Eks Penyidik Minta KPK Tetap OTT: Kejagung Saja Bisa Sita Uang Hampir Rp 1 T

26 Oktober 2024 17:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang bukti uang tunai kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.  Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti uang tunai kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur. Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Sikap KPK yang tak lagi fokus terhadap operasi tangkap tangan (OTT) tetapi case building menuai kritik. KPK menilai pembuktian OTT lebih mudah dan juga nilai kerugian negara yang diselamatkan tak sebesar dari penyelidikan terbuka.
ADVERTISEMENT
Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap meminta KPK tak menganggap OTT sebagai suatu hal yang mudah. Menurutnya, OTT masih menjadi senjata KPK dalam mengungkap kasus korupsi.
"Saya pikir ke depannya KPK harus evaluasi diri bahwa OTT juga masih merupakan senjata yang paling ampuh dalam memberantas korupsi," ujar Yudi kepada wartawan, Sabtu (26/10).
"Kemudian, ketika dikatakan OTT mudah, saya pikir tidak mudah, ya. Seharusnya juru bicara KPK sebagai penyidik sudah paham ya mengenai OTT tersebut," lanjut dia.
Ia pun menceritakan pengalamannya saat bertugas sebagai penyidik KPK dan melakukan OTT. Menurutnya, hal itu justru membutuhkan berbagai aspek yang tak bisa dipandang remeh.
"Itu butuh konsistensi, butuh persisten, butuh presisi, butuh kemampuan intelektualitas, kompetensi, kemudian ketepatan dalam bergerak, memutuskan, dan kemudian juga kesigapan," tutur Yudi.
ADVERTISEMENT
"Jadi, saya pikir tidak ada yang mudah ketika melakukan OTT, yang mudah memang hanya berbicara," jelasnya.
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap, di Bareskrim Polri, Kamis (29/9). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Ia turut menyinggung OTT yang baru-baru ini dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam OTT yang digelar pada Rabu (24/10), Kejagung melakukan penangkapan terhadap 3 orang hakim PN Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa pembunuhan, Ronald Tannur.
Tak hanya itu, Kejagung juga menangkap pengacara Tannur bernama Lisa Rachmat. Teranyar, mantan pejabat MA Zarof Ricar, ikut terjaring dalam pengembangan OTT Kejagung. Ia diduga terlibat dalam upaya dugaan suap terhadap hakim dalam mengatur vonis bebas untuk Ronald Tannur.
Bahkan, saat menangkap Zarof, Kejagung juga berhasil menyita uang sebesar Rp 920 miliar dan 51 Kg emas.
"Dalam kesempatan ini kita juga mengapresiasi Kejaksaan yang telah menunjukkan kinerjanya dan bahkan mereka berani melakukan operasi tangkap tangan dan hasilnya juga kita lihat sangat signifikan," ucap Yudi.
ADVERTISEMENT
"Bahkan, terbaru berhasil menyita uang hampir Rp 1 triliun. Tentu ini merupakan prestasi yang harus diapresiasi dari Kejaksaan," sambungnya.
Ketua IM57+ Institute yang juga eks penyidik KPK Praswad Nugraha. Foto: Dok. Istimewa
Terpisah, Ketua IM57+ Institute –wadah eks pegawai KPK–, Praswad Nugraha, menyatakan hal serupa. Ia meminta KPK tak menganggap remeh OTT, yang merupakan cara ampuh menindak koruptor.
"Semakin KPK menyatakan tidak perlu OTT, semakin nyata bahwa memang KPK sudah tidak independen lagi. Karena hanya OTT satu-satunya metode pemberantasan korupsi yang tidak bisa diintervensi di level mana pun," kata Praswad saat dikonfirmasi, Sabtu (26/10).
Eks penyidik KPK itu menilai, jika ada pihak yang menyatakan anti terhadap OTT yang dilakukan KPK, maka mereka tak ingin mendukung keberhasilan pemberantasan korupsi.
"Sudahlah berhenti beretorika, kondisi kita sudah darurat korupsi," tutup dia.
ADVERTISEMENT

KPK Berfokus Penyelamatan Aset yang Lebih Besar

Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat diwawancarai wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/10/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut pembuktian OTT cenderung lebih mudah dilakukan. Lembaga antirasuah sempat 'puasa' selama lebih 8 bulan hingga akhirnya melakukan OTT lagi di Kalimantan Selatan pada 6 Oktober 2024 lalu.
Tessa menyebut, KPK memang dulu terkenal dengan tangkap tangan. Namun, kini KPK berfokus untuk penyelamatan aset yang lebih besar, dengan membangun kasus.
"Karena pada saat KPK berdiri itu kita selain hanya tangkap tangan yang mudah, karena tangkap tangan itu cenderung mudah ya, ada informasi, ada pemberi, ada penerima, ada barang bukti, langsung ditangkap, selesai," kata Tessa dalam program Tanya Jubir KPK di siaran langsung Instagram KPK, Jumat (25/10) kemarin.
ADVERTISEMENT
"Nah, tetapi dalam jangka panjangnya tentunya, kita menginginkan adanya penyelamatan aset yang lebih besar," lanjut dia.
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
Ia menyebut, penyelamatan aset itu biasanya berada di ranah pengadaan yang menghasilkan kerugian negara mencapai triliunan. Pembuktiannya lebih kompleks.
"Untuk penyelamatan aset ini ada di ranah proses-proses pengadaan biasanya. Proses pengadaan yang sifatnya atau yang jumlahnya tentunya sampai triliunan, dan ini tidak bisa atau penanganannya bukan lagi tangkap tangan," jelas Tessa.
"Walaupun mungkin tangkap tangan tidak menjadi fokus, tetapi masih tetap bisa dilakukan," imbuh dia.
Hal yang sama sempat disampaikan oleh Tessa pada Rabu (25/9). Saat itu ia diminta respons atas 8 bulan KPK tak kunjung melakukan OTT, sebelum akhirnya melakukannya kembali dalam kasus dugaan korupsi di Kalimantan Selatan.
ADVERTISEMENT
"Saat ini KPK mulai berfokus untuk penindakan berbasis case building (membangun sebuah kasus), yang mana tujuan akhirnya adalah dalam rangka penyelamatan aset negara yang lebih besar," ungkap Tessa saat itu.