Eks Dirut hingga Direktur Keuangan PT Timah Jadi Saksi Sidang Harvey Moeis

26 September 2024 11:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi, hingga eks Direktur Keuangan PT Timah, Emil Elmindra, menjadi saksi mahkota dalam sidang lanjutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/9).
ADVERTISEMENT
Riza dkk bersaksi untuk suami Sandra Dewi, Harvey Moeis; Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta; dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah. Riza dkk merupakan saksi mahkota karena juga berstatus sebagai terdakwa dalam perkara ini.
Jaksa menyebut, total ada enam saksi yang dihadirkan dalam persidangan ini. Dua di antaranya mengikuti persidangan secara daring karena sedang menjalani penahanan di Pangkalpinang.
"Empat hadir, dua secara melalui Zoom," kata jaksa.
Adapun selain Riza dan Emil, saksi mahkota yang hadir secara langsung, yakni Suranto Wibowo, Kadis ESDM Babel 2015-Maret 2019; dan Amir Syahbana, Kadis ESDM Babel 2021-2024.
Sementara yang dihadirkan secara daring adalah Rusbani, Kadis ESDM Babel 2019; dan Alwin Albar, eks Direktur Operasi PT Timah.
ADVERTISEMENT
Sebelum pemeriksaan dimulai, para saksi itu lebih dulu diambil sumpahnya.

Peran Harvey Moeis di Kasus Timah

Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis (tengah) memasuki ruang sidang untuk mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Dalam dakwaan, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak.
Termasuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah; Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah; serta 27 pemilik smelter swasta.
Pertemuan itu membahas permintaan Riza dan Alwin atas bijih timah 5% dari kuota ekspor smelter-smelter tersebut. Sebab, bijih timah itu disebut merupakan hasil kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Harvey kemudian meminta beberapa perusahaan smelter, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa untuk membayar biaya 'pengamanan' sebesar USD 500 hingga USD 750 per metrik ton.
ADVERTISEMENT
Pembayaran itu dibuat seolah sebagai dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola Harvey atas nama PT RBT.
Kemudian, Harvey menginisiasi kerja sama sewa alat pengolahan pelogaman timah dengan beberapa perusahaan smelter swasta tersebut. Padahal, perusahaan itu tak memiliki orang yang berkompeten dalam pengolahan timah.
Harvey dan perusahaan itu kemudian melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait penyewaan smelter sampai disepakati harganya. Namun, hal ini dilakukan tanpa adanya studi kelayakan atau kajian yang mendalam.
PT Timah kemudian menerbitkan surat perintah kerja di IUP PT Timah. Tujuannya, untuk melegalkan pembelian bijih timah oleh swasta yang berasal dari penambangan ilegal.
Harvey bersama dengan Suparta selaku Dirut PT RBT hingga sejumlah Pejabat Kementerian ESDM memberikan persetujuan revisi RKAB kepada PT Timah Tbk tahun 2019 tanpa kajian dan studi kelayakan.
ADVERTISEMENT
Sehingga menimbulkan kerugian negara berupa kerusakan lingkungan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada wilayah IUP PT Timah. Nilainya mencapai Rp 300 triliun.
Jaksa menyebut dugaan korupsi ini telah memperkaya Harvey Moeis dan Manager PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim, sebesar Rp 420 miliar.