Eks Pimpinan KPK: Kasus Haris-Fatia Bentuk Keangkuhan dan Kesombongan Kekuasaan

7 Maret 2023 10:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Polda Metro Jaya, Senin (6/3/2023). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Polda Metro Jaya, Senin (6/3/2023). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto (BW), menyebut kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang saat ini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) adalah sebuah bentuk keangkuhan kekuasaan. Haris dan Fatia terjerat kasus UU ITE.
ADVERTISEMENT
"Keangkuhan dan kesombongan kekuasaan yang disertai dengan instrumentasi alat institusi penegakan hukum," kata BW dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/3).
Padahal, kata BW, mereka menyampaikan fakta dalam kapasitas sebagai pembela HAM. Menggunakan haknya untuk mengeluarkan pendapat yang sepenuhnya ditujukan kepada unsur kekuasaan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan yang lebih baik.
BW menyebut tindakan terhadap Haris dan Fatia merupakan ‘keangkuhan dan kesombongan' karena adanya fakta dan kecenderungan atas semakin rendahnya toleransi kekuasaan atas kritik.
"Kian miskinnya kekayaan rasa bahasa dalam percakapan serta dikukuhkan hukum sebagai “alat pemukul” di dalam “toleransi dan rasa bahasa," kata BW.
"Hal ini makin jelas dan faktual jika dibanding Orde Reformasi dengan Orde Lama, di mana Orde Reformasi menjadi jauh lebih buruk dengan situasi Orde Lama," sambungnya.
Bambang Widjojanto. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
BW mencontohkan, pada era Orde Lama, kelompok anti-Sukarno pernah membuat Presiden Sukarno naik pitam karena memberi Hartini ‘gelar’ menyakitkan: 'Lonte Agung'. Kala itu, kata dia, juga beredar luas pernyataan 'Satu menteri satu istri' dan 'Stop impor istri'.
ADVERTISEMENT
Menurut BW, semua frasa kata itu merujuk pada istri Sukarno berdarah Jepang, Ratna Sari Dewi.
"Apa yang dilakukan Fatia dan Haris ditujukan untuk membeberkan situasi HAM di Papua atas fakta eksploitasi sejumlah perusahaan ekstraktif yang memberikan dampak kerusakan di Papua," tambahnya.
Menurut BW, pernyataan yang menyebutkan nama 'Lord Luhut' di dalam YouTube Haris Azhar atas situasi di atas adalah hasil riset.
"Yang jauh lebih penting lagi, percakapan di dalam Youtube itu merupakan '… bentuk pernyataan atas dasar kepentingan publik yang harus dibuka seluas-luasnya terkait situasi politik dan dugaan keterlibatan pejabat publik dalam ekstraktif industri di Indonesia yang mengakibatkan banyaknya faktor pelanggaran HAM yang terjadi di Papua …'," kata BW.
ADVERTISEMENT
Sehingga BW menyebut, hari pelimpahan kasus Fatia-Haris pada Senin (6/3) ke Kejari Jaktim potensial disebut didaulat sebagai Hari Kriminalisasi, jika kekuasaan masih terus memaklumatkan keangkuhannya dan memaksakan kepentingannya.
"Padahal hal tersebut juga secara nyata melawan Konstitusi, UU HAM dan berbagai peraturan perundangan lainnya. Kita harus melawan setiap upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai suatu 'Negara Hukum Kriminalisasi'," ungkap BW.
Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan saat groundbreaking Proyek Pomalaa di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Minggu (27/11/2022). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Mantan Ketua YLBHI ini menegaskan, di dalam Konstitusi, khususnya di dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 dan di Pasal 44 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta di dalam Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009, telah dikemukakan secara eksplisit soal kebebasan menyampaikan pendapat.
"Publik sangat mengharapkan agar Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung untuk melakukan tindakan hukum yang mencerminkan perwujudan dari negara hukum yang demokratis sesuai Konstitusi," pungkas BW.
ADVERTISEMENT
Berkas perkara Haris dan Fatia telah dinyatakan lengkap atau P-21. Sehingga, sebentar lagi kasusnya bakal memasuki tahap persidangan.
Kasus ini bermula dari unggahan video yang tayang di kanal YouTube Haris Azhar dengan judul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya Jenderal BIN Juga Ada!!NgeHAMtam'.
Dalam video itu, Haris dan Fatia menyebut Luhut sebagai salah satu orang yang berada di balik perusahaan bisnis tambang di Papua. Merasa tidak terima, Luhut kemudian melaporkan keduanya ke Polda Metro Jaya pada Rabu, 22 September 2021.
Haris dan Fatia yang dijerat UU ITE kemudian jadi tersangka, tapi tidak ditahan.