Eks Dirut dan Dirkeu PT Timah Divonis 8 Tahun Penjara Terkait Kasus Timah

30 Desember 2024 18:21 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana sidang pembacaan putusan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana sidang pembacaan putusan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi divonis 8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim menyatakan Mochtar Riza Pahlevi terbukti bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus yang merugikan negara Rp 300 triliun itu.
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/6/2024). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Vonis serupa juga dijatuhkan terhadap eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Terdakwa Emil Ermindra oleh karena itu dengan pidana masing-masing selama 8 tahun penjara," ujar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
Mantan Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra. Foto: Kejagung
Keduanya juga dijatuhi hukuman membayar denda masing-masing sejumlah Rp 750 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Keduanya dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim juga membacakan vonis untuk terdakwa MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP), yakni salah satu smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk.
MB Gunawan dihukum pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan terkait kasus tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa MB Gunawan oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan," kata Hakim Rianto.
Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa Hasan Tjhie dan Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/6/2024). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Tak hanya itu, ia juga dijatuhi hukuman pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Sebelumnya, dalam sidang tuntutan, Mochtar Riza dan Emil Ermindra masing-masing dituntut 12 tahun penjara. Ia juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun dan membayar uang pengganti sebesar Rp 493,3 miliar subsider penjara 6 tahun.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, MB Gunawan sebelumnya dituntut pidana 8 tahun, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Peran Terdakwa

Dalam kasus ini, Mochtar Riza didakwa telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan keuangan negara senilai Rp 300 triliun.
Kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni: PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Mochtar mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar.
Awalnya Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melaksanakan kerja sama antara PT Timah dengan sejumlah mitra jasa penambangan (pemilik izin usaha jasa pertambangan/IUJP) yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
ADVERTISEMENT
Kemudian, mereka membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah. Dalam pelaksanaannya, PT Timah membeli bijih timah dari para penambang ilegal yang melakukan penambangan di wilayahnya sendiri.
Setelah itu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Tetian Wahyudi mengatur pembelian biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah menggunakan CV Salsabila Utama, yang merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Emil bersama-sama dengan Mochtar dan Tetian untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Mochtar bersama-sama Alwin pun melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5 persen dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah dan pencatatannya direkayasa seolah-olah merupakan hasil produksi dari Program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah.
ADVERTISEMENT
Lalu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melakukan sejumlah pertemuan dengan pemilik lima smelter swasta untuk mengadakan kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah yang bertujuan mengakomodir kepentingan beberapa pemilik smelter swasta.
JPU menyebutkan Mochtar selanjutnya bersama-sama dengan Emil, Alwin, dan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT menyepakati harga sewa peralatan pengolahan untuk penglogaman timah sebesar 4 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per ton untuk PT RBT dan 3.700 dolar AS per ton untuk empat smelter lainnya tanpa kajian atau feasibility study (studi kelayakan) dengan kajian dibuat tanggal mundur.
Hal tersebut merugikan negara hingga Rp 300 triliun dan menguntungkan sejumlah pihak. Perusahaan CV Salsabila Utama yang dikuasai Mochtar, Emil, dan Alwin, ini pula mendapatkan keuntungan yang fantastis mencapai Rp 986.799.408.690.
ADVERTISEMENT