Eks Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Dituntut atas Pelanggaran HAM

25 Juli 2022 13:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa. Foto: Justin Lane/Pool via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa. Foto: Justin Lane/Pool via REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah organisasi pembela hak asasi manusia berbasis di Afrika Selatan, the International Truth and Justice Project (ITJP), mengajukan tuntutan pidana terhadap mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa.
ADVERTISEMENT
Tuntutan pidana itu telah disampaikan oleh ITJP ke jaksa agung Singapura, negara di mana Rajapaksa dikabarkan tengah bersembunyi usai melarikan diri dari negaranya pada bulan ini.
Berdasarkan hasil investigasi dan data-data dugaan pelanggaran yang dikumpulkan oleh ITJP, Rajapaksa dilaporkan berperan dalam perang saudara yang berlangsung selama 25 tahun di Sri Lanka.
Perang saudara antara pemberontak separatis dari etnis minoritas Tamil dan angkatan bersenjata pemerintah Sri Lanka baru dapat diakhiri pada 2009 silam. Berbagai kelompok pembela hak asasi manusia menuding kedua belah pihak berperan dalam pelanggaran selama perang berlangsung.
Dalam sebuah dokumen pengaduan setebal 63 halaman yang diajukan ITJP pada Sabtu (23/7/2022), pihaknya mengatakan Rajapaksa telah melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa ketika ia menjabat sebagai kepala pertahanan saat perang saudara itu terjadi.
ADVERTISEMENT
ITJP berpendapat bahwa berdasarkan yurisdiksi universal, dugaan pelanggaran dapat dituntut di Singapura, di mana Rajapaksa dikabarkan tengah berada saat ini.
Direktur eksekutif ITJP Yasmin Sooka mengkonfirmasi pengajuan pengaduan tersebut pada Minggu (24/7/2022).
“Kami percaya dia memiliki kasus untuk dijawab. Pengaduan hukum menyatakan bahwa Gotabaya Rajapaksa melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa dan pelanggaran hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional selama perang saudara di Sri Lanka yang meliputi pembunuhan, eksekusi, penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, pemerkosaan, dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, perampasan kebebasan, penderitaan fisik dan mental yang parah, dan kelaparan,” beber Sooka, dikutip dari Al Jazeera.
Demonstran unjuk rasa di dalam Gedung Presiden, setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri, di Kolombo, Sri Lanka, Sabtu (9/7). Foto: Dinuka Liyanawatte/REUTERS
“Gotabaya pada bulan September 2008 memerintahkan penarikan segera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan badan-badan bantuan dari zona perang untuk memastikan bahwa tidak akan ada saksi atas pembantaian yang dilakukan terhadap warga sipil (Tamil) oleh tentara Sri Lanka. Pengajuan kami ke jaksa agung menyerukan penangkapan, penyelidikan, dan dakwaan terhadap Gotabaya Rajapaksa. Itu adalah dasar dari kasus kami,” tegas dia.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ITJP juga mengajukan dua gugatan perdata terhadap Rajapaksa. Salah satunya diproses di tempat parkir California, Amerika Serikat (AS), pada 2019. Rajapaksa adalah warga negara AS pada saat itu. Namun, kedua kasus ditarik setelah Rajapaksa diberikan kekebalan diplomatik setelah menjadi presiden pada akhir tahun itu.
Meski demikian, hingga kini, Rajapaksa tidak dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan melalui Kedubes Sri Lanka di Singapura. Ia sebelumnya bersikeras membantah tuduhan bahwa dia bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia selama perang saudara berlangsung.
Dari pihak juru bicara jaksa agung Singapura juga belum memberikan tanggapan mengenai hal ini. Kementerian Luar Negeri Singapura mengatakan, Rajapaksa mendatangi Negeri Singa itu dalam rangka kunjungan pribadi dan tidak mencari atau diberikan suaka.
ADVERTISEMENT