Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Para pegawai negeri sipil (PNS) bisa bergembira karena akan menerima Tunjangan Hari Raya (THR) plus gaji ke-13 dalam satu bulan. Tapi, hal ini tak akan dinikmati oleh para pegawai honorer. Mereka tak dapat gaji ke-13, terlebih THR.
ADVERTISEMENT
THR boleh jadi satu hal yang dinanti-nanti setiap pekerja khususnya menjelang hari raya Idul Fitri. "Rezeki" tambahan ini bisa digunakan untuk untuk keperluan dan kebutuhan sehari-hari, beli baju Lebaran, sedekah, atau boleh jadi libur Lebaran.
Namun tak semua pegawai akan mendapat THR. Para pegawai honorer di luar PNS contohnya, mereka tidak termasuk dalam penerima THR dan gaji ke-13.
Menteri PAN-RB Asman Abnur menyebutkan negara tak bisa memberi THR dan gaji ke-13 kepada pegawai honorer karena terganjal Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
ADVERTISEMENT
"Dalam UU ASN itu saya enggak boleh lari. Dalam UU ASN itu hanya ada PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Hanya itu," kata Asman saat ditemui di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (25/5).
Pegawai honorer yang tak mendapat THR dan gaji ke-13 di antaranya adalah 736.000 tenaga guru honorer . "Karena tidak ada diatur dalam UU. Jadi saya belum berani kalau soal itu," ucapnya.
Pernyataan lain kemudian muncul dari Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sri menyebut kebijakan pemberian THR khususnya bagi para guru honorer tergantung dari kebijakan pemerintah provinsi (pemprov) masing-masing. Artinya, sebagian pegawai honorer tetap akan mendapatkan THR seperti halnya PNS.
Sesuai Pasal 63 PP No 58/2005 dan Permendagri No 13/2006, Pemprov dapat memberikan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) kepada PNSD, termasuk guru, berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah, dan memperoleh persetujuan DPRD.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan pemberian TPP bagi guru di masing-masing daerah berbeda, ada daerah yang memberikan TPP dan TPG/TKG kepada guru namun ada juga daerah yang tidak memberikan TPP, karena guru sudah mendapatkan TPG/TKG," kata Si Mulyani lewat laman Facebook resminya, Jumat (25/5).
Untuk THR bagi pegawai honorer di pemerintah pusat, anggarannya telah dialokasikan pada belanja barang operasional perkantoran di masing-masing kementerian dan lembaga, bukan belanja pegawai.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2017 tentang Standar Biaya Masukan dalam penyusunan anggaran tahun 2018, dan dituangkan dalam kontrak kerja yang ditetapkan dalam SK Pejabat yang Berwenang (Kepala Satker). Alokasi THR untuk pegawai kontrak tersebut sebesar Rp 440,38 miliar.
ADVERTISEMENT
"Pegawai honorer di instansi pusat seperti sekretaris, satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubhakti (office boy atau cleaning service) dibayarkan tambahan honor sebesar 1 bulan sebagai THR. Pegawai honor tersebut lebih tepat disebut sebagai pegawai kontrak," ujar Sri Mulyani.
Kekecewaan kemudian muncul dari sejumlah guru honorer. Inggit Budia Utami, misalnya, guru honorer di SDN Pupsa Negara, Citeureup, Bogor ini menjadi satu dari 736 ribu pegawai honorer yang tidak mendapatkan THR.
"Intinya kita guru honorer memang tidak berharap penuh dari materi. Karena kan guru (honorer) berapa sih gajinya? Sangat jauh dari UMR," kata Inggit saat dihubungi kumparan, Sabtu (26/5).
Meskipun kebijakan pemberian THR itu tergantung pada kebijakan masing-masing pemerintah daerah, selama 11 tahun menjadi guru honorer sejak 2007, Inggit mengaku Pemda tidak pernah mengeluarkan kebijakan soal pemberian THR kepada tenaga honorer.
ADVERTISEMENT
"Belum ada," ujarnya singkat.
"Kalau dapat THR, alhamdulillah syukur luar biasa. (Untuk beli) keperluan hari raya, buat nyenengin orang tua, kebutuhan di rumah jelang hari raya. Kan kita penginnya yang baru, suasana baru. Alat-alat (keperluan) salat, ada tamu ke rumah kita sediakan kue, ngecat rumah," tuturnya antusias memikirkan segala kebutuhan yang dapat ia penuhi bila mendapatkan THR.
Selain tak mendapatkan THR atau kenaikan pangkat, gaji yang mereka dapatkan setiap bulannya pun sangat kecil. Hal tersebut juga dirasakan oleh Iroh, seorang guru honorer di salah satu SMAN di Kabupaten Bekasi. Ia telah lima tahun menjadi guru honorer.
Gaji yang dia terima per bulan hanya Rp 2 juta dengan jumlah jam kerja mencapai 32 jam per minggu. Iroh pun mencoba membandingkan gajinya dengan buruh pabrik di Kabupaten Bekasi. Gaji buruh pabrik di Kabupaten Bekasi tahun ini mencapai Rp 3,91 juta. Padahal Iroh adalah lulusan sarjana beda dengan buruh yang hanya lulusan SMA.
ADVERTISEMENT
"Iri banget (soal gaji), makanya sempat kepikiran dulu enggak jadi guru. Mendingan gaji buruh lebih besar dari gaji guru padahal kita lulusan sarjana," ungkap dia saat bercerita kepada kumparan, Sabtu (26/5).
"Pernah gaji itu dirapel 3 sampai 4 bulan," keluhnya.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Didi Supriyadi ikut berkomentar. Menurutnya, kesejahteraan PNS, termasuk guru semakin hari semakin diperhatikan pemerintah. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi guru honorer.
“Itu hanya PNS saja (yang kesejahteraannya meningkat). Honorer mana pernah berharap (dapat THR),” ujarnya kepada kumparan.
Didi mengatakan, biasanya THR yang diterima oleh guru honorer berasal dari patungan rekan-rekan seprofesi yang berempati. Selama ini, menurutnya, guru honorer memang tidak pernah memperoleh THR dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Biasanya dapat dari patungan, itu kalau ada. Mereka mengajar di sekolah-sekolah milik pemerintah, tapi belum pernah dapat THR,” katanya.