Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Duit Korupsi e-KTP Disebut Tak Berkaitan dengan Kongres GP Ansor
4 Juli 2017 21:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Malik Haramain, mengatakan tak adanya kaitan antara dana korupsi dari proyek e-KTP dengan Kongres Gerakan Pemuda Ansor. Mantan Sekretaris Jenderal GP Ansor itu pun mengklaim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi tak bertanya tentang GP Ansor.
ADVERTISEMENT
"Saya tak pernah kemudian terus-menerus jadi Ketua Ansor dan calon Ansor. Sama sekali tidak ada, tidak ada kaitannya sama sekali dengan Kongres Ansor," ujar Abdul di Gedung KPK, Selasa (4/7).
Ketika proyek e-KTP dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, Abdul merupakan Ketua Kelompok Fraksi PKB di Komisi II DPR. Menurut dia, partainya saat itu mendukung program e-KTP yang memang disetujui oleh semua fraksi.
Namun secara spesifik, Abdul tak tahu persis detail anggaran proyek tersebut, yang nilainya Rp 5,9 triliun, kendati ia mengikuti seluruh rapat resmi terkait pembahasan anggaran itu.
"Entah itu rapat di Senayan (lokasi gedung DPR) Komisi II atau pun rapat di luar. Semuanya rapat resmi. Saya tidak pernah ikut rapat di luar rapat resmi," ujar Abdul.
ADVERTISEMENT
Setelah kasus e-KTP disidangkan, Abdul baru tahu ada banyak uang mengalir ke anggota DPR.
"Saya tidak tahu, saya tidak mengerti, saya tahunya bahwa uang ini ke sini uang ini ke situ setelah kasus ini dibuka, sebelumnya saya tidak pernah tahu dan tidak paham," kata Abdul.
Abdul mengakui mengenal Miryam S. Haryani, mantan koleganya di Komisi II, karena sering bertemu di DPR. "Ya sesama anggota komisi, kenal," kata dia.
"Itu (Miryam) teman saya. Saya tak pernah tahu, tak pernah merasa terima, tak pernah merasa dijanjikan," kata Abdul. Miryam kini berstatus tersangka karena diduga berbohong di sidang kasus e-KTP.
Abdul dan USD 37 ribu
Nama Abdul tercantum di surat dakwaan kasus e-KTP yang disusun jaksa KPK. Tak main-main, dia diduga menerima uang USD 37 ribu. Uang diduga agar Komisi II melancarkan pembahasan anggaran proyek e-KTP. Hasilnya, proyek itu dibiayai negara hingga Rp 5,9 triliun.
ADVERTISEMENT
Angka itu, setelah dipotong pajak 11,5 persen, menjadi Rp 5,2 triliun. KPK mengungkap bahwa hampir setengah dana e-KTP diduga dikorupsi.
"Anggaran itu akan dipergunakan, 51 persen di antaranya atau setara Rp 2,6 triliun untuk belanja modal. Sisa 49 persen atau setara Rp 2,5 triliun dibagi-bagikan," kata jaksa pada KPK, Wawan Yunarwanto, saat membacakan surat dakwaan perkara e-KTP, Kamis (9/3).
Wawan membacakan surat dakwaan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Eks Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman, dan anak buahnya yang bernama Sugiharto, duduk sebagai terdakwa.