Eks Staf Tuntut Keppres Pemberhentian Syafri Adnan Dibatalkan

3 Februari 2019 16:16 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
RA dan para pendamping memberikan konferensi pers terkait Kepres Pemberhentian SAB sebagai Dewan Pengawas BPJS di Lokataru Institute, Jakarta Timur. Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
RA dan para pendamping memberikan konferensi pers terkait Kepres Pemberhentian SAB sebagai Dewan Pengawas BPJS di Lokataru Institute, Jakarta Timur. Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan seksual yang menimpa mantan staf Syafri Adnan Baharuddin--mantan anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan--belum selesai. Korban menilai, surat pemberhentian dari Presiden Joko Widodo membuat posisinya makin tersudut.
ADVERTISEMENT
Dalam Keppres nomor 12 tahun 2019 tentang pemberhentian Syafri, tertulis, dia diberhentikan secara terhormat. Sebab, adanya surat itu, maka penyelidikan kasus di Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) akan terhenti. Untuk itu, korban meminta Keppres itu dibatalkan.
“Poinnya meminta isi Keppresnya dibatalkan. Dampaknya DJSN itu seolah-olah mau bilang enggak penting periksa SAB karena sudah bukan dewan pengawas BPJS lagi,” ujar pendamping korban, Haris Azhar di Lokataru Institute, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (3/1). “Kan panel itu boleh memeriksa kalau dia terkait dengan BPJS. SAB kan masih BPJS waktu dilaporkan. Begitu dia diberhentikan DJSN jadi kehilangan legal standing memeriksa itu,” tambahnya. Haris juga menilai ada beberapa kejanggalan dari turunnya Keppres tentang pemberhentian Syafri tersebut. Terutama karena sikap DJSN yang langsung lepas tangan ketika Keppres keluar. Padahal tim panel sudah memeriksa beberapa saksi terkait kasus tersebut. Selain itu, Keppres tersebut tidak mendasari pemberhentian Syafri atas laporan korban kepada Sekretariat Negara. Melainkan karena pengunduran diri dari Syafri sebagai Dewan Pengawas. Selain itu, dalam kesempatan yang sama, korban menuturkan, ia membutuhkan kesimpulan dari tim panel DJSN itu untuk klarifikasi dan memulihkan nama baiknya di mata publik. “Saya menuntut laporan DJSN. Saya lelah dan nama baik saya terpulihkan. Mereka menemukan tidak etisnya percakapan yang saya serahkan. Saya butuh kesimpulan. Saya butuh surat agar ini jadi kemenangan kaum perempuan,” tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya kasus ini bermula ketika korban mengaku mengalami kekerasan seksual dari atasannya Syafri yang saat itu masih menjabat sebagai Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
Ia mengaku mendapat kekerasan seksual dan perkosaan dari Syafri selama dua tahun, sejak 23 September 2016 hingga 16 Juni 2018.
Akhirnya, pada 26 November lalu, setelah lama dalam keadaan terpuruk dengan kondisi ini, korban berupaya untuk melawan tindakan yang selama ini dilakukan oleh atasannya termasuk dengan mengirim surat ke Presiden Joko Widodo.
Korban pun melaporkan Syafri Adnan ke Bareskrim Polri pada 2 Januari lalu. Tak lama setelah itu, Syafri pun melaporkan balik RA ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.