Dugderan Jadi Tradisi Warga Semarang Sambut Ramadhan

4 Mei 2019 20:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penari membawa Warak Ngendog untuk meriahkan acara Suhuf Halaqoh. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penari membawa Warak Ngendog untuk meriahkan acara Suhuf Halaqoh. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
ADVERTISEMENT
Umat Muslim kini tengah bersiap menyambut bulan suci Ramadhan. Tak terkecuali warga di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang menggelar tradisi Dugderan.
ADVERTISEMENT
Tradisi tahunan ini rutin dilakukan oleh warga Kota Semarang untuk menyambut bulan puasa. Serangkaian acara dan karnaval dilakukan. Meski telah berlangsung sejak lama, tradisi ini tak lekang oleh zaman.
Tahun ini, semarak Dugderan dirasakan sedikit berbeda. Pasalnya, Dugderan ini menjadi satu kesatuan dalam rangkaian HUT ke-472 Kota Semarang.
Bedug dan petasan meriam, dua sarana yang mengiringi prosesi sakral Dugderan dalam rangka mengabarkan datangnya bulan Ramadan. Hal itu seperti kali pertama digelar pada tahun 1881. Suaranya, jadi cikal bakal penamaan tradisi Dugderan.
"Yang berbeda dari tahun sebelumnya, ada pemecahan rekor Warak Ngendog setinggi enam meter. Untuk prosesinya sama," kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi kepada wartawan di lokasi, Sabtu (4/5).
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi atau Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat sedang memukul beduk. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Warak Ngendog sendiri merupakan perwujudan gabungan tiga hewan yang menyimbolkan kerukunan beragam etnis di Kota Lumpia ini. Warak Ngendog, memiliki kepala naga menyimbolkan etnis Tionghoa, badan unta menyimbolkan Arab, dan kaki kambing menyimbolkan Jawa.
ADVERTISEMENT
Proses Dugderan sendiri dimulai dengan prosesi di mana Hendrar atau yang akrab disapa Hendi, berperan sebagai Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat. Di halaman balai kota, dia menabuh bedug sebagai penanda akan masuk bulan Ramadhan.
Bupati lantas menaiki kereta kencana menuju Masjid Agung Kauman Semarang. Dalam perjalanan itu, diiringi karnaval dengan ribuan peserta.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi atau Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat mebacakan Suhuf Halaqoh di Masjid Kauman Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Prosesi berlanjut ke inti dari Dugderan, yaitu penyerahan Suhuf Halaqoh dari alim ulama Masjid Kauman kepada Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat. Usai melakukan ibadah salat Asar, Suhuf Halaqoh itu dibacakan kemudian dilakukan pemukulan bedug disertai suara petasan meriam.
Usai prosesi inti, Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat itu lantas membagikan kue khas Semarang, Ganjel Rel dan air Khataman Alquran.
ADVERTISEMENT
Maknanya, warga harus merelakan hal-hal yang mengganjal ketika memasuki bulan Ramadhan dan hati harus bersih maka meminum air Khataman Al Quran.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memberi salam kepada warga saat tiba di Masjid Agung Jawa Tengah. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Hendi merasa tradisi tersebut memiliki makna penting yaitu kerukunan warga yang terjalin serta untuk mempertahankan budaya. Apalagi, untuk mengabarkan akan masuk bulan Ramadhan saat ini bisa dengan memanfaatkan teknologi.
"Sangat penting pesannya untuk kota metropolitan ini karena tidak pernah lupa nguri (merawat) budaya, ini sudah dilakukan sejak bupati pertama yaitu Sunan Pandanaran terus dari tahun ke tahun. Meski kata orang generasi milenial cukup WA ngabari Ramadhan tiba, kita tetap dengan Dugderan," tutup Hendi.
Fendi, warga Bandungan, Kabupaten Semarang, sengaja jauh-jauh datang ke Kota Semarang demi melihat prosesi ini. Fendi menganggap Dugderan ini sebagai ajang untuk mempererat tali silaturahmi, khususnya warga Semarang menjelang bulan Ramadhan.
ADVERTISEMENT
"Yang seperti ini harus terus digiatkan, soalnya kan biar anak-anak muda tahu bahwa Semarang punya tradisi jelang puasa ya Dugderan ini," kata dia yang juga ikut berebut roti ganjel rel.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memukul beduk di Masjid Agung Jawa Tengah. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Prosesi masih berlanjut, rombongan Wali Kota menuju ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) untuk menyerahkan Suhuf Halaqoh kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo selaku Kanjeng Tumenggung Raden Mas Haryo Purbo Hadi Kusumo. Ganjar kemudian menyampaikan kepada warga Jawa Tengah bahwa akan memasuki bulan Ramadhan.
Di sana, Ganjar melakukan tradisi pukul Bedug Mangunsari yang ada di MAJT. Hal itu juga sebagai wujud memberitahukan ke masyarakat Jateng bahwa bulan Ramadhan akan tiba.