuk mengacu pada anak tertua Khamenei. Dia diyakini sedang dilatih untuk menggantikan sang ayah.
Beberapa pihak lalu menyerukan sanksi terhadap demonstran. Ketika dimintai komentar tentang ini, Mohammed mengeluarkan kecaman. Dia turut menyebut slogan para pengunjuk rasa sebagai 'biadab'.
ADVERTISEMENT
"Pesannya adalah, alih-alih melakukan kampanye tekanan maksimum dan kampanye kekerasan maksimum yang entah bagaimana, bisa Anda lihat dalam motto para demonstran atau perusuh yang Anda tahu, sangat, seperti kata orang Indonesia, sangat 'biadab'," ujar Mohammed kepada wartawan di Jakarta pada Rabu (9/11).
"Mottonya adalah... saya tidak bisa mengatakannya di sini. Saya terlalu malu untuk mengatakannya," ungkap dia.
Mohammed menambahkan, intervensi asing hanya akan memperburuk kekerasan yang menjangkiti negara itu. Dia turut mengkritik aksi para pengunjuk rasa yang dia sebut 'perusuh'.
Dalam demonstrasi, banyak perempuan melepaskan dan membakar hijab mereka untuk menentang pemaksaan berhijab. Mereka melawan pasukan keamanan, membakar mobil polisi, dan memblokir jalanan.
Kondisi semakin buruk setelah puluhan aparat keamanan Iran tewas akibat bentrok.
ADVERTISEMENT
"Di awal protes, hanya butuh tiga pekan sebelum ditangani. Tetapi, intervensi melalui media sosial, mereka menyuruh orang-orang datang ke tempat tertentu, berteriak, membakar Al Qur'an, membakar masjid, membakar bank," ungkap Mohammed.
"Beberapa dari mereka menggunakan kerusuhan ini untuk membunuh. 40 petugas polisi telah dibunuh," sambung dia.
Untuk meredam demonstrasi, 227 dari 290 anggota parlemen telah mendesak Kehakiman Iran agar menjatuhkan hukuman mati.
Pihaknya menyebut para pengunjuk rasa sebagai 'mohareb'. Pasal 183 dalam Hukum Pidana Islam (IPC) Iran mendefinisikan mohareb sebagai siapa saja yang menggunakan intimidasi untuk merampas keamanan dan kebebasan orang. Tindak pidana ini mengundang hukuman mati.