Efisiensi Anggaran Tuai Kritik karena Berimbas ke Pelayanan Publik

18 Februari 2025 15:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menghadiri perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Presiden yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menghadiri perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik kebijakan efisiensi anggaran yang dikeluarkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Kebijakan itu berimbas pada pemangkasan anggaran sejumlah kementerian dan lembaga (K/L).
ADVERTISEMENT
Peneliti ICW Almas Ghaliya Putri Sjafrina menilai kebijakan tersebut turut berdampak pada anggaran kementerian yang mengurusi pelayanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan.
Almas menilai Prabowo semestinya lebih bijak dalam menentukan sektor yang terdampak efisiensi tersebut. Sebab, pendidikan dan kesehatan merupakan sektor vital yang mesti dijadikan prioritas alih-alih dilakukan pemangkasan anggaran.
Ia pun menyinggung anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seolah mempengaruhi penurunan anggaran pendidikan.
"Perlu dicermati dan mungkin juga penting untuk dikritisi di sini adalah ternyata efisiensi atau penghematan anggaran itu tidak 100 persen dalam konteks untuk meningkatkan pelayanan publik," ujar Almas dalam diskusi bertajuk 'Retreat Kepala Daerah dan Efisiensi Anggaran: Reformasi Birokrasi Setengah Hati', yang digelar secara daring, Selasa (18/2).
ADVERTISEMENT
Almas menyebut, jika berkaca pada era pemerintahan sebelumnya, justru masih banyak catatan dan pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan.
Termasuk, mengenai pelaksanaan pendidikan yang bebas biaya sesuai dengan kewajiban konstitusional hingga persoalan stunting.
"Ternyata, efisiensi atau penghematan anggaran ini ya tidak difokuskan untuk meningkatkan kewajiban negara terkait dengan peningkatan pelayanan publik," papar dia.
"Tetapi, ya, itu tadi, sedikit porsi untuk makan bergizi gratis sehingga seolah-olah kepentingannya akan balik ke publik untuk memberikan bantuan makanan kepada siswa atau juga kepada ibu hamil dan sebagainya," bebernya.
Lebih lanjut, ia juga mengaku kecewa kebijakan efisiensi ini berdampak pada sektor pendidikan. Bahkan, berimbas polemik hingga direspons oleh mahasiswa melalui aksi demonstrasi bertajuk #IndonesiaGelap Senin (17/2) di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
"Kalau bicara sektor pendidikan sebetulnya miris sekali, ya, karena kalau saya bilang anggaran pendidikan itu dibegalnya bukan hanya dibegal satu kali, tapi dibegalnya tiga kali," ucap dia.
Peneliti ICW Divisi Korupsi Politik, Almas Syafrina. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Pembegalan anggaran pendidikan itu, lanjut dia, pertama yakni pos anggaran yang diamanatkan sebesar 20 persen justru juga digunakan mendanai anggaran-anggaran lain yang dianggap untuk pendidikan. Akan tetapi, sebetulnya tidak mempunyai korelasi langsung dengan pelayanan pendidikan.
Kedua, anggaran pendidikan yang disebut mengalami kenaikan dari Rp 665 triliun menjadi Rp 722,6 triliun. Padahal, kata Almas, di dalamnya juga terdapat pos anggaran untuk makan bergizi gratis (MBG) sebesar kurang lebih Rp 71 triliun.
Ketiga, yakni lewat skema efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo. Dengan begitu, Almas menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran oleh Prabowo tersebut justru terkesan terburu-buru dan ambisius.
ADVERTISEMENT
"Saya rasa di sini sangat disayangkan bahwa semangat untuk mengefisiensikan anggaran, menghemat anggaran itu bukan berangkat dari semangat untuk memperkuat pelayanan publik, untuk membuat pendidikan, kesehatan semakin terjangkau," tuturnya.
"Tapi, untuk kepentingan-kepentingan lain. Yang satu sisi belum jelas dan yang kedua ini lebih terdengar terburu-buru atau ambisius, program-program ambisius presiden," sambung dia.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan. Foto: Facebook/SEKNAS FITRA
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan, menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran terlihat tak adil. Terutama, sempat adanya kementerian/lembaga yang tidak terdampak efisiensi.
Misbah pun turut menyayangkan beberapa kementerian/lembaga terdampak efisiensi adalah yang bersinggungan dengan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.
"Ini yang sebenarnya bisa disisir kembali gitu, ya, bahwa banyak ruang-ruang yang sebenarnya masih bisa diefisiensikan, gitu ya, [tetapi] justru pemerintah mengefisiensikan beberapa kementerian yang sebenarnya itu sangat dibutuhkan masyarakat," ucap Misbah dalam kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, ia mengusulkan kepada pemerintah bahwa mestinya efisiensi anggaran tersebut menyasar kepada kementerian yang berkaitan dengan administratif alih-alih yang bersinggungan dengan pelayanan publik.
"Jadi, harusnya memang skenario efisiensi ini betul-betul menyasar kepada kementerian-kementerian administratif, ya, anggaran-anggaran yang terkait dengan administratif, bukan justru anggaran-anggaran yang terkait dengan pelayanan publik," pungkas dia.
Presiden Prabowo Subianto menyapa para anggota Gerindra di HUT Gerindra ke-17 di SICC, Bogor pada Sabtu (15/2). Foto: Dok. Istimewa
Sebelumnya, Prabowo Subianto memutuskan memangkas anggaran beberapa kementerian dan lembaga (K/L). Hal tersebut sesuai dengan arahan dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2025. Prabowo melakukan efisiensi anggaran belanja hingga total Rp 360 triliun.
Dalam Inpres yang diteken Rabu, 22 Januari 2025, disebutkan rincian pemangkasannya yaitu Rp 256,1 triliun merupakan efisiensi belanja kementerian/lembaga dan Rp 50,59 triliun berasal dari transfer ke daerah.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan daftar KL yang harus dipangkas anggarannya melalui Surat Nomor S-37/MK.02/2025. Surat tersebut dikirimkan kepada seluruh menteri, kapolri, jaksa agung, kepala lembaga pemerintah non-kementerian, serta pimpinan kesekretariatan lembaga negara.
Pemangkasan ini akan terus berlanjut. Prabowo menyebut nilai efisiensi bisa mencapai Rp 750 triliun.
"Penghematan yang kita lakukan putaran pertama oleh Kementerian Keuangan disisir dihemat Rp 300 triliun, penghematan putaran kedua Rp 308 triliun, dividen dari BUMN Rp 300 triliun, 100 (triliun) dikembalikan, jadi totalnya kita punya Rp 750 triliun,” kata Prabowo dalam HUT Gerindra di Sentul, Sabtu (15/2).