Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Eks Teroris Bom Semarang: Jihad Kami Dulu Sendiri, Tak Ajak Anak-Istri
18 Mei 2018 15:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Mantan teroris Semarang Machmudi Haryono alias Yusuf Adirima (42) kini sudah jauh meninggalkan kehidupan lamanya. Yusuf saat ini sibuk sebagai pebisnis dan tak pernah lagi bersentuhan dengan aksi terorisme.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan, Yusuf yang menceritakan sekelumit kisahnya saat masih bergabung dengan jaringan teroris pada tahun 2000-an. Ada beberapa pergeseran pola serangan teroris yang ia ikuti dahulu dengan saat ini.
Menurutnya aksi teror yang melibatkan anak-istri muncul baru-baru ini. Dahulu saat dia masih aktif dalam jaringan tersebut, tidak ada perintah atau ajakan untuk melibatkan anak-istri mereka.
"Secara umum itu memang enggak ada tuntunan ngajak wanita dan anak-anak, dalam protap jihadis enggak ada. Dan itu mungkin saya katakan ketika di daerah konflik suasana perang setiap hari dan sebagainya," ujar Yusuf, Jumat (18/5).
"Tetapi begitu pindah ke Indonesia, jelas negaranya damai tidak ada perang. Mestinya fungsi utama ya laki-laki tidak melibatkan perempuan," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian dia mengaku tak heran mengapa keluarga bisa terlibat dalam aksi teror. Menurut Yusuf, sangat mudah bagi para teroris untuk menularkan ajaran yang mereka yakini kepada keluarga dan orang-orang terdekat mereka.
"Orang yang dekat itu lumrah kok dipengaruhi, adik, kakak, ipar, mereka yang sering ketemu dijadikan target untuk dipengaruhi. Termasuk istri itu ya mungkin gini bilangnya 'Kalau kamu berpisah dengan aku, aku masuk surga kamu di neraka kalau kamu enggak ikut," bebernya.
Yusuf menyebut, dalam ajaran yang dia terima dahulu, sistem demokrasi di Indonesia disebut kafir, karena membuat hukum selain hukum dari Allah. Mereka diwajibkan untuk memerangi semua pihak yang dianggap kafir tersebut.
"Jadi ada (misalnya) orang-orang di Surabaya yang mengatakan hidup di Surabaya itu hidup di negara kafir, dan mereka kafir, boleh dibunuh. Itu yang agak riskan dari ajaran mereka. Menyimpang," ucapnya.
Yusuf bergabung dengan aliran radikal Jamaah Islamiyah (JI) pada tahun 2000-an dan pernah mengikuti pelatihan terorisme di Filipina selama 2 tahun. Pada 2003 dia ditangkap karena kedapatan menyimpan 1 ton bahan peledak berupa amunisi dan 26 bom rakitan yang diperkirakan daya ledaknya dua kali lipat dari Bom Bali.
ADVERTISEMENT
Yusuf divonis 10 tahun penjara namun ia hanya menjalani hukuman 5 tahun 6 bulan karena mendapat remisi berkali-kali. Selama di penjara dia merenung dan mengubah sudut pandangnya soal Islam, khususnya terkait makna jihad. Kini Yusuf sudah tak lagi bersinggungan dengan terorisme dan memilih menjadi pebisnis.