Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Eks Staf Syafri Adnan Minta Penjelasan DJSN soal Kasus Pemerkosaan
3 Februari 2019 17:10 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
ADVERTISEMENT
Kasus pelecehan seksual terhadap eks staf yang diduga dilakukan oleh Syafri Adnan Baharuddin--mantan anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan--terus mencari keadilan. Setelah Keprres pemberhentian Syafri terbit, korban tetap menuntut Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menjelaskan hasil pemeriksaan terkait kasus dugaan pemerkosaan yang dialaminya.
ADVERTISEMENT
“Saya butuh laporan itu agar saya bisa melanjutkan hidup saya, saya bisa membuktikan kepada orang-orang yang terus menerus mempertanyakan mengapa baru lapor, mengapa sudah 4 kali baru lapor, saya butuh itu,” ujar RA saat konperensi pers di Lokataru Institute, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (3/2).
Setelah Keppres
No 12 Tahun 2019 tentang pemberhentian Syafri ditandatangani oleh Presiden Jokowi, korban kehilangan legal standing dalam memperjuangkan kasus ini di DJSN. Karena itu, dia berharap Keppres itu dibatalkan.
"Saya kira kenapa saya menuntut sekali laporan hasil DJSN, saya lelah, saya ingin nama baik saya terpulihkan, karena seharusnya DJSN telah membentuk sidang mereka menemukan tidak etisnya percakapan atau bukti lain yg saya serahkan kepada tim panel dan ketua sidang DJSN,”
Penamping korban, Haris Azhar menambahkan memang ada kejanggalan pada proses penyelidikan DJSN. Menurut Haris, DJSN tidak mau terbuka dengan hasil penyelidikan tersebut. Padahal tim panel DJSN sudah meminta keterangan kepada beberapa saksi, termasuk Syafri Adnan, korban dan ibunda korban.
ADVERTISEMENT
“Enggak jelas, enggak ada yang mau jawab. Sekedar ada Keppres (pemberhentian Syafri) dan mereka kabur,” ujar Haris.
Hingga saat ini Haris dan semua pendamping korban akan menyurati Presiden Jokowi terkait kasus ini. Ia berharap Presiden dalam membatalkan Keppres itu agar hasil penyelidikan DJSN bisa dikeluarkan ke publik.
“Nanti kita kirim surat dulu. Kalau dalam kirim surat itu tidak dihiraukan mungkin kita ke pengadilan tata usaha negara,” ujar Haris.
Sebelumnya kasus ini bermula ketika korban mengaku mengalami kekerasan seksual dari atasannya Syafri yang saat itu masih menjabat sebagai anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
Ia mengaku mendapat kekerasan seksual dan perkosaan dari Syafri selama dua tahun, sejak 23 September 2016 hingga 16 Juni 2018.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pada 26 November lalu, setelah lama dalam keadaan terpuruk dengan kondisi ini, korban berupaya untuk melawan tindakan yang selama ini dilakukan oleh atasannya termasuk dengan mengirim surat ke Presiden Joko Widodo.
Korban pun melaporkan Syafri Adnan ke Bareskrim Polri pada 2 Januari lalu. Tak lama setelah itu, Syafri pun melaporkan balik RA ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.