Eks Direktur Kemenakertrans Didakwa Korupsi Proyek Sistem Proteksi TKI Rp 17,6 M

13 Juni 2024 18:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman mengenakan rompi oranye KPK usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi sistem proteksi TKI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman mengenakan rompi oranye KPK usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi sistem proteksi TKI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eks Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Reyna Usman, didakwa korupsi Rp 17,6 miliar terkait proyek pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
ADVERTISEMENT
Reyna didakwa bersama I Nyoman Darmanta selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenakertrans dan Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri. Ketiganya didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri yang kemudian menimbulkan kerugian negara.
“I Nyoman Darmanta bersama-sama dengan Karunia dan Rayna Usman … telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan hukum yaitu … memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” kata Jaksa KPK membacakan dakwaannya dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/6).
“Yaitu memperkaya Karunia sebesar Rp 17.682.445.455,00 yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 17.682.445.455 pada Kemenakertrans RI TA 2012," tambah jaksa.

Konstruksi perkara

Dugaan korupsi proyek proteksi TKI ini terjadi ketika Reyna menjabat sebagai Sekretaris Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemenakertrans tahun 2010. Bermula dari perkenalan Reyna dengan Karunia.
ADVERTISEMENT
Usai perkenalan, Karunia langsung menyampaikan niatnya mengajukan izin perusahaan untuk Jasa Pelatihan TKI. Ia sepakat akan memberikan fee kepada Reyna sebesar Rp 3 miliar.
Pembicaraan Reyna dan Karunia tersambut setahun kemudian, yakni pada 25 April 2011. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu melakukan rapat kabinet terbatas dan memutuskan membentuk Tim Terpadu Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Tugasnya, menyusun daftar inventarisasi permasalahan penempatan 87 dan perlindungan TKI di luar negeri, serta mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan itu.
Dari rapat terbatas tersebut, terbitlah Keputusan Presiden No.15/2011 tentang Tim Terpadu Perlindungan TKI. Keputusan itu merekomendasikan tim terpadu melaksanakan segera integrasi sistem informasi dan database TKI yang dapat diakses setiap Kementerian. Ada total 13 rekomendasi dalam surat tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalih menjalankan 13 rekomendasi itu, Reyna selaku Dirjen Binapenta langsung berkoordinasi dengan Tim Terpadu Perlindungan TKI di Luar Negeri kepada Sekjen Kemenakertrans dan menyusun anggaran rincian belanja satuan kerja tahun anggaran 2012. Dana yang diusulkan salah satunya adalah pembuatan sistem aplikasi dan perangkat pengawasan senilai Rp 20 miliar.
Pihak yang dijanjikan akan mengerjakan adalah Karunia. Padahal, perusahaan Karunia belum mendapatkan izin perusahaan untuk Jasa Pelatihan TKI. Sementara di sisi lain, Reyna Usman sudah menerima uang dari Karunia.
Reyna mengarahkan Karunia berkoordinasi dengan I Nyoman Darmanta selaku pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012. Karunia kemudian membentuk rancangan kerja dan dikabulkan oleh Nyoman.
“Terdakwa I Nyoman Darmanta menjadikan dokumen tersebut sebagai Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan dasar penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 19.825.000.000 dalam Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI pada Ditjen Binapenta Kemenakertrans RI TA 2012 tanpa dikalkulasikan berdasarkan keahlian, serta tidak didasarkan pada data yang dapat dipertanggungjawabkan," ujar jaksa.
ADVERTISEMENT
Reyna lalu memerintahkan I Nyoman Darmanta melaksanakan lelang proyek tersebut tanpa menggunakan konsultasi perencana. Namun menggunakan dokumen perencanaan dari PT AIM.
Pada 14 September 2012, pelaksanaan lelang resmi diumumkan pada situs resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan nilai pagu paket anggaran Rp 20 miliar dan nilai HPS Rp 19,8 miliar. Tapi pemenangnya sudah diatur.
Setelah dimenangkan, Karunia kemudian menerima pencairan dana proyek itu meskipun pengerjaan tidak selesai alias fiktif. Spesifikasi barang yang digunakan juga tak sesuai.
"Bahwa meskipun pekerjaan pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI belum selesai, akan tetapi pada tanggal 17 Desember 2012 Terdakwa I Nyoman Darmanta tetap menyetujui dilakukan pembayaran 100 persen kepada Karunia selaku Direktur PT AIM dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) nomor 00314 dengan nilai sebesar Rp 14.094.181.818," tambah jaksa.
ADVERTISEMENT
Sementara yang diduga masuk ke kantong Reyna diduga mencapai ratusan juta melalui orang kepercayaannya bernama Dewa Putu Santika. Dewa disebut menerima Rp 500 juta dari Karunia sebagai fee atas pengaturan proyek proteksi TKI.
Atas perbuatannya, Reyna Usman, I Nyoman Darmanta dan Karunia didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.