Eks Raja OTT: Integritas KPK Hancur Berkeping-Keping karena Ulah Oknum Pimpinan

12 Juli 2022 19:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menyampaikan klarifikasi dalam konperensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/4).  Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menyampaikan klarifikasi dalam konperensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/4). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Integritas yang dibangun selama bertahun-tahun oleh KPK runtuh akibat ulah oknum pimpinannya. Hal itu yang dirasakan oleh mantan Raja OTT KPK Harun Al Rasyid, menyusul pengunduran diri Lili Pintauli Siregar, di tengah sidang dugaan etik penerimaan gratifikasi akomodasi dan tiket nonton MotoGP dari BUMN.
ADVERTISEMENT
"Hari ini, nasi telah menjadi bubur. Nilai-nilai integritas, moral dan etik yang bertahun tahun menjadi pembeda antara KPK dengan lembaga lainnya telah rusak dan hancur berkeping-keping," kata Harun kepada wartawan, Selasa (12/7).
"Semua harus dibayar mahal oleh Insan KPK, karena oknum nakal LPS (Lili Pintauli Siregar) sebagai pimpinan KPK," sambung dia.
Di sisi lain, Harun menilai pimpinan KPK Jilid V ini merupakan yang paling terlemah dan gagal dalam menjalankan hubungan koordinatif dalam pekerjaan maupun melakukan hubungan antara pimpinan. Hal ini terlihat dari mencuatkan kasus dugaan penerimaan gratifikasi oleh Lili.
"Tapi dalam konteks gratifikasi nonton MotoGP ini kan sepertinya pimpinan lain pada cuci tangan dan kaki. Tidak boleh seperti itu harusnya. Saling menjaga, saling mengawasi, saling menasehati di antara pimpinan KPK harusnya terjadi dan selayaknya terus dilakukan," kata Harun.
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK, Harun Al Rasyid. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Harun menilai, kredibilitas KPK dipertaruhkan soal etik macam ini. Apalagi perbuatan Lili menyangkut dugaan pidana.
"Pimpinan KPK lainnya mestinya tahu ke mana LPS pergi pada saat itu. Dalam artian LPS mengajukan izin ke mana pada waktu itu. Di samping itu pimpinan lain juga perlu juga bertanya kalo LPS dibiayai siapa? difasilitasi siapa? berapa hari? mestinya bisa ditanya untuk saling menjaga marwah pimpinan KPK dan lembaga," ucap Harun.
Terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi ini, dia berharap bisa ditindaklanjuti secara pidana. Aparat penegak hukum, baik Polisi, Jaksa maupun KPK harus berani mengusutnya.
"Ini menjadi preseden yang baik bila aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK) mengambil inisiatif untuk kemudian melakukan penyelidikan dalam ranah pidananya" ucap dia.
Novel Baswedan (kanan) dan Kasatgas Penyidik KPK Harun Al Rasyid (kiri) saat memedikan keterangan di kantor Komnas HAM, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
"Saya berharap sebagai mantan pegawai KPK agar kasus gratifikasi oleh LPS ini dibawa ke ranah terang hukum pidana. Bisa Kepolisian dan Kejaksaan yang tangani agar hukum bisa tegak walau "bumi mau runtuh sekalipun". Menjadi pelajaran dan preseden baik bagi masyarakat untuk bisa tetap percaya pada penegakan hukum yang berkeadilan dan berkepastian," pungkas Harun yang kini merupakan ASN Polri.
ADVERTISEMENT