Eks Dirut dan Dirkeu PT Timah Dituntut 12 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Timah

5 Desember 2024 15:55 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang tuntutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang tuntutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT. Timah Tbk. periode 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dituntut 12 tahun penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Mochtar terbukti terlibat dalam kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.
ADVERTISEMENT
"[Menuntut Majelis Hakim] menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dengan pidana penjara selama 12 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12).
Selain dituntut pidana penjara, Mochtar juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Tak hanya itu, ia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 493.399.704.345 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika Mochtar tak mampu untuk memenuhinya, maka diganti dengan pidana 6 tahun penjara.
Dalam sidang yang sama, eks Direktur Keuangan PT Timah, Emil Elmindra, juga menjalani tuntutan. Emil dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Jaksa juga menuntut Emil membayar uang pengganti sebesar Rp 493.399.704.345 sebulan setelah putusan inkrah. Jika tak bisa membayarnya, maka diganti dengan pidana badan 6 tahun.
Masih dalam sidang yang sama, JPU juga membacakan tuntutan terhadap Dirut PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), MB Gunawan. Ia dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juga subsider 6 bulan penjara.

Peran Terdakwa

Dalam kasus ini, Mochtar Riza didakwa telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan keuangan negara senilai Rp 300 triliun.
Kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni: PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
ADVERTISEMENT
Mochtar mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar.
Awalnya Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melaksanakan kerja sama antara PT Timah dengan sejumlah mitra jasa penambangan (pemilik izin usaha jasa pertambangan/IUJP) yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Kemudian, mereka membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah. Dalam pelaksanaannya, PT Timah membeli bijih timah dari para penambang ilegal yang melakukan penambangan di wilayahnya sendiri.
Setelah itu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Tetian Wahyudi mengatur pembelian biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah menggunakan CV Salsabila Utama, yang merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Emil bersama-sama dengan Mochtar dan Tetian untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
ADVERTISEMENT
JPU melanjutkan, Mochtar bersama-sama Alwin pun melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5 persen dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah dan pencatatannya direkayasa seolah-olah merupakan hasil produksi dari Program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah.
Lalu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melakukan sejumlah pertemuan dengan pemilik lima smelter swasta untuk mengadakan kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah yang bertujuan mengakomodir kepentingan beberapa pemilik smelter swasta.
"Para pemilik smelter swasta dimaksud tidak memiliki competent person (CP) sehingga tidak dapat diterbitkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)-nya, tetapi memiliki banyak stok bijih timah yang bersumber dari penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah," ucap Jaksa.
ADVERTISEMENT
JPU menyebutkan Mochtar selanjutnya bersama-sama dengan Emil, Alwin, dan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT menyepakati harga sewa peralatan pengolahan untuk penglogaman timah sebesar 4 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per ton untuk PT RBT dan 3.700 dolar AS per ton untuk empat smelter lainnya tanpa kajian atau feasibility study (studi kelayakan) dengan kajian dibuat tanggal mundur.
Hal tersebut merugikan negara hingga Rp 300 triliun dan menguntungkan sejumlah pihak. Perusahaan CV Salsabila Utama yang dikuasai Mochtar, Emil, dan Alwin, ini pula mendapatkan keuntungan yang fantastis mencapai Rp 986.799.408.690.