Duduk Perkara Polemik Rumah Ber-SHM Digusur Versi Ahli Waris Mimi Jamilah

5 Februari 2025 15:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kuasa hukum Mimi Jamilah, Amiryun Aziz.  Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kuasa hukum Mimi Jamilah, Amiryun Aziz. Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Sengketa lahan Cluster Setia Mekar 2 di Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi, mencuat setelah eksekusi pengosongan dilakukan pada 27 Januari 2025.
ADVERTISEMENT
Mimi Jamilah, ahli waris lahan seluas 3.600,03 meter persegi, mengeklaim tanah tersebut sah menjadi miliknya berdasarkan putusan hukum yang telah berkekuatan tetap (inkrah).
Namun, pihak-pihak yang terdampak eksekusi, termasuk penghuni cluster yang berdiri di atas lahan itu, merasa ada ketidakadilan dalam prosesnya.
Kuasa hukum Mimi Jamilah, Amiryun Aziz, menjelaskan duduk perkara sengketa ini yang berawal dari tahun 1996.
“Ini bermula dari Abdul Hamid, ayah dari Ibu Mimi, yang memiliki tanah tersebut berdasarkan AJB dan sertifikat nomor 325,” ujarnya.
“Dalam perjalanan, Abdul Hamid meminta bantuan seseorang untuk menjual lahan ini, tetapi baru menerima pembayaran Rp 1,2 juta. Proses jual-beli itu terhenti, tetapi orang yang diberi kuasa justru menjual lagi ke pihak lain tanpa sepengetahuan Abdul Hamid,” tambah Aziz saat diwawancarai, Selasa (4/2).
ADVERTISEMENT

Gugat 5 Pihak pada 1996

Kondisi terkini beberapa rumah di atas tanah yang bersengketa di Setia Mekar, Tambun Selatan, Bekasi, Selasa (4/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Persoalan ini pun berlanjut ke jalur hukum. Pada 1996, Mimi Jamilah menggugat lima pihak, yaitu Bambang Harianto, Kayat, Doli, Tunggul, dan notaris Eskomarian Sutarno di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi.
Putusan pengadilan pada 20 Maret 1997 menetapkan sertifikat 325 sebagai objek sengketa dan disita sebagai jaminan.
“Dengan adanya putusan ini, sertifikat yang sudah terpecah menjadi empat bagian (704, 705, 706, dan 707) tidak lagi memiliki kekuatan hukum,” kata Aziz.
“Dengan adanya putusan juga ini pengadilan menyatakan mengembalikan kepemilikan sertifikat 325 kepada almarhum Abdul Hamid ini,” katanya.
Setelah gugatan dikabulkan, pihak lawan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung, tetapi ditolak. Proses hukum berlanjut hingga kasasi di Mahkamah Agung, yang pada 28 Oktober 1999 kembali memperkuat putusan PN Bekasi.
ADVERTISEMENT
“Setelah selesai perkara itu tahun 1999, sudah tidak ada lagi PK, selesai. Putus, selesai, mengikat,” lanjutnya.

Lahan Tetap Dihuni Warga

Suasana Cluster Setia Mekar Residence 2 yang menjadi salah satu area yang dieksekusi untuk pengosongan lahan, di Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Meski telah berkekuatan hukum tetap, sengketa ini kembali memanas karena tanah yang telah dinyatakan milik Mimi Jamilah tetap dihuni oleh warga.
Pada 2019, Mimi mengajukan permohonan eksekusi pengosongan ke PN Bekasi, yang kemudian didelegasikan ke PN Cikarang karena lokasi sengketa berada di wilayahnya. Setelah serangkaian teguran dan mediasi, eksekusi dilakukan pada Januari 2025.
“Dengan catatan kami akan mengambil dengan tempo waktu, dengan juga akan membicarakan. Kalau tanahnya saya ambil dan warga ingin duduk itu berarti warga harus membeli kembali tanah kami ini dengan nilai harga yang pantas dan wajar ya,” kata Aziz.
ADVERTISEMENT

Ada Warga yang Berdamai

Lokasi yang dieksekusi untuk pengosongan lahan, yang berada di sekitar Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Menurut Azis, sebagian warga sepakat untuk berdamai.
“Dari 704 tiga orang warga klaster, ada beberapa orang penduduk dan ada ruko. Sampai saat ini sudah berdamai. Ini ada buktinya nanti. 707 tidak damai. 706 Ada beberapa warga berjumlah 8 orang berdamai, 4 tidak,” jelasnya.
Terkait eksekusi yang dilakukan, Aziz menegaskan bahwa semua sudah sesuai aturan.
“Kita ini ikutin aturan semuanya. Apalagi sebelum eksekusi juga kita kasih tahu kok warga kelurahan. Ada suratnya juga, ada. Jadi kita enggak serta-merta itu brutal, tidak. Ikutin aturannya, gitu. Memberikan ruang mediasi, itu semuanya,” jelasnya.
Pihak yang terdampak eksekusi, terutama warga cluster, masih berupaya mencari keadilan. Mereka menyayangkan bahwa eksekusi tetap dilakukan meski sebagian dari mereka tidak mengetahui detail sengketa sejak awal. Di sisi lain, Aziz menegaskan bahwa putusan hukum harus dihormati.
ADVERTISEMENT
“Nah, yang kasihan adalah warga yang membeli ini yang tidak tahu sama sekali. Tetapi, di sini saya menyesalkan Tunggul yang telah menyiasati perbuatan putusan ini seolah-olah tidak pernah terjadi. Akhirnya, dampaknya ke Bari pembeli yang beritikad buruk karena dia tahu juga permasalahan saya ini. Dia menjual lagi kepada warga,” ujarnya.

Rp 3 M di Hotel Aston

Lokasi yang dieksekusi untuk pengosongan lahan, yang berada di sekitar Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Aziz mengungkapkan bahwa Abdul Bari, pemilik Cluster Setia Mekar 2 di Setiamekar, pernah menemui dirinya untuk membahas penyelesaian sengketa tanah.
“Abdul Bari itu pernah ketemu dengan saya pada tanggal 12 Juni 2020 di Aston Bekasi yang meminta musyawarah mufakat yang mana pada waktu itu supaya ini tidak dikosongkan, bangunan nanti di atas tanah ini mereka minta berdamai agar bisa diselesaikan secara baik-baik,” ujar Azis.
ADVERTISEMENT
Azis menyebut bahwa saat itu ia menawarkan solusi bahwa jika Bari tidak ingin tanahnya dieksekusi, maka tanah tersebut harus dibeli darinya.
“Terjadilah pembicaraan akhir. Deal Rp 3 miliar. Pada tahun 2020 itu disaksikan kami dengan pihak bank, ada itu. Ada jelas,” ungkapnya.
Sebagai tindak lanjut administrasi, Azis mengaku telah membuat surat yang ditujukan kepada Bari. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa PT Muara Berkah Mandiri, yang diklaim sebagai perusahaan Bari, meminta kerja sama dalam pengelolaan proyek perumahan dengan syarat mencabut sita jaminan atas tanah Mimi Jamilah.
“Akhirnya untuk melengkapi administrasi kepada Bari. Kami bikin surat. Kepada Bahri inilah suratnya. Muara Berkah Mandiri, PT-nya Bahri ya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Di dalam surat ini minta kerja sama dalam pengelolaan proyek rumah ini, dengan catatan mencabut sita jaminan punya saya,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah pertemuan itu, Azis menyatakan tidak ada tindak lanjut dari pihak Bari.
“Setelah kita bertemu malam itu, blass. Tidak pernah ada kontak lagi, tidak pernah ada realisasi pembayaran Rp 3 miliar kepada kami. Bari baru muncul lagi saat eksekusi dilakukan,” ujarnya.
Menurutnya, apabila kesepakatan tahun 2020 itu direalisasikan, maka eksekusi terhadap cluster tersebut tidak akan terjadi.
“Kalau andai kata si Bari damai dengan kita tahun 2020. Tidak ada kejadian sama sekali eksekusi,” ujarnya

Kata Bari

Abdul Bari saat ditemui di Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Bari membenarkan pertemuan di Aston tersebut. "Betul, waktu itu saya diminta datang ke Aston dan dipaksa untuk membayar Rp 3 miliar," katanya.
"Saya menolak, karena, pertama, mereka tidak bisa membuktikan keabsahan dokumen kepemilikan; kedua, posisi SHM 705 sudah balik nama ke atas nama saya dan dalam proses balik nama dilakukan sesuai ketentuan ATR/BPN," ujar Bari.
ADVERTISEMENT