Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Tiga siswa SMK N 1 Sanden Bantul jurusan Kelautan dan Perikanan yaitu Agil Ramadhan Putra, Ginanjar Nugaraha Atmaji, dan Ignatius Andrita Denny Murdani dilaporkan hilang ketika menjalani magang Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Kapal Motor (KM) Jimmy Wijaya milik PT Sentral Benoa Utama pada bulan Februari 2010 lalu.
ADVERTISEMENT
Namun, alih-alih mendapat ilmu siswa dari sekolah di pesisir Pantai Selatan itu ternyata dipekerjakan oleh seorang calo bernama Mugiri. Mugiri adalah warga Bali. Dia dinyatakan bersalah dan divonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Bantul pada tahun 2011.
Bagaimana duduk perkara kasus dan kisah itu? kumparan pada Rabu (4/9) mendatangi rumah orang tua salah satu siswa yang terletak di Kabupaten Bantul. Orang tua yang kali pertama kumparan datangi adalah Lucia Martini (54).
Martini tampak kaget ketika ditemui di rumahnya di Kedon, RT 4, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, DIY. Dia semakin terkejut ketika kasus hilangnya sang anak, Ignatius Andrita Denny Murdani, kembali diungkit.
Menurut dia, secara hukum, kasus tersebut sudah selesai. Namun Martini tetap rindu kepada anak ketiganya yang hingga saat ini tak kunjung ketahuan di mana rimbanya. Dia berharap suatu saat, buah hatinya itu akan pulang dan mengetuk pintu rumah.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak mengharapkan berita (Denny) hidup atau apa, tidak, tapi titik terang. Kalau mengambang seperti ini arep disembayangke mati kok ya urung (mau disembayangkan meninggal, kok, ya belum,” kata Martini.
Dia menjelaskan anaknya ini berangkat untuk PKL di Bali pada 9 November 2009 lalu. Total ada 54 siswa yang berangkat ke Bali pada waktu itu untuk magang di kapal ikan. Dijadwalkan magang ini akan berlangsung selama enam bulan. Namun pada 28 Februari KM Jimmy lost contact dan dinyatakan hilang sampai sekarang.
“Kapal hilang dapat kabar Maret tanggal 5 tahun 2010. Itu yang dua (orang tua lain) itu tahu kalau hilang dari (perusahaan) Bali karena KTP-nya ada. Kalau saya dari sekolahan tahunya. Dari sekolahan mengatakan kapal Jimmy Wijaya lost contact sejak 28 Februari,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dia tak menyangka salah satu persyaratan magang, yaitu KTP merupakan pintu bagi perdagangan manusia. Awalnya salah satu syarat magang ini adalah berusia 17 tahun. Dia pun kemudian mencarikan surat keterangan lantaran Denny masih berusia 16 tahun waktu itu.
Namun oleh Mugiri, Denny dibuatkan KTP palsu. Hal itulah yang membuat dia terlambat mendapat informasi hilangnya Denny.
“Waktu sosialisasi dikatakan ini mau PKL murni atau mau magang PKL. Kalau magang PKL terjadi apa-apa perusahaan tanggung jawab. Dari pihak sekolah suruh buat KTP karena ada yang sudah 17 tahun untuk syaratnya,” ujarnya.
“Saya tahu KTP Denny palsu itu ketika di sidang. Yang membuat KTP palsu Mugiri,” ujarnya.
Mengetahui informasi anaknya hilang, Martini bersama dua orang tua yang anaknya turut hilang yaitu Riswanto ayah dari Agiel dan Joko Priyono (52), ayah dari Ginanjar, lantas menuntut keadilan. Tiga siswa ini sebelumnya memang magang di kapal yang sama bersama belasan ABK lain.
ADVERTISEMENT
Si calo Mugiri yang telah tertangkap lantas disidang sekitar tahun 2011. Hakim kemudian memvonisnya 8 tahun penjara. Ternyata tiga siswa itu oleh Mugiri 'dijual' sebagai tenaga kerja, bukan diperlakukan sebagai siswa magang.
“Mugiri aslinya Bali yang penyalur. Sekolah memasrahkan ke Pak Mugiri. Ada kejadian ini terbongkar juga. Mungkin sekolah sudah kenal dengan Mugiri. Mugiri itu divonis 8 tahun. Pengadilan sekitar 2011. Pak Fuadnya (kepala sekolah) bebas cuma dipindah. Yang divonis Mugirinya itu. Kalau pak Ekonya saya tidak begitu tahu. Pak Eko guru pembimbing,” katanya.
Dia menjelaskan sekitar bulan September 2010 atau enam bulan usai dikabarkan anaknya hilang, perusahaan tempat Denny magang memberikan santunan masing-masing Rp 25 juta per orang. Sementara pihak sekolah tidak memberikan santunan sepeserpun.
ADVERTISEMENT
“Ketiganya (orang tua korban) dapat santunan dari perusahaan Rp 25 juta. Kalau dari sekolahan tidak ada bantuan,” katanya.
“Namanya musibah saya anggap ini musibah bukan kelalaian siapa-siapa karena ini di laut,” ujarnya.
Ketika disinggung soal Riswanto yang mengaku mewakili Martini dan Joko untuk kembali menuntut keadilan, Martini mengatakan terakhir bertemu Riswanto 2011 lalu dan tidak pernah berkomunikasi kembali.
“Saya ketemunya 2011 habis di pengadilan dengan Pak Riswanto. Enggak pernah koordinasi (Riswanto). Tidak ada komunikasi. Karena HP juga saya rusak terus hilang kontak Pak Riswanto juga pergi,” ujarnya.
Kini hanya satu harapan Martini, yaitu terang benderangnya status Denny yang bercita-cita menjadi anggota TNI AL ini dalam keadaan hidup atau mati. Pihak SMK N 1 Sanden selaku tempat anaknya mengemban ilmu pun harusnya segera memberikan kejelasan bukan malah lepas tangan.
ADVERTISEMENT
"Feeling saya, dia masih (hidup) dan mungkin keadaannya baik karena saya hatinya tenang. Dan tidak rekoso. Harapan saya seperti itu, kapan waktunya Denny akan pulang,” ujarnya.
Sementara itu, Joko ayah dari Ginanjar mengatakan pada awal mencari keadilan memang banyak pihak yang seakan-akan mempersulit. Namun, menurutnya masa-masa itu berakhir ketika Mugiri divonis oleh pengadilan.
“Diproses (hukum) dahulu dan sudah mendapat keadilan. Walaupun keadilan itu ya istilahnya ya kalau disuruh milih tidak usah pakai keadilan tapi anaknya ketemu. Tapi ternyata anaknya tidak ketemu sudah ada proses hukum, ya kita istilahnya tidak mau berurusan lagi, wis nerima,” ujar Joko saat ditemui di rumahnya di Daleman, Gadingharjo, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan Martini, Joko mengaku terakhir bertemu Riswanto usai persidangan 2011 lalu. Dia pun baru mengetahui jika akhir-akhir ini Riswanto masih berjuang mencari anaknya.
“Bagi saya sudah dijalankan prosedur dengan baik oleh pemerintah kok Pak Riswanto masih nganu ya (menuntut). Tapi memang pak Riswanto agak keras,” ujarnya.
Dia juga mengaku sudah menerima santunan dari perusahaan tempat anaknya magang sebesar Rp 25 juta. Uang tersebut diberikan kepada ketiga orang tua korban.
Saat bertemu perwakilan perusahaan, pihak perusahaan juga tidak mengetahui ketiga korban merupakan pelajar, mereka mengetahuinya ketiganya memang pencari pekerjaan.
“Rp 25 juta dari perusahaan. Ketiga-tiganya (korban) dapat. Setelah pelaku sudah tertangkap diberitahu saya sebagai saksi di persidangan. Karena dari perusahaan sudah ada santunan, ya, saya istilahnya mau diapa-apain ya namanya cobaan. Ketika di pantai pun tersapu ombak tidak ketemu kan juga saking banyaknya kan (kasus). Mosok anak saya di segara (laut),ya ora ngerti. Kalau diparingi wilujeng (diberi umur) besok ya mulih (pulang),” katanya.
Riswanto yang disebut oleh Martini dan Joko adalah Riswanto Hadiyasa, ayahnya Agil Ramadhan Putra. Pada Selasa (3/9), Riswanto kembali mencari anaknya yang hilang.
ADVERTISEMENT
Riswanto masih berupaya mencari cara untuk mengetahui nasib anaknya itu. Beberapa lembaga kementerian sudah ia datangi untuk mencari kejelasan dan keadilan bagi anaknya. Namun belum juga mendapat kabar menggembirakan.
Berbeda dari orang tua lain yang pasrah dan tak akan kembali mempermasalahkan kehilangan anaknya, Riswanto tetap berupaya mencari tahu nasib anaknya itu yang.
Tanggapan Sekolah
Ditemui di sekolah, Kepala SMK N 1 Sanden Slamet Raharjo mengatakan peristiwa itu sudah selesai secara hukum. Slamet mengatakan kasus itu telah selesai setelah Mugiri (calo) divonis di PN Bantul.
Menurut Slamet, Basarnas dan sejumlah instansi terkait menyatakan KM Jimmy Wijaya hilang pada Maret 2010 di sekitar Laut Arafura. Operasi pencarian yang memakan waktu kurang lebih sebulan dihentikan.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya kan itu sudah ada kan, saat itu ada laporan ceritanya posisi hilangnya dicari di posisi itu ternyata tidak diketemukan bekas-bekas dan sebagainya. Karena ada pernyataan hilang itu terus diproses termasuk proses hukum. Itu sepengetahuan saya,” jelasnya.
Dia juga mengatakan bahwa pihak perusahaan telah memberikan kompensasi kepada ketiga keluarga korban.
“Itu sudah selesai. Sudah selesai ada proses hukumnya sudah selesai di tingkat pengadilan. Saat itu mungkin perusahaannya ada sanksi hukum dan sebagainya. Dan keluarga dari anak-anak sudah mendapat kompensasi dan sebagainya. Itu yang saya tahu,” katanya.
Dia juga membantah sekolah lepas tangan. Musababnya, kejadian tersebut dengan segera dilaporkan ke kementerian terkait termasuk Badan Koordinasi Keamanan Laut.
ADVERTISEMENT
“Saya kira saat itu sudah dilaporkan ke Kementerian Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri sampai ke Badan Koordinasi Keamanan Laut. Upaya berbulan-bulan. Ya kita tidak lepas tanggung jawab,” katanya
Kejadian tersebut pun digunakan sekolah sebagai bahan evaluasi dengan berhati-hati menjalin kerjasama dengan perusahaan penyedia jasa magang.