Eks Pimpinan KPK Usul Pasal 3 UU Tipikor, Jadi Begini Bunyinya

14 November 2024 21:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chandra M Hamzah memberikan keterangan pers terkait Revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Chandra M Hamzah memberikan keterangan pers terkait Revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Frasa yang termuat dalam Pasal 3 UU Tipikor menuai sorotan. Salah satunya dari Eks Pimpinan KPK periode 2007-2012 Chandra Hamzah yang menilai, terdapat dua frasa yang dapat melemahkan hukum.
ADVERTISEMENT
Di antaranya frasa “yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” serta awal kalimat “setiap orang”. Chadra berpandangan kedua frasa ini dapat memberikan kesempatan bagi pelaku untuk terbebas dari tindak pidana korupsi yang menjeratnya.
“Pasal 3 masih ada ini, melawan hukumnya menggunakan kewenangan kesempatan yang diberikan kepadanya,” ujar Chandra di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Kamis (14/11).
Chandra menyarankan, diperlukan adanya perbaikan pada pasal 3 tersebut guna memudahkan aparat penegak hukum dalam membuktikan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan sang pelaku.
Chandra mengusulkan untuk memperbaiki pasal 3 sesuai rekomendasi yang diberikan oleh United Nations Convention againts Corruption (UNCAC).
Pada pasal 3 UU Tipikor, UNCAC menyarankan frasa “yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” untuk dihilangkan karena dapat membatasi upaya pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Selanjutnya, mengganti kata "Setiap Orang" dengan kata "Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara”.
Sehingga nantinya Pasal 3 UU Tipikor akan bunyi sebagai berikut:
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Adapun berikut pasal 3 sebelum disarankan untuk direvisi:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
ADVERTISEMENT
Chandra mengatakan, rekomendasi ini juga merupakan catatan bagi Indonesia. Sebab dari awal masyarakat Indonesia didik bahwa korupsi itu merugikan negara padahal dalam literatur menyebutkan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan fungsi otoritas.
“[Kita] di didik dari awal bahwa korupsi itu merugikan negara itu padahal literature yang ada tidak merugikan negara, tetapi penyalahgunaan fungsi otoritas. Lihat aja di internet. Apa itu korupsi? Menyalahgunakan kekuasaan,” imbuhnya.