Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Mantan Mendes Eko Putro Sandjojo mengaku tak tertarik untuk menjadikan Rhea Health Tone (RHT ) sebagai obat corona. Ia merasa nyaman dengan status yang kini disandang RHT sebagai suplemen yang diklaim ampuh menangkal virus penyebab corona.
ADVERTISEMENT
Keengganan itu didasarkan Eko atas keharusan mengurus sejumlah tes untuk uji obat tergantung untuk jenis penyakit apa obat yang diproduksi.
"Sebenarnya kita enggak tertarik untuk men-declare obatnya karena kalau declare obat kan kita harus tentukan hanya untuk apa. Padahal di suplemen kesehatan ini lebih general, cuma karena untuk membantu COVID supaya kita bisa nyumbang ke rumah sakit atau ke community, kita wajib untuk melakukan clinical trial dulu," ujar Eko dalam program To The Point kumparan, Jumat (4/9).
Eko yang mengaku tak berpengalaman menyoal uji klinis obat ini mengungkapkan bahwa jelas dibutuhkan langkah serta waktu uji yang panjang bagi sebuah obat sebelum dapat dikonsumsi. Termasuk salah satu uji klinis yang tentu wajib dilakukan untuk seluruh jenis obat.
ADVERTISEMENT
Untuk RHT , ia menyebut saat ini baru akan memasuki tahapan tes di fase kedua yakni tahapan suplemen akan diuji coba ke sejumlah volunteer.
"Saya terus terang enggak pengalaman, jadi kita ini baru bahas protokolnya aja udah 4 bulan lebih ya, jadi protokolnya kan harus dibahas, setelah protokolnya selesai mudah-mudahan di bulan-bulan ini kita bisa mulai rekrut volunteer, mungkin kita akan ada 200 volunteer untuk phase 2 trial ini. Setelah phase 2 trial kita harus lakukan phase 3 trial, dari hasil phase 2 dievaluasi dan nanti kita akan rekrut volunteer yang lebih banyak lagi," jelas Eko.
Rhea Health Tone Sudah Diuji ke Pasien COVID-19
Meski tengah diuji untuk mengetahui apakah benar-benar efektif digunakan untuk menangkal COVID-19, Eko menambahkan suplemennya itu telah dikonsumsi bahkan diberikan ke pasien terinfeksi corona. Hasilnya, dia mengklaim, pasien yang diberikan suplemen itu dalam jangka waktu 5 hingga 7 hari akan menunjukkan tanda vital yang membaik.
ADVERTISEMENT
"Dijual bebas sebagai suplemen kesehatan, walaupun banyak yang memakai sebagai obat. Rata-rata yang dibantu pakai Rhea, sesuai dengan treatment yang disesuaikan dengan protokol kesehatan ditambah dengan Rhea, rata-rata 5-7 hari mereka sembuh ya kecuali kalau ada TBC, kalau ada TBC itu lebih lama. Tapi kalau enggak ada TBC-nya rata-rata 5-7 hari," ungkap Eko.
Tak mau disebut sebagai obat, Eko menyatakan bahwa RHT sebagai suplemen atau vitamin yang dapat diberikan kepada pasien. Tentu dengan dosis yang disesuaikan dengan anjuran dokter.
"Based dari pengalaman di Armenia dosisnya untuk pencegahan itu 1 ml 1 kali sehari lalu kalau untuk pengobatan 2 ml 2 kali sehari," beber dia.
Tidak hanya sudah mencoba sendiri khasiat dari RHT tersebut, meski enggan menyebut nama, Eko mengatakan bahwa sejumlah pejabat turut mengkonsumsi RHT itu sebagai suplemen harian mereka.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah 3 tahun, banyak pejabat kita yang sudah lama minum, (tapi) enggak boleh nyebut nama entar saya dituntut," ujarnya.
"Selama jadi menteri saya hampir tidak pernah sakit kan padahal saya travelling. Ada salah satu menteri senior kita sekarang bisa treadmillmeski sudah berumur," kata Eko.
"Ya ditanya aja pejabat-pejabat itu udah minum Rhea belum, pasti dia akan jawab sudah kecuali kalau dia bohong ya," lanjut dia.
Setelah mengkonsumsinya, Eko merasa badannya jauh lebih segar dari biasanya. Ia bahkan mengaku jarang terserang penyakit saat ia rutin mengkonsumsi suplemen tersebut.
"Saya ya biasa-biasa saja karena saya tidak ada masalah kesehatan ya, saya cukup sehat jadi saya enggak tahu apakah gara-gara Rhea saya jadi gak pernah sakit atau apa tapi faktanya saya hampir tidak pernah sakit. Satu dua kali adalah sakit," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Konsumsi suplemen pada seseorang sejatinya perlu pertimbangan dan anjuran dari dokter. drh. Retno Murwanti, selaku dosen di Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, menekankan bahwa suplemen harus dikonsumsi ketika tubuh membutuhkannya.
"Jika diperlukan, bacalah label kemasan terlebih dahulu untuk mengetahui bahan yang terkandung, jumlah konten, dan bahan tambahan lainnya," jelasnya dilansir dari situs UGM.