Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Eks Pejabat Kemendagri Dudy Jocom Divonis 4 Tahun Penjara
14 November 2018 14:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB

ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset (AKPA) Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan. Ia dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek pembangunan Gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Bukittinggi di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat pada Tahun Anggaran 2011.
ADVERTISEMENT
"Mengadili, menyatakan terdakwa Dudy Jocom terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis hakim Sunarso, saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/11).
Dudy Jocom dinilai mendapatkan fee proyek pembangunan kampus IPDN Kabupaten Agam sebesar Rp 4,2 miliar. Uang diberikan dalam melalui Mulyawan pada 23 Desember 2011 sebesar Rp 500 juta, 3 Januari 2012 sebesar Rp 1 miliar, Februari 2012 sebesar Rp 1,4 miliar, Maret 2012 sebesar Rp 800 juta dan Mei 2012 sebesar Rp 500 juta.
Atas penerimaan fee tersebut, Dudy juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 4,2 miliar.
Uang pengganti itu harus dibayarkan paling lambat 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila dalam waktu tersebut tidak dibayar, maka harta benda Dudy disita, lalu dilelang untuk menutupi uang pengganti. Namun, apabila harta Dudy tidak cukup untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan hukuman 1 tahun penjara.

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntut Dudy 8 tahun penjara dan Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
"Menimbang bahwa majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum karena dipandang terlalu tinggi, dengan pertimbangan bahwa dalam perkara ini terdakwa Dudy Jocom selaku PPK juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini, yaitu dalam proyek pengadaan pembangunan kampus IPDN di Lokan Hilir Riau, Kabupaten Goa Sulawesi Selatan dan Minahasa, Sulawesi Utara," ujar hakim.
"Sehingga tuntutan perkara a quo itu adil, apabila dikurangi sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini," lanjut hakim.

Latar belakang kasus
Dalam perkara ini, Dudy Jucom adalah Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen untuk TA 2011 untuk proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dengan pagu anggaran total Rp 519,48 miliar, termasuk di dalamnya pembangunan kampus IPDN Bukittinggi di kabupaten Agam sebesar Rp 127,893 miliar.
ADVERTISEMENT
Pada Juni 2011, setelah penetapan setelah penetapan hasil prakualifikasi tersebut. Dudy bertemu dengan SM Pemasaran Divisi Gedung PT Hutama Karya (Persero) Bambang Mustaqim dan disepakati bahwa yang akan mengerjakan proyek pembangunan kampus IPDN Bukit Tinggi Agam adalah PT Hutama Karya, sehingga dokumen penawaran untuk peserta lelang lainnya dibuatkan oleh PT Hutama Karya.
Atas sepengetahuan Dudy, panitia pengadaan memanipulasi sistem Penilaian Evaluasi Administrasi dan teknis untuk memenangkan PT Hutama Karya dengan harga penawaran Rp 125,68 miliar.
Setelah melakukan penandatangan kontrak, Dudy dan Budi Rachmat Kurniawan selaku General Manager divisi gedung PT Hutama Karya melakukan pertemuan. Dalam pertemuan tersebut Dudy meminta kepada Budi terkait commitment fee proyek pembangunan tersebut, hal itu disanggupi oleh Budi. Dudy pun meminta agar nantinnya uang commitment fee untuk dirinya melalui diberikan melalui seseorang bernama Mulyawan.
ADVERTISEMENT
Hakim juga menyebutkan Dudy tidak melakukan pemeriksaan dan penilaian hasil pekerjaan pembangunan gedung kampus IPDN Bukittinggi karena pekerjaan baru mencapai 32 persen, namun seolah-olah telah selesai 100 persen. Sehingga, Kemendagri kemudian membayar kepada PT Hutama Karya sebesar Rp 110,832 miliar.

Selain itu, PT Hutama Karya juga disebut telah mensubkontrakan seluruh pekerjaan utamanya yang seluruhnya bernilai Rp 35,018 miliar. Hal itu dilakukan PT Hutama Karya tanpa adanya persetujuan tertulis dari Dudy Jocom selaku Ketua PPK.
PT Hutama Karya telah melakukan subkontrak fiktif terhadap pekerjaan pembangunan gedung kampus IPDN kabupaten Agam dengan nilai sebesar Rp 8,275 miliar.
Uang hasil subkontrak fiktif tersebut dimasukkan ke dalam post Arranger Fee (AF) yang kemudian digunakan oleh PT Hutama Karya untuk membayarkan commitment fee kepada pihak luar, termasuk pihak Kemendagri.
ADVERTISEMENT
Perbuatan Dudy disebut telah memperkaya orang lain yaitu kepada General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan sebesar Rp 571 juta, Hendra sebesar Rp 2 miliar, Bambang Mustaqim sebesar Rp 500 juta, Mohamad Rizal sebesar Rp 500 juta, Sri Kandiyati sebesar Rp 100 juta.
Perbuatan Dudy juga disebut menguntungkan korporasi yaitu PT Hutama Karya (Persero) yang seluruhnya sebesar Rp 31,24 miliar. Uang berasal dari pengalihan pekerjaan utama kepada pihak ketiga sebesar Rp 13,810 miliar, pencairan subkontrak fiktif sebesar Rp 8,27 miliar dan kekurangan volume pekerjaan Rp 9,16 miliar.
Lalu menguntungkan PT Yulian Berkah Abadi sebesar Rp 167,8 juta, CV Restu Kreasi Mandiri sebesar Rp 40 juta dan CV Prima Karya sebesar Rp 130 juta "Atau setidak-tidaknya sebagaimana disebut diatas," kata hakim.
ADVERTISEMENT
"Perbuatan Dudy telah menyebabkan kerugian negara Rp 34.804.241.221,96," kata hakim.
Dudy dinilai terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam vonisnya, hakim menyatakan hal yang memberatkan yakni perbuatan Dudy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak mengaku melakukan korupsi dan telah menerima fee proyek. Sedangkan hal yang meringankan Dudy bersikap sopan, belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.