Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Eks Dirjen Daglu Kemendag Divonis 3 Tahun Penjara dalam Kasus Ekspor CPO
4 Januari 2023 15:52 WIB
·
waktu baca 4 menitDiperbarui 24 Juli 2023 9:13 WIB
ADVERTISEMENT
Eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim menilai Indrasari terbukti melakukan korupsi dalam Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO ) atau minyak goreng dan turunannya di Kementerian Perdagangan.
"(Menjatuhkan hukuman) Indrasari Wisnu Wardhana dengan pidana 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan,” kata hakim saat membaca putusan sidang di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (4/1).
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 7 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Adapun tiga hal yang memberatkan dalam vonis tersebut yakni:
ADVERTISEMENT
Selain itu ada tiga hal yang meringankan terdakwa yakni:
Wisnu dinilai terbukti bersalah berdasarkan dakwaan subsider, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara dakwaan primer tak terbukti.
Dalam vonisnya tersebut, hakim menilai Wisnu terbukti memperkaya sejumlah korporasi.
“Unsur menguntungkan diri sendiri, korporasi atau orang lain terpenuhi dari diri terdakwa,” kata hakim.
Berikut rinciannya:
Pertama, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, seluruhnya sejumlah Rp 1.693.219.882.064.
ADVERTISEMENT
Kedua, perusahan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas, PT. Wira Inno Mas, seluruhnya sejumlah Rp 626.630.516.604.
Ketiga, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp 124.418.318.216.
Perbuatan tersebut dilakukan olehnya bersama-sama dengan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Jumlah keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut yang merupakan kerugian negara dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
Hakim menilai kerugian negara ini hanya sebatas Rp 2.952.526.912.294,45 saja. Tidak sampai Rp 6 Triliun sebagaimana dakwaan jaksa. Karena Rp 6 Triliun itu dihitung dengan kerugian akibat bantuan langsung tunai (BLT).
BLT, dinilai oleh hakim, bukan merupakan kerugian negara karena itu tak hanya tunggal disalurkan karena hanya akibat kelangkaan minyak goreng saja dan sudah dianggarkan.
“Terhadap unsur kerugian negara terpenuhi,” kata hakim.
Adapun upaya memperkaya korporasi itu dilakukan secara melawan hukum. Diduga dia bersama para terdakwa lainnya mengkondisikan perusahaan agar dapat izin PE CPO.
Setelah mendapatkan izin PE CPO, para perusahaan tersebut tak menjalankan kewajibannya untuk memasok kebutuhan dalam negeri DMO sejumlah 20 persen dari total ekspor CPO atau RDB Palm Olein.
ADVERTISEMENT
Akibatnya terjadi kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng di masyarakat. Minyak goreng merupakan produk turunan dari CPO.
Indrasari juga sebenarnya didakwa menyebabkan kerugian perekonomian negara karena memberikan dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang menimbulkan beban tinggi terhadap perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat dan perusahaan yang yang menggunakan bahan baku produk turunan CPO.
Dalam dakwaan, berdasarkan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada pada 15 Juli 2022, terdapat kerugian perekonomian negara akibat kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng seluruhnya sebesar Rp 10.960.141.557.673.
Namun, hakim menilai hal tersebut tak bisa dijadikan dasar putusan, sebab hanya masih sebatas asumsi bukan riil terjadi.
ADVERTISEMENT
“Setelah hakim meneliti ahli perhitungan perekonomian negara ternyata masih bersifat asumsi belum real atau nyata,” kata hakim.
“Kerugian perekonomian negara haruslah nyata actual loss bukan perkiraan atau asumsi. Hakim berpendapat perhitungan perekonomian negara yang dihasilkan ahli tidak dapat dijadikan dasar untuk tentukan kerugian perekonomian negara dalam perkara ini,” sambung hakim.
Sehingga dia hanya dinyatakan merugikan keuangan negara senilai Rp 2.952.526.912.294,45. Tidak merugikan perekonomian negara. Dia tidak dijatuhi hukuman penggantian uang pengganti, karena tidak menikmatinya.
Indrasari pun divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta