Edy Mulyadi Didakwa Ciptakan Keonaran Sebut Kalimantan 'Tempat Jin Buang Anak'

10 Mei 2022 17:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Kasus 'Tempat Jin Buang Anak' Edy Mulyadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Kasus 'Tempat Jin Buang Anak' Edy Mulyadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Edy Mulyadi didakwa membuat keonaran di kalangan masyarakat. Keonaran tersebut terkait pernyataannya 'tempat jin buang anak' saat konferensi pers KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat).
ADVERTISEMENT
"Melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan/atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dan/atau yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan/atau menyiarkan suatu berita yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap," ujar jaksa saat membaca dakwaan di Pengadilan Negeri Jakpus, Selasa (10/5).
Pernyataan Edy Mulyadi itu diunggah melalui kanal YouTube Bang Edy Channel pada 17 Januari 2022. Jaksa menyebut pernyataan tersebut bermakna negatif serta berpotensi memancing keributan khususnya bagi daerah Kalimantan.
"Kalimat tersebut merupakan tuturan asertif yang menyatakan penilaian negatif bahwa istilah 'tempat jin buang anak' selalu berkonotasi negatif karena bermakna sebagai daerah untuk meninggalkan jejak kejahatan," ucap jaksa.
ADVERTISEMENT
"Labelisasi negatif terhadap wilayah Penajam Paser Utara tersebut, menunjukkan adanya Harm Potential (daya luka) bagi golongan masyarakat Penajam Paser Utara yang wilayahnya diasosiasikan secara negatif oleh Terdakwa, sehingga kalimat tersebut mengakibatkan reaksi berupa ketidaksukaan karena tidak sesuai dengan fakta di mana daerah Penajam Paser Utara tidak pernah ditemukan lokasi 'tempat Jin atau tempat buang anak'," sambungnya.
Jaksa menjelaskan Edy kerap mengunggah video yang cenderung berisikan opini atau pendapat pribadinya pada tahun 2021. Konten Edy Mulyadi, kata jaksa, di bawah naungan perusahaan pers FNN. Namun, jaksa menyebut perusahaan itu tidak terdaftar di Dewan Pers.
"Akan tetapi perusahaan pers FNN tersebut tidak terdaftar pada Dewan Pers setelah dicek, dan telah pula dilakukan penelitian resmi oleh Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang di Indonesia, sekalipun Edy channel tak terdaftar di Dewan Pers, tapi akun tersebut rutin mengunggah berita dan rutin mengulas pendapat kebijakan pemerintah yang tendensius," beber jaksa.
ADVERTISEMENT
Jaksa menyebut dari YouTube channelnya, Edy Mulyadi, juga membuat beberapa konten yang menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran. Salah satunya konten yang berjudul 'Tolak pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat' di mana dalam video ini ada pernyataan Edy menyebut 'tempat jin buang anak'.
"Dari sekian banyak konten yang diunggah terdakwa pada video channel YouTube terdakwa ada beberapa konten terkait menyiarkan berita atau bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, di antaranya dengan judul 'Indonesia Dijarah, Rakyat Dipaksa Pasrah, Bersuara Risiko Penjara', di antara isi transkrip konten terdakwa yaitu 'saya tahu Indonesia bukan penjahat tapi penjarahan, dijarah luar biasa oleh dahsyat sekali'," kata jaksa.
"Poin berikutnya 'Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat', di antara isi transkrip konten terdakwa yaitu 'punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak, dan kalau pasalnya kuntilanak, genderuwo, ngapain gue bangun di sana'. Poin berikutnya 'Cuma Bancakan Oligarki Koalisi Masyarakat Tolak pemindahan IKN', di antara transkrip isi konten terdakwa yaitu 'seruan saya tetap sama cabut ini keputusan pemindahan IKN yang seharusnya memulihkan Kaltim dan Jakarta'," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Edy Mulyadi didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No.1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Subsidair Pasal 14 ayat (2) UU RI No.1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.