Duduk Perkara Bayi Meninggal usai Dijadikan Konten Foto Klinik

23 November 2023 8:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi popok bayi yang nyaman dipakai anak. Foto: ARTYOORAN/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi popok bayi yang nyaman dipakai anak. Foto: ARTYOORAN/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Seorang ayah di Kota Tasikmalaya, Erlangga Surya Pamungkas, mengalami peristiwa memilukan setelah putranya meninggal dunia diduga akibat malapraktik yang terjadi di sebuah klinik di Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula pada Senin (13/11) lalu. Ketika itu, istrinya yang usia kehamilannya sudah 9 bulan datang ke Klinik A untuk melahirkan.
Namun, setibanya di klinik, istrinya malah diminta untuk pulang oleh seorang bidan. Istrinya pun kembali pulang ke rumah menuruti arahan dari bidan tersebut meski kondisinya sudah sangat lemas.
Pada malam hari, kondisi istrinya semakin lemas dan tidak dapat lagi menahan sakit sehingga istrinya kembali mendatangi klinik itu. Namun, setibanya di sana, pelayanan yang diberikan di klinik begitu buruk dengan meminta istrinya untuk menunggu hingga pukul 24.00 WIB.
"Bidan tersebut malah terus main handphone, tidak mempedulikan istri saya yang sudah sangat kesakitan, dan bidan itu pun bilang akan diperiksa," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, sebelum pukul 24.00 WIB, istrinya mengalami pecah ketuban dan menangis kesakitan. Akhirnya, sekitar pukul 22.00 WIB, istrinya ditangani oleh bidan dan melahirkan anak pertamanya dengan berat sekitar 1,5 kilogram atau masuk kategori BBLR atau bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram.
"Tepat pukul 22.00 WIB istri saya melahirkan," ucap dia.
Usai melahirkan, kata Erlangga, bidan di klinik itu menjadikan anaknya sebagai bahan praktik bagi sejumlah mahasiswa yang magang di ruang bersalin. Bahkan, anaknya itu sempat difoto dan dijadikan bahan untuk konten di media sosial. Hal tersebut dilakukan tanpa izin kepada pihak keluarga.
Sementara, pihak keluarga dilarang untuk masuk ke ruangan bersalin. Istri dari Erlangga yang baru saja melahirkan malah diminta untuk membersihkan badannya sendiri yang berlumuran darah.
ADVERTISEMENT
"Istri saya dibiarkan tidak di rawat dengan baik pasca-melahirkan, masih banyak sisa darah di badan istri saya, di punggung, di perut di kaki semuanya, sama sekali tidak dibersihkan, hanya ditutupi kain samping," papar dia.
Kejadian tak menyenangkan yang dialami oleh Erlangga terus berlanjut. Anaknya yang berbobot kecil ternyata tak dimasukkan oleh bidan ke dalam tabung inkubator yang sesuai dengan standar medis.
"Yang parahnya anak saya di inkubator dalam posisi memakai baju dua lapis, dipakaikan sarung tangan dan pernel bayi," jelas dia.

Alasan Tak Diinkubator

Ilustrasi Bayi di Dalam Inkubator. Foto: Shutterstock
Erlangga kemudian sempat menanyakan soal kondisi anaknya ke bidan dan diberi tahu bahwa berat badan anaknya memang tak normal dan napasnya dalam kondisi tak baik. Bidan di klinik pun menyebut bakal berkoordinasi dengan pihak rumah sakit untuk dapat memastikan perlu atau tidaknya tindakan inkubator.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Erlangga juga sempat bertanya kapan anaknya dapat diberikan ASI. Bidan itu pun meminta untuk menunggu sebab akan dilakukan observasi terlebih dahulu sebanyak satu kali tiap jam.
"Bidan jaga memberikan jawaban katanya belum bisa soalnya masih belum bagus kondisi napasnya," papar dia.
Keesokan harinya pada Selasa (14/11) sekitar pukul 07.00 WIB, bidan memberi tahu bahwa anak dari Erlangga diperbolehkan pulang. Bidan juga memberi tahu bahwa anaknya dalam kondisi normal dan sehat sehingga tak memerlukan tindakan inkubator. Pihak klinik hanya memberi tahu bahwa harus dilakukan kontrol rutin.
Sebelum meninggalkan klinik, Erlangga pun diminta biaya senilai Rp 1 juta meski sudah memakai Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dalam kuitansi yang diberikan, tak dijelaskan secara rinci untuk keperluan apa saja uang Rp 1 juta tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya menanyakan dan memastikan kepada bidan jaga, apakah benar ini anak di suruh pulang? Apakah sehat ? Apakah normal? Apakah tidak harus di bawa ke rumah sakit untuk di inkubator? Melihat BB-nya saja sangat jauh di bawah normal," ungkap dia.
Setibanya di rumah, kata Erlangga, ASI istrinya ternyata tidak keluar. Hingga pukul 18.00 WIB, tak ada susu yang masuk ke anaknya. Lalu, pada pukul 21.00 WIB, kondisi kesehatan anaknya tiba-tiba menurun karena jantungnya berhenti berdetak.
Erlangga yang panik langsung kembali ke Klinik A. Namun, setibanya di sana klinik tersebut sudah tutup. Tak patah arang, dia menggedor pintu klinik berulangkali hingga ada seorang bidan yang keluar dan langsung mengecek kondisi anaknya. Setelah dicek, anaknya kemudian dinyatakan telah meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
"Dia memeriksa anak saya lalu menyebutkan bahwa anak saya sudah meninggal," ucap dia.

Dilaporkan ke Polisi

Kasus dugaan malapraktik itu telah dilaporkan ke polisi. Polres Tasikmalaya Kota telah memeriksa 6 saksi terkait kasus tersebut.
"Sampai saat ini kami sudah melakukan pemeriksaan kepada enam orang saksi, baik dari pihak keluarga korban maupun tenaga medis," kata Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP SY Zainal Abidin di kantornya, Rabu (22/11).
Polisi juga bekerja sama dengan dengan Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya untuk menyelidiki kasus ini. Soal dugaan malapraktik, polisi juga belum bisa menyimpulkan.

Dinkes Bentuk Majelis Adhoc

Suasana di Klinik Alifa, Tasikmalaya, yang diduga lakukan malapraktik hingga sebabkan bayi meninggal dunia. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Kasus ini juga dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya pada Jumat (17/11). Pihak klinik sudah dipanggil pada Senin (20/11) untuk memberikan klarifikasi. Majelis Adhoc juga dibentuk untuk menyelidikinya.
ADVERTISEMENT
"Ya, kami melakukan rapat pembahasan, hasilnya kami putuskan untuk membentuk Majelis Adhoc yang berfungsi untuk penegakkan disiplin kinerja tenaga kesehatan dan bidan berkaitan dengan kasus ini," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, kepada wartawan Rabu (22/11).
Menurut dia, Majelis Adhoc itu terdiri dari unsur tenaga profesi, asosiasi klinik, tokoh masyarakat dan unsur lain.
"Ya, pembentukan Majelis Adhoc itu merupakan amanat UU Kesehatan untuk menangani pengaduan terkait layanan kesehatan. Nanti tim diberi waktu 14 hari ke depan untuk bekerja menggali fakta dan memutuskan ada tidaknya pelanggaran," ucap dia.

Ketua RT soal Klinik Diduga Malapraktik

Suasana di Klinik Alifa, Tasikmalaya, yang diduga lakukan malapraktik hingga sebabkan bayi meninggal dunia. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Klinik yang diduga melakukan malapraktik itu ialah Klinik Alifa. kumparan mengunjungi klinik itu pada Rabu (22/11) untuk meminta tanggapan atas pelaporan tersebut.
ADVERTISEMENT
Hanya ada dua petugas wanita yang berjaga untuk menerima pasien. Petugas itu mengarahkan untuk menemui bidan bernama Dwi ketika diminta izin wawancara.
"Ke ibunya aja langsung. Ke bidannya aja," kata petugas yang enggan disebut namanya.
Ketika meminta waktu untuk mewawancarai Dwi, petugas itu pun menjawab bahwa Dwi sedang tak sedang berada di klinik dan tak dapat diwawancarai karena sedang bekerja.
"Enggak ada (di klinik), kerja," ucapnya tanpa menyebut lokasi kerja bidan itu.
Sementra Ketua RT 2 RW 06, Kelurahan Bantarsari, Asep, mengaku pelayanan di klinik itu baik. Ini ia ketahui karena anaknya sudah tiga kali melahirkan di klinik tersebut. Maka dari itu, dia heran ketika mendengar kabar ada bayi yang meninggal dunia karena adanya dugaan malapraktik di klinik itu.
ADVERTISEMENT
"Anak saya melahirkan ke Alifa, yang pertama melahirkan alhamdulillah bidan langsung ngaji di situ (setelah lahir). Yang kedua sama, yang ketiga juga sama. Alhamdulillah nggak terjadi apa-apa," ucap dia.
Asep juga mengaku tak mengeluarkan biaya sepeser pun bila datang ke klinik itu untuk berkonsultasi karena menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS).