Edhy Prabowo: Saya Tak Pernah Kurang Uang

17 Maret 2021 19:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, menyatakan tak pernah kekurangan uang selama menjabat anggota DPR hingga masuk Kabinet Indonesia Maju.
ADVERTISEMENT
Sebab ia mengaku punya dana sekitar Rp 10 sampai 12 miliar yang dikelola sekretaris pribadinya, Amiril Mukminin. Hal itu disampaikan Edhy saat menjadi saksi untuk Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito, yang didakwa menyuapnya sebesar Rp 2,14 miliar untuk mendapatkan izin ekspor benih lobster.
"Selama saya jadi anggota DPR dan jadi staf saya selama dia kelola uang saya Rp 10-12 miliar minimal. Makanya saya yakin uangnya tidak pernah kurang," kata Edhy saat menjadi saksi secara virtual di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3), seperti dikutip dari Antara.
Namun Edhy tak pernah mengecek berapa sebenarnya uang miliknya yang dikelola Amiril.
"Tapi tidak pernah mengecek sendiri secara angka?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Siswandhono
ADVERTISEMENT
"Tidak pernah," jawab Edhy.
Tersangka pihak swasta Amiril Mukminin usai ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan kasus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
"Ada laporan berapa uang yang dipegang Amiril?" tanya jaksa Siswandhono.
"Tidak bicara bicara jumlah tapi hanya mengatakan uang bapak masih ada," jawab Edhy.
"Memangnya tidak tanya?" tanya jaksa.
"Saya hanya menanyakan kalau kebutuhan saya Rp 20 juta, Rp 100 juta cukup tidak, dan dijawab selalu ada," jawab Edhy yang mengaku tak meminta uang ke Amiril setiap hari.
Jaksa KPK kemudian bertanya mengenai sumber uang yang dikelola Amiril. Edhy menyebut uang itu merupakan akumulasi uang selama menjabat anggota DPR.
Tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tiba untuk bersaksi dalam sidang lanjutan kasus suap ekspor benih lobster di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/3/21). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
"Keyakinan saudara masih ada uang Rp 10 miliar-12 miliar dari mana?" tanya jaksa.
"Dari 5 tahun saya di DPR, saya bisa mengumpulkan Rp 2,5 miliar tiap tahun. Itu uang reses yang saya minta dikelola Amiril. Jadi saya tidak bawa pulang ke rumah dan uang itu adalah kegiatan 'lump sum' yang belum pernah saya pakai," kata Edhy.
ADVERTISEMENT
"Apakah uang itu masuk ke LHKPN?" tanya jaksa.
"Tidak saya lapor karena uang itu belum saya yakini hak saya, jadi tidak saya bawa pulang ke rumah," jawab Edhy.
Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Cerita Awal Bertemu Suharjito

Saat bersaksi, Edhy juga bercerita awal perkenalannya dengan Suharjito. Ia mengaku kenal Suharjito ketika masih menjadi anggota DPR.
"Saya kenal saat jadi anggota DPR RI, dia datang ke rumah dinas (Kalibata). Saya tidak tahu siapa yang bawa, tapi dia minta tolong izin kapalnya yang buatan dalam negeri dan sudah sesuai aturan agar difasilitasi oleh saya sebagai Ketua Komisi IV," kata Edhy.
"Akhirnya saya pertemukan dengan Plt Dirjen Perikanan Tangkap saat konsinyering di Bogor, ya sudah saya fasilitasi boleh kapal di bawah 100 GT dan buatan dalam negeri lalu tapi setelah itu tidak pernah ketemu lagi sampai saya jadi menteri," tambah Edhy.
ADVERTISEMENT
Edhy tidak tahu Suharjito memiliki bisnis lobster. Hingga Suharjito menemuinya di rumah dinas menteri ketika ia sudah menjabat Menteri KP.
"Dia lalu datang ke rumah saya di Widya Candra pada pertengahan 2020 sekitar bulan puasa, tapi saat itu tidak bicara mengenai benih lobster, tapi hanya bicara izin kapal," kata Edhy.
Ilustrasi benih lobster. Foto: Antara/Ardiansyah
Edhy menyatakan saat itu bersama Suharjito berbicara soal kapal induk penangkapan ikan yang berada di Aceh. Edhy menyebut Suharjito berminat untuk mengelola kapal tersebut.
"Beliau meminta mengelola kalau uang negara harus investasi baru, dan Pak Suharjito pengusaha yang berminat untuk mengelola itu karena ikan banyak tapi cold storage terbatas, tapi saya tidak serta merta setuju dan saya minta agar dia memperkenalkan diri ke Dirjen Penguatan Daya Saing, lalu saya kenalkan ke Safri agar memfasilitasi untuk ketemu," jelas Edhy.
ADVERTISEMENT
Setelah pertemuan itu, kata Edhy, tidak ada pertemuan lagi dengan Suharjito.
"Tidak ada Suharjito membawa surat permohonan ekspor benih lobster," kata Edhy.
Dalam dakwaan jaksa, Suharjito didakwa memberi suap kepada Edhy Prabowo dkk dalam bentuk rupiah dan dolar AS, yakni USD 103.000 atau setara Rp 1.439.940.000 (kurs Rp 13.980) dan Rp 706.055.440. Sehingga totalnya sekitar Rp 2.145.995.440.
Suap diduga untuk mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama. Namun, diduga masih ada eksportir lain yang diduga menyetor sejumlah uang kepada Edhy Prabowo melalui anak buahnya.