Eks Hakim Palguna soal DPR Bahas Revisi UU MK saat Corona: Ada Problem Moralitas

6 Mei 2020 15:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Hakim MK I Dewa Gede Palguna. Foto:  Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Hakim MK I Dewa Gede Palguna. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Revisi UU MK telah ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada 2 April. Kini, DPR tengah menunggu Surat Presiden (Surpres) Jokowi untuk menetapkan alat kelengkapan dewan (AKD) yang akan membahasnya.
ADVERTISEMENT
Mantan Hakim MK, I Dewa Gede Palguna, turut angkat suara mengenai proses revisi tersebut. Palguna menyatakan ada masalah moralitas jika DPR tetap melanjutkan pembahasan revisi UU MK di tengah pandemi corona.
"Ini jelas ada problem moralitas. Sementara kita menghadapi masalah COVID-19 ini tapi para legislator malah sibuk mendiskusikan soal mengubah peraturan (UU -red) MK," ujar Palguna dalam diskusi via streaming, Rabu (6/5).
Terlebih, kata Palguna, draf revisi UU tersebut tidak begitu substansial bagi perbaikan MK ke depannya. Sebab, draf revisi tersebut hanya mengatur masa jabatan hakim konstitusi yang diperpanjang menjadi 70 tahun hingga syarat minimal calon hakim 60 tahun.
Suasan di dalam gedung Mahkamah Konstitusi jelang sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), Rabu, (26/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Palguna menyarankan lebih baik masing-masing lembaga yang berhak mengajukan hakim MK membuat aturan turunan dari UU yang mengatur tata cara seleksi, termasuk syarat kapasitas dan syarat integritas. Diketahui terdapat 3 lembaga yang berhak mengajukan hakim MK yakni Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR.
ADVERTISEMENT
"Harus mendapatkan perhatian serius itu adalah turunan dari aturan hakim MK seperti syarat kapasitas dan syarat integritas, di mana salah satunya menguasai ketatanegaraan," ucapnya.
"Mengapa itu penting, siapa pun nanti, suatu keniscayaan yang tak terhindarkan dalam pemilihan hakim MK adalah pasti ada unsur politik di sana. Tapi yang paling penting standar pemilihan itu dapat dilihat oleh publik. Ini yang belum terlihat karena masing-masing lembaga pengusung ini memiliki persyaratan mereka sendiri dalam memenuhi syarat integritas dan kapabilitas itu," tutupnya.
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/6/2019). Foto: ANTARA FOTO
Adapun rencana revisi UU MK tersebut ditolak sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Save MK. Koalisi menilai draf RUU MK yang diajukan DPR sarat potensi politik transaksional.
ADVERTISEMENT
Koalisi berpendapat, 'keistimewaan' bagi hakim MK dalam revisi UU memiliki tujuan terselubung. Mereka menduga hal ini sebagai cara bagi DPR agar MK menolak permohonan uji materi beberapa UU yang krusial yang masih berproses di MK, seperti UU KPK dan Perppu Corona.
"Perubahan ini disinyalir mencari cara untuk 'menukar guling' supaya MK dapat menolak sejumlah pengujian konstitusional utas yang krusial, seperti revisi UU KPK dan Perppu Penanganan COVID-19," kata salah satu anggota koalisi, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Senin (4/5).
Untuk itu, koalisi meminta DPR membatalkan pembahasannya dan meminat Presiden Jokowi tak mengirim utusannya untuk membahas revisi UU MK.
Berikut poin-poin yang hendak diubah dalam draf revisi UU MK:
ADVERTISEMENT
1. Pasal 4. Di pasal ini yang diubah adalah pada ayat (3) di mana masa jabatan hakim MK yang semula 2 tahun 6 bulan menjadi 5 tahun. Selain itu ada ayat 4f, ayat 4g, dan 4h dihapus.
2. Pasal 7A ayat (1) mengenai kepaniteraan. Di pasal ini yang diubah adalah adanya penjelasan lebih detail mengenai masa pensiun panitera yakni berumur 62 tahun.
3. Pasal 15 ayat (2d) tentang batas usia minimal hakim MK. Semua disebutkan batas usia hakim MK adalah 47 tahun dan tertinggi 65 tahun. Sementara dalam draf disebutkan batasan usia naik jadi paling rendah 60 tahun.
Lalu pasal 15 ayat (2h) yang masih mengatur soal syarat hakim MK, di pasal ini dihapus adanya syarat calon hakim pernah menjadi pejabat negara. Sehingga syaratnya hanya satu yakni berpengalaman di bidang hukum selama 15 tahun.
ADVERTISEMENT
4. Pasal 22 dihapus. Pasal ini sebelumnya membahas mengenai masa jabatan hakim MK.
5. Pasal 23 ayat (1d) soal pemberhentian dari jabatan hakim konstitusi dihapuskan.
6. Pasal 26 ayat (1b) juga dihapuskan. Lalu pasal 26 ayat (5) juga dihapuskan.
7. Pasal 27A ayat (2c, 2d, dan 2e) tentang penegakan kode etik dihapuskan.
8. Pasal 27A ayat (5) dan ayat (6) dihapuskan.
9. Pasal 45 dihapuskan.
10. Pasal 50A dihapuskan.
11. Pasal 57 ayat (2a) dihapuskan.
12. Pasal 59 ayat (2) dihapuskan.
ADVERTISEMENT
13. Pasal 87 huruf a diatur mengenai masa jabatan ketua dan wakil MK menjadi 5 tahun.
14. Pasal 87c adanya kekhususan bagi hakim MK yang berusia 60 langsung bisa menjabat hingga umur 70 tahun.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.