Duduk Perkara Tanah di Jelambar yang Berujung Ricuh Warga dengan Petugas RS

26 Februari 2025 14:15 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Momen saat rumah warga dibongkar di Jalan Satria I, Jelambar, Jakarta Barat, Rabu (26/2/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Momen saat rumah warga dibongkar di Jalan Satria I, Jelambar, Jakarta Barat, Rabu (26/2/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Kericuhan warga RT 1 dan RT 2 dengan petugas sekuriti dan kebersihan RS Soeharto Heerdjan terjadi di Jalan Satria I, Kelurahan Jelambar, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, pada Rabu (26/2).
ADVERTISEMENT
Keributan itu dipicu masalah tanah dan penggusuran yang hendak dilakukan RS Soeharto Heerdjan โ€” RS jiwa milik Kemenkes RI.
Salah seorang warga yang terdampak penggusuran, Roosye (80), mengaku sudah tinggal di Jalan Satria I selama lebih dari 50 tahun. Ia pertama kali menempati rumah dinas bersama suaminya yang merupakan pegawai rumah sakit pada tahun 1963.
"Saya nikah, suami saya perawat di sini, saya nempatin di depan rumah dinas, kita tidak pernah bayar apa-apa. Itu benar-benar 100 persen rumah dinas," kata dia ketika ditemui wartawan di lokasi penggusuran.
Bentrok saat pengosongan rumah di Jalan Satria I, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Rabu (26/2/2025). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Kemudian, pada tahun 1971, Roosye dan suaminya dipindahkan dari rumah dinas dan menempati bangunan yang berada di belakang rumah sakit. Kondisi bangunan itu menurutnya begitu memprihatinkan. Dia kemudian memperbaiki bangunan itu agar lebih layak untuk ditinggali.
ADVERTISEMENT
"Kita dipindahkan, gelap tanpa listrik, air pompa (air warnanya) merah, gak ada air PAM. Kita yang pasang listrik sendiri, PAM sendiri, PBB kita bayar sendiri atas nama kita, kita yang pasang listrik," ujar dia.
Namun, setelah menempati rumah itu selama lebih dari 50 tahun, Roosye malah diusir pihak rumah sakit. Dia hanya diberi uang ganti rugi senilai Rp 1 juta. Padahal, merujuk pada aturan, dia menyebut tanah yang ditelantarkan oleh negara lebih dari 20 tahun mestinya sudah menjadi milik masyarakat.
Bentrok antara warga RT 1 dan RT 2 dengan aparat dari kepolisian hingga satpol PP di Jalan Satria I, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
"Kalau kita udah nempati suatu tanah walaupun itu bukan milik kita, sekitar 20 tahun, separuh tanah itu sudah milik yang punya [ada yang memiliki]," kata dia.
Kini, Roosye yang sudah berusia renta, mesti berpikir tempat yang bisa ditinggali selanjutnya. Sebagai istri dari pensiunan pegawai rumah sakit, dia begitu kecewa dan menyayangkan sikap sewenang-wenang yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Penjelasan Pihak Rumah Sakit
Spanduk imbauan agar warga meninggalkan lahan milik RSJ Soeharto Heerdjan di kawasan Jelambar, Jakarta Barat, Selasa (26/2/2025). Foto: Istimewa
Terpisah, Direktur Perencanaan Keuangan dan Layanan Operasional RS Soeharto Heerdjan, Evi Nursafinah, mengatakan bahwa pihaknya telah mendapat perintah dari Kementerian Kesehatan untuk melakukan penertiban.
Dia mengatakan sudah melayangkan surat peringatan berulang kali ke warga, tapi tak digubris.
"Jadi, amanat dari Kementerian Kesehatan untuk menertibkan aset negara, mengamankan dan menertibkan aset negara," kata dia.
Evi mengeklaim mempunyai bukti sah kepemilikan atas tanah seluas 6,4 hektar berupa Sertifikat Hak Pakai (SHP). Menurut dia, terdapat total 51 rumah yang akan ditertibkan alias digusur/dibongkar.
Terkait rencana pembangunan yang akan dilakukan usai pembongkaran, Evi belum mengetahuinya.
RS Soeharto Heerdjan di Jelambar, Jakbar. Foto: FB/@RS Soeharto Heerdjan
"Yang tidak berhak dulu [ditertibkan] karena kami harus mengamankan [area] dulu. Tapi kami punya master plan dan ada beberapa tahapan yang harus kami lakukan," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Adapun terkait warga yang terkena penggusuran, Evi mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memindahkan mereka ke rumah susun yang berada di sekitar kawasan Daan Mogot. Pihak RS juga akan memberikan uang kerahiman senilai Rp 1 juta kepada warga terdampak.
"Rp 1 juta. Itu kebijakan karena betul-betul rumah sakit tidak ada biaya itu," ujar Evi.