Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Eks Kakanwil Pajak Jakarta Tersangka Gratifikasi, Haniv, Punya 3 Nama Alias?
5 Maret 2025 17:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Pajak Jakarta Khusus, Haniv, disebut memiliki nama alias. Sebab, saat konferensi pers penetapan tersangka beberapa waktu lalu, terdapat 3 nama yang disebut oleh KPK yang merujuk ke Haniv.
ADVERTISEMENT
Tiga nama tersebut yakni Mohamad Haniv, Muhamad Haniv, dan Muhammad Haniv. Lantas, apakah benar Haniv memiliki 3 nama alias?
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, membenarkan bahwa tiga nama tersebut merujuk ke Haniv yang dijerat sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebesar Rp 21,5 miliar.
"Ini nama yang sama, betul. Kemudian ada tiga namanya, empat, ya? Tiga kalau enggak salah. Aliasnya banyak. Aliasnya banyak, tiga atau empat alias," kata Asep kepada wartawan, dikutip Rabu (5/3).
Asep mengungkapkan, bahwa banyaknya nama alias itu lantaran penyidik menemukan perbedaan data di dokumen identitasnya.
"Nah, itu kami temukan di KTP, kemudian juga di paspor, sehingga ketika kita melakukan cekal, termasuk juga dengan nama aliasnya. Ada lebih dari dua lah [nama aliasnya]," ucapnya.
Adapun usai dijerat sebagai tersangka, Haniv dicegah ke luar negeri oleh lembaga antirasuah. Pencegahan itu berlangsung selama 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, menyebut bahwa pencegahan itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 109 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 19 Februari 2025.
"Larangan bepergian ke luar negeri terhadap 1 orang berinisial MH alias MHJ," ujar Tessa kepada wartawan.
Adapun perbuatan Haniv hingga berujung ditetapkan sebagai tersangka berawal saat 'membantu' mencari sponsor sebagai keperluan fashion show anaknya bernama Feby Paramita.
Feby disebut memiliki usaha fashion brand untuk pakaian pria bernama FH Pour Homme by Feby Haniv yang berlokasi di Victoria Residence, Karawaci.
Untuk 'membantu' bisnis dan usaha sang anak, Haniv justru tersandung kasus di lembaga antirasuah. Ia disebut menerima uang yang diduga sebagai gratifikasi lewat sponsorship fashion show tersebut sebesar Rp 804 juta.
ADVERTISEMENT
Modus yang dilakukan Haniv yakni dengan mengirimkan surat elektronik atau e-mail kepada Yul Dirga selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3 pada 5 Desember 2016.
Lewat e-mail itu, Haniv menyelipkan permintaan untuk dicarikan sponsorship fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang akan dilaksanakan tanggal 13 Desember 2016.
Dalam e-mail tersebut, juga terlampir permintaan uang sejumlah Rp 150 juta beserta nomor rekening sang anaknya. Setelah pengiriman e-mail itu, uang kemudian terus mengalir ke rekening Feby.
Sumber penerimaan uang yang diduga gratifikasi tersebut beragam. Pertama, uang yang diidentifikasi dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3, diterima sebesar Rp 300 juta.
ADVERTISEMENT
Kedua, uang diterima di rekening sang anak, yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus. Kali ini, uang yang masuk adalah sebesar Rp 387 juta.
Terakhir, uang yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang bukan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus, diterima sebesar Rp 417 juta.
Dengan penerimaan tersebut, total uang diduga gratifikasi yang diterima sebagai sponsor fashion show sang anak adalah Rp 804 juta.
"Bahwa seluruh penerimaan gratifikasi berupa sponsorship pelaksanaan fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv adalah sebesar Rp804.000.000 (Rp 804 juta)," ucap Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Akan tetapi, lanjut Asep, perusahaan-perusahaan yang memberikan uang sponsorship itu menyatakan tak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang untuk kegiatan fashion show tersebut atau tidak mendapat eksposur maupun keuntungan lainnya.
ADVERTISEMENT
Penerimaan Gratifikasi Lainnya
Selain uang gratifikasi yang diterima lewat sang anak, KPK menyebut bahwa pada periode 2014–2022, Muhamad Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dolar Amerika dari beberapa pihak terkait.
Uang tersebut diterima melalui orang bernama Budi Satria Atmadi. Selanjutnya, Budi kemudian melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000 (Rp 10,3 miliar).
Pada akhirnya, ia melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14.088.834.634 (Rp 14,08 miliar).
Tak sampai di situ, pada tahun 2013–2018, Haniv kemudian melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui Perusahaan Valuta Asing dan pihak-pihak yang bekerja pada Perusahaan Valuta Asing secara keseluruhan sejumlah Rp6.665.006.000 (Rp 6,6 miliar).
ADVERTISEMENT
"Bahwa Muhammad Haniv telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp804.000.000, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634 sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634 (Rp 21,5 miliar)," pungkas Asep.
Atas perbuatannya, lembaga antirasuah kemudian menetapkan Haniv sebagai tersangka gratifikasi karena diduga menerima pemberian uang yang dianggap sebagai suap dan berlawanan dengan jabatannya.
Akibat perbuatannya, Haniv disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Haniv maupun anaknya belum berkomentar mengenai sangkaan KPK tersebut. Saat ini, Haniv belum ditahan KPK meski sudah ditetapkan sebagai tersangka.