Eks Anggota BPK Rizal Djalil Didakwa Terima Suap Rp 1,3 Miliar

28 Desember 2020 16:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (7/12/2020). Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (7/12/2020). Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan anggota IV BPK, Rizal Djalil, didakwa menerima suap lebih dari Rp 1 miliar. Suap disebut berasal dari pengusaha bernama Leonardo Jusminarta Prasetyo.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa Rizal Djalil sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI menerima hadiah sejumlah SGD 100 ribu dan USD 20 ribu dari Leonardo Jusminarta Prasetyo selaku Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tipikor Jakarta, dilansir Antara, Senin (28/12).
Total suap yang didakwa diterima Rizal Djalil ialah sekitar Rp 1,3 miliar. Dengan perhitungan USD 20 ribu setara Rp 283.500.000 (1 USD = Rp 14.175) dan SGD 100 ribu setara 1.064.790.000 (1 SGD = Rp 10.647).
Terdakwa mantan anggota BPK Rizal Djalil menjalani sidang perdana secara virtual dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/12). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa tujuan penerimaan suap agar Rizal mengupayakan PT Minarta Dutahutana menjadi pelaksana proyek pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria paket 2.
ADVERTISEMENT
Proyek itu berada pada Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (PSPAM) Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Perkenalan Rizal dan Leonardo pertama kali terjadi pada acara kedinasan di Bali pada 2016. Leonardo diperkenalkan oleh mantan adik ipar Rizal bernama Febi Festia.
Dua minggu kemudian, Leonardo diantarkan Febi bertamu ke rumah Rizal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Leonardo memperkenalkan diri sebagai lulusan Australia dan ingin mengerjakan proyek-proyek di Kementerian PUPR melalui perusahaan PT Minarta Dutahutama.
Pada Oktober 2016, Rizal lalu memanggil Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Direktur PSPAM) Kementerian PUPR, Mochammad Natsir dan menyampaikan temuan kegiatan pembangunan tempat evakuasi sementara di Banten. Namun Natsir mengatakan proyek itu bukan di Direktorat PSPAM.
ADVERTISEMENT
"Yang kemudian dijawab oleh Terdakwa 'Saya tahunya Pak Nasir-lah', kemudian Natsir menjawab 'Iya, Pak. Nanti saya koordinasikan'. Terdakwa kemudian menyampaikan bahwa dalam waktu dekat akan dilaksanakan pemeriksaan khusus di Direktorat PSPAM dan dijawab Natsir 'Silakan, Pak'," ucap jaksa Ikshan membacakan dakwaan.
Terdakwa mantan anggota BPK Rizal Djalil dan penyuap Leonardo Jusminarta Prasetyo menjalani sidang perdana secara virtual dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/12). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dalam dakwaan, disebutkan juga bahwa Rizal mengatakan akan ada stafnya yang menghubungi Natsir.
Selanjutnya Leonardo dan Festia datang ke kantor Natsir di gedung Kementerian PUPR. Leonardo menegaskan bahwa dirinya lah orang yang dimaksudkan Rizal. Leonardo juga menyampaikan keinginan untuk ikut serta dalam lelang proyek di lingkungan Direktorat PSPAM. Natsir lalu mempersilakan PT Minarta mengikuti lelang.
Rizal lalu menandatangani surat tugas pada 21 Oktober 2016 untuk melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air Limbah pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR dan Instansi Terkait Tahun 2014, 2015, dan 2016 di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan klarifikasi dari pihak auditor tersebut, didapat laporan dari masing-masing PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) bahwa dalam dokumen Temuan Pemeriksaan (TP) terdapat temuan sejumlah Rp 37,23 miliar. Setelah dilakukan klarifikasi antara Satker SPAM Strategis dengan Tim Pemeriksa BPK dalam pertemuan pada April 2017, dokumen temuan berubah menjadi Rp 18 miliar.
Natsir kemudian menyampaikan pesan kepada Kepala Satuan Kerja (Kasatker) SPAM Strategis Tampang Bandaso bahwa ada proyek di Direktorat PSPAM yang diminati Rizal melalui kontraktor bernama Leonardo Jusminarta Prasetyo.
Natsir selanjutnya digantikan Muhammad Sundoro alias Icun. Icun meminta agar Kepala Satger SPAM Strategis baru yaitu Rahmat Budi Siswanto mengakomodasi permintaan Rizal tersebut.
Pada pertengahan 2017, Leonardo meminta Direktur Teknis dan Pemasaran PT Minarta Misnan Miskiy menyiapkan dokumen untuk proyek pembangunan JDU SPAM IKK Hongaria Paket 2.
ADVERTISEMENT
PT Minarta lalu dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek Hongaria 2 TA 2017-2018 yang lokasi pengerjaannya di wilayah Pulau Jawa meliputi Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Total nilainya ialah Rp 75,835 miliar.
Sekira Januari 2018, Tampang Bandaso melaporkan kepada Natsir bahwa hasil akhir PDTT di Satker SPAM Strategis tahun 2014, 2015, dan 2016 belum keluar, Natsir lalu meminta Leonardo menanyakannya kepada Rizal.
Pada Maret 2018, Leonardo meminta karyawan PT Minarta bernama Yudi Yordan mengantarkan uang ke rumah Febi Festia sejumlah SGD 100 ribu dan USD 20 ribu sambil berkata, "Ini titipan 'dokumen' dari Pak Leo".
Febri Festia bersedia menerima amplop berisi uang tersebut karena sebelumnya pernah menerima pesan dari Rizal bahwa kalau ada "sesuatu" yang ingin disampaikan agar menghubungi anak Rizal bernama Dipo Nurhadi Ilham.
ADVERTISEMENT
"Febi lalu menghubungi Dipo dengan mengatakan 'Dipo ... ini ada uang 100 ribu Singapura dolar dari Pak Leo, untuk diserahkan ke ayah..'. Atas penyampaian Febi itu, Dipo meminta agar uang tidak diberikan dalam mata uang asing," tambah jaksa.
Febi lalu menukarkan uang SGD 100 ribu itu ke mata uang rupiah mencapai sekitar Rp 1 miliar. Febi lalu menyerahkan uang itu pada 21 Maret 2018 di Transmart Cilandak sambil berkata, "titip ini buat ayah". Sedangkan uang USD 20 ribu dari Leonardo dipergunakan untuk keperluan pribadi Febi Festia.
Dipo pada malam harinya lalu menyerahkan "paper bag" berisi uang Rp 1 miliar itu ke rumah Rizal.
Setelah menerima uang itu, pada April 2018 Rizal memanggil Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Sri Hartoyo, Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Dodi Krispratmadi, dan Sesdirjen Cipta Karya Rina. Rizal menyampaikan agar Leonardo diberi pekerjaan yang besar dan memberitahukan bahwa Leonardo akan menghubungi Sri Hartoyo.
ADVERTISEMENT
Setelah adanya penerimaan uang dari Leonardo, pada Juni 2018 Rizal memerintahkan tim audit agar laporan hasil PDTT proyek di lingkungan Ditjen Cipta Karya PUPR, termasuk proyek di SPAM Strategis tahun 2014, 2015, dan 2016, segera diselesaikan.
Selanjutnya, pada Januari 2019, Rizal menandatangani Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas PDTT Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air Limbah pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR serta Instansi Terkait Lainnya tahun 2014, 2015, dan 2016 di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jambi dengan Nomor 03/LHP/XVII/01/2019 tanggal 8 Januari 2019 dengan hasil temuan seluruhnya sejumlah Rp 4,2 miliar.
Mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil (kanan) mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/12). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Atas perbuatannya, Rizal Djalil didakwa didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukumannya ialah penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar.
Atas dakwaan tersebut, Rizal Djalil tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Sidang dilanjutkan pada 4 Desember 2020.