Eks Dirjen Minerba ESDM Dituntut 8 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi Timah

21 April 2025 19:16 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang tuntutan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Bambang Gatot Ariyono, Alwin Albar, dan Supianto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang tuntutan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Bambang Gatot Ariyono, Alwin Albar, dan Supianto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Eks Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, dituntut 8 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyakini Bambang Gatot telah bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun itu.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Bambang Gatot Ariyono oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun," ujar jaksa membacakan amar tuntutannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/4).
Selain pidana badan, Bambang Gatot juga dibebani untuk membayar pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Tak hanya itu, jaksa juga menuntut Bambang Gatot dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 60 juta rupiah—sebesar keuntungan yang diterimanya dalam kasus rasuah itu.
Jaksa menyebut, jika uang pengganti itu tidak dibayar paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," tutur jaksa.
Kejagung tahan eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono terkait kasus korupsi timah. Foto: Jonathan Devin/kumparan
Sebelum membacakan tuntutan itu, jaksa juga membeberkan sejumlah keadaan yang memberatkan dan meringankan bagi Bambang Gatot.
Hal memberatkan tuntutan yakni tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, serta terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya.
Sementara itu, untuk hal meringankan tuntutan yakni terdakwa belum pernah dihukum.

Tuntutan 2 Terdakwa Lain

Kejagung limpahkan tersangka kasus korupsi timah, Alwin Albar, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (5/12/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Dalam sidang itu, jaksa juga membacakan amar tuntutan untuk dua terdakwa lainnya, yakni eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Alwin Albar dan mantan Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Supianto.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, jaksa menuntut Alwin dengan pidana 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Sementara itu, Supianto dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Keduanya tak dibebani pembayaran uang pengganti oleh jaksa.
Atas perbuatannya itu, jaksa menyebut bahwa Bambang Gatot, Alwin, dan Supianto melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.

Dakwaan Bambang Gatot dkk

Dalam perkaranya, Bambang Gatot didakwa menerima Rp 60 juta dan sejumlah fasilitas terkait kasus dugaan korupsi timah tersebut.
Jaksa menyebut, uang itu diterima Bambang sebagai imbalan menyetujui Revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) 2019 PT Timah Tbk. Padahal, kata jaksa, Bambang mengetahui masih terdapat kekurangan yang belum dilengkapi di revisi itu.
ADVERTISEMENT
Jaksa menyebut bahwa Bambang juga tetap menerbitkan Persetujuan Project Area PT Timah Tbk walaupun kegiatan kerja sama sewa alat processing PT Timah Tbk dengan smelter swasta.
Smelter swasta yang dimaksud yakni PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Karena menyetujui RKAB itu, jaksa mengungkapkan bahwa Bambang juga menerima fasilitas sponsorship kegiatan golf tahunan yang dilaksanakan oleh IKA Minerba Golf, Mineral Golf Club, dan Batu bara Golf Club yang difasilitasi oleh PT Timah Tbk.
Fasilitas itu yakni berupa doorprize tiga unit Handphone Iphone 6 seharga Rp 12 juta dan tiga unit jam Garmin seharga Rp 21 juta.
Kemudian, untuk Supianto, jaksa menyebut bahwa ia didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyetujui RKAB tahun 2020 yang isinya tidak benar terhadap 2 smelter swasta yaitu PT Refined Bangka Tin (RBT) beserta afiliasinya dan PT. Menara Cipta Mulia yang merupakan afiliasi CV Venus Inti Perkasa.
ADVERTISEMENT
Supianto juga disebut tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan smelter beserta perusahan afiliasinya yang melakukan kegiatan pertambangan tidak sesuai dengan RKAB yang telah disetujui periode tahun 2020.
Akibatnya, tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Selanjutnya, eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Alwin Albar, didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Direksi PT Timah Tbk.
Jaksa menyebut, Alwin Albar melaksanakan kerja sama antara PT Timah Tbk dengan sejumlah mitra jasa penambangan yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Kemudian, Alwin Albar juga merealisasikan pembayaran dari PT Timah Tbk kepada Mitra Jasa Penambangan seolah-olah sebagai Imbal Biaya Usaha Jasa Penambangan, yang didasarkan pada jumlah bijih timah yang dihasilkan penambang ilegal sesuai harga pasar pada saat transaksi.
ADVERTISEMENT
Alwin Albar juga disebut membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, yang dalam pelaksanaannya PT Timah Tbk membeli bijih timah dari penambang-penambang ilegal yang melakukan penambangan di Wilayah IUP PT Timah Tbk.
Jaksa menyebut, Alwin Albar juga melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5% dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Dalam pencatatannya, Alwin melakukan rekayasa seolah-olah pembayaran itu merupakan hasil produksi dari program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah Tbk.
Jaksa menjelaskan bahwa perbuatan itu dilakukan Alwin Albar secara bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya dalam kasus ini, yakni eks Dirut PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Alwin juga memerintahkan eks General Manager Operasi Produksi PT Timah Tbk Ahmad Haspani untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) Borongan Pengangkutan SHP. Penerbitan itu untuk melegalkan kegiatan pembelian bijih timah yang didapat dari para penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah melalui CV. Salsabila Utama, CV. Indo Metal Asia, dan CV. Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM).