Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Eks Satgas: Ada yang Berusaha Mengecilkan Angka Kematian Corona, Berbahaya
28 September 2020 14:55 WIB
![Prof. Dr. dr. Akmal Taher. Foto: Rumah Sakit St. Carolus](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1601093906/luuirmo8rw6elmvlv7v8.jpg)
ADVERTISEMENT
Eks Kabid Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19 Prof Dr dr Akmal Taher memberikan tanggapan terkait adanya pihak yang ingin mengubah definisi kematian corona . Ia merasa aneh dengan adanya keinginan itu.
ADVERTISEMENT
"Jadi gini, memang ini lagi hot juga tentang definisi kematian karena COVID. Itu bukan hoaks, apa sih yang dipersoalkan? Ini kan jelas kita pakai definisi dalam keadaan wabah secara epidemiologis," kata Akmal dalam webinar Obrolan Kawal di akun CISDI TV, dikutip kumparan, Senin (28/9).
Karena, lanjut dia, kalau kita mau benar-benar diskusi soal sebab kematian bakal jadi perdebatan panjang. Secara klinis saja, penyebabnya bisa dilihat dari berbagai sudut pandang.
"Kalau kita tahu laporan rumah sakit dijelaskan pasien meninggal karena apa, karena gagal napas, gagal napas karena apa? Karena pneumonia. Terus pneumonianya karena apa? Disebabkan oleh COVID. Lalu yang dinamakan sebab kematian yang mana?" tutur ahli urologi yang pekan lalu mundur dari Satgas COVID-19 ini.
ADVERTISEMENT
"Itu kan tergantung kita mau pakai apa. Enggak ada itu 6 persen karena COVID. Karena kalau sekali kita mengatakan bahwa orang punya komorbid itu immune system-nya rendah. Kemudian dia kena COVID, kemudian meninggal, apa kita sebut bukan karena COVID?" tutur Akmal.
"Untuk keperluan cerita tentang prevalens itu kita mesti pakai karena COVID," tegasnya.
Akmal kemudian menjelaskan terkait faktor penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Akmal menegaskan orang dengan penyakit penyerta kemudian terdapat virus corona di dalamnya, ia tetap dinyatakan meninggal karena corona.
"Kenapa? Penyebab (kematian) paling sering itu, kalau di Indonesia sangat jelas. Ada stroke, jantung, diabetes, hipertensi. Di beberapa negara cancer, di Indonesia belum. Yang mau saya katakan adalah ini penyerta dari COVID. Terus kita mau bilang apa? " urai dia.
ADVERTISEMENT
"Ini bukan cuma 6 persen, tiba-tiba ini COVID yang beneran yang mana? Kalau dia karena immune system rendah kemudian lebih cepet mati karena yang lain ini enggak ada lain itu penyebabnya COVID," imbuh Akmal.
Menurut Akmal, sangat penting untuk mengatakan kalau COVID adalah penyebab dari kematian orang dengan penyakit penyerta itu. "
"Yang enggak boleh dimasukkan adalah, orang COVID OTG kemudian tabrakan di jalan, dibawa ke rumah sakit (lalu disebut) ini meninggal karena COVID, nih. Itu enggak masuk akal," jelas Akmal.
Pemprov Jatim Surati Terawan
Isu meredefinisi kematian berembus pekan lalu. Pemprov Jatim melalui Gubernur Khofifah Indar Parawansa menyurati Menkes Terawan Agus Putranto. Mereka ingin definisi kematian corona diubah.
ADVERTISEMENT
Alasannya: kematian corona di Jatim tinggi karena yang meninggal mayoritas pasien dengan penyakit komorbid (penyakit penyerta). Jadi, mereka ingin ada pembedaan antara kematian corona dengan kematian pasien corona dengan penyakit komorbid.
Kemenkes pun telah memberikan respons. Mereka memberi sinyal menyetujui untuk membahas soal definisi kematian corona
''Penurunan angka kematian harus kita intervensi dengan membuat definisi operasional dengan benar, meninggal karena COVID-19 atau karena adanya penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO, dan juga dukungan BPJS Kesehatan dalam pengajuan klaim biaya kematian pasien disertai COVID-19," tutur Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr. H. M Subuh dalam situs resmi Kemenkes, dikutip kumparan, Selasa (22/9).
ADVERTISEMENT
"Pemerintah Indonesia menggunakan definisi kematian COVID-19 merujuk pada acuan WHO, dan itu dituangkan dalam KMK/HK/01/07/Menkes/2020. Prinsipnya kasus kematian yang dilaporkan adalah konfirmasi berat dan probable dan kasus probable adalah suspek dengan ISPA berat," kata Prof Wiku dalam keterangannya, Selasa (22/9).