Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Diduga Terima Suap Rp 8 Miliar

7 Desember 2023 20:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wamenkumham Eddy Hiariej berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023).
 Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wamenkumham Eddy Hiariej berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK mengungkap kasus yang menjerat Eddy Hiariej. Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu diduga menerima suap hingga Rp 8 miliar.
ADVERTISEMENT
Hal itu terungkap dalam penjelasan KPK saat menahan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, Kamis (7/12).
Pemberian suap ini diduga terkait dua hal, yakni pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM serta janji pemberian SP3 kasus di Bareskrim.
Eddy Hiariej diduga melakukan aksinya bersama asisten pribadinya yang bernama Yogi Arie Rukmana serta pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi. Sementara pemberi suap ialah Helmut Hermawan.
Keempatnya sudah dijerat sebagai tersangka. Namun, baru Helmut yang ditahan.
“KPK menetapkan dan mengumumkan 4 orang tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Konstruksi Kasus

Konpers penahanan tersangka dugaan suap di lingkungan Kemenkumham. Foto: Youtube/KPK RI
Pemberian pertama diduga terkait sengketa dan perselisihan internal di PT Citra Lampia Mandiri dari tahun 2019 sampai dengan 2022.
Untuk menyelesaikan sengketa itu, Helmut Hermawan berinisiatif mencari konsultan hukum. Pada akhirnya pilihan itu jatuh pada Eddy Hiariej yang dilantik menjadi Wamenkumham pada Desember 2022.
ADVERTISEMENT
Tindak lanjutnya, terjadi pertemuan yang dilakukan di rumah dinas Eddy Hiariej pada April 2022. Pertemuan itu dihadiri oleh Helmut dan jajarannya, Eddy Hiariej, Yosi, dan Yogi.
Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan: Eddy Hiariej siap memberikan konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum PT Citra Lampia Mandiri. Diduga, ada kesepakatan pemberian uang pula.
“EOSH (Eddy Hiariej) kemudian menugaskan YAR (Yogi) dan YAM (Yosi) sebagai representasi dirinya,” kata Alex.
“Besaran fee yang disepakati untuk diberikan HH (Helmut) pada EOSH (Eddy Hiariej) sejumlah sekitar Rp 4 miliar,” sambungnya.
Wamenkumham Eddy Hiariej berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Menurut Alex, kemudian sempat pula terjadi hasil RUPS PT Citra Lampia Mandiri terblokir dalam sistem administrasi badan hukum Kemenkumham. Blokir sebagai akibat sengketa internal.
Atas hal tersebut, Helmut kembali meminta bantuan EOSH (Eddy Hiariej) untuk membantu proses buka blokir.
ADVERTISEMENT
“Atas kewenangan EOSH (Eddy Hiariej) selaku Wamenkumham maka proses buka blokir akhirnya terlaksana,” ungkap Alex.
“Informasi buka blokir disampaikan langsung EOSH (Eddy Hiariej) pada HH (Helmut),” imbuhnya.
KPK meyakini bahwa Helmut kembali memberikan uang sekitar Rp 1 miliar. Uang diduga untuk keperluan Eddy Hiariej maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Pemberian kedua diduga terkait permasalahan hukum Helmut di Bareskrim Polri. KPK belum mengungkap kasus yang dimaksud. Bareskrim juga belum berkomentar mengenai hal tersebut.
Hanya disebutkan bahwa Eddy Hiariej diduga menjanjikan kasus dapat dihentikan.
“EOSH (Eddy Hiariej) bersedia dan menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3 dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp 3 miliar,” ungkap Alex.
ADVERTISEMENT
KPK menduga ada total pemberian Rp 8 miliar. Transaksi diduga melalui dua orang kepercayaan Eddy Hiariej, yakni Yosi dan Yogi.
“Dasar kesepakatan antara HH (Helmut) dan EOSH (Eddy Hiariej) untuk teknis pengiriman uang di antaranya melalui transfer rekening bank atas nama YAR (Yogi) dan YAM (Yosi),” papar Alex.
“KPK menjadikan pemberian uang sejumlah sekitar Rp 8 miliar dari HH (Helmut) pada EOSH (Eddy Hiariej) melalui YAR (Yosi) dan YAN (Yogi) sebagai bukti permulaan awal untuk terus ditelusuri dan didalami hingga dikembangkan,” pungkas Alex.
Eddy belum berkomentar terkait kasus ini. Dia saat ini tengah mengajukan upaya hukum berupa praperadilan di PN Jakarta Selatan.