Eks Pimpinan KPK Sebut Perizinan Kelautan Jadi Sumber Korupsi

21 Februari 2020 17:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi panel memperkuat upaya pemberantasan ilegal, unreported, dan unregulated fishing (IUU) dan kejahatan transnasional di kelautan IOJI dan WRI. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi panel memperkuat upaya pemberantasan ilegal, unreported, dan unregulated fishing (IUU) dan kejahatan transnasional di kelautan IOJI dan WRI. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua KPK Laode Syarief menjabarkan sejumlah masalah kelautan yang menjadi sumber korupsi di Indonesia. Yang paling menjadi problem besar terkait perizinan.
ADVERTISEMENT
Laode menyebut manipulasi ukuran kapal hingga oknum aparat yang menerima suap untuk memberikan perizinan kapal.
"Sistem perizinan sekarang ada perbaikan tapi belum semua, sehingga itu bisa menjadi korupsi. Misal ukuran tonase kapal yang sering dimanipulasi. Ini hasil kerjaan saya di KPK dengan KKP jadi maksudnya setiap saya bicarakan ini alhamdulillah benar," kata Laode dalam diskusi 'Memperkuat upaya pemberantasan illegal, unreported dan unregulated fishing (IUU) dan kejahatan transnasional terorganisir di sektor perikanan' di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Jumat (21/2).
Selain itu, kata dia, sejumlah aparat masih menerima suap. Ia menyebut kasus suap bisa diungkap apabila terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT). Laode juga mengatakan kebijakan pemerintah pusat dan daerah belum sinkronisasi dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Pengawasan di daerah kita berharap jauh lebih baik ternyata jauh lebih buruk dibanding yang ditingkat nasional dan masih banyak aparat yang terima suap tapi kalau suap harus OTT kalau tidak susah," tuturnya.
Pimpinan KPK Laode M Syarif saat dialog publik dengan topik “Jangan Biarkan Lilin Perjuangan Pemberantasan Korupsi Padam” di Gedung KPK C1, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Lalu, tidak sinkronnya kebijakan pusat dan daerah jadi tata kelolanya memang masih lambat," tuturnya.
Direktur Eksekutif Kemitraan dan pendiri Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) itu menuturkan sebaiknya setelah izin diberikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan tetap harus memantau kapal yang berada di laut.
"Kalau sudah diberi izin seharusnya kita harus monitor apa dia taat atau tidak, yang berikutnya aparat KKP jumlah terbatas, kapasitasnya juga sangat terbatas, laut kita salah satu yang terbesar di dunia jadi tidak seimbang," tuturnya.
"Tapi ini hasil yang betul saya dapatkan dari lapangan dan masih banyak pengawasnya ini sudah lengkap pun dia masih bisa disuap. Jadi saya pikir kembali ke sistem sebenarnya sesuatu yang sudah kita tahu bukan sesuatu yang susah sekali kalau kita mau," pungkas Laode.
ADVERTISEMENT