Ekuador Dihantam Krisis, Warga Adat Blokir Jalan Utama ke Ibu Kota

14 Juni 2022 11:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demonstran bentrok dengan polisi anti huru hara, saat masyarakat adat memprotes kebijakan ekonomi dan lingkungan Presiden Ekuador Guillermo Lasso, di Quito, Ekuador, Senin (13/6/2022). Foto: Johanna Alarcon/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Demonstran bentrok dengan polisi anti huru hara, saat masyarakat adat memprotes kebijakan ekonomi dan lingkungan Presiden Ekuador Guillermo Lasso, di Quito, Ekuador, Senin (13/6/2022). Foto: Johanna Alarcon/REUTERS
ADVERTISEMENT
Puluhan pribumi memblokir jalanan di seluruh Ekuador pada Senin (13/6/2022). Para pengunjuk rasa itu memprotes kebijakan ekonomi Presiden Ekuador, Guillermo Lasso.
ADVERTISEMENT
Protes nasional tersebut bermula pada tengah malam hingga menyebar ke seantero negara. Pada siang hari, mereka telah berhasil memblokir jalanan di setidaknya 16 dari 24 provinsi di Ekuador.
Demonstran memblokir jalanan dengan ban yang dibakar, gundukan tanah, dan cabang-cabang pohon.
Pihak berwenang mengatakan, krisis tersebut memutus akses ke Quito. Dua pawai berlangsung di ibu kota tersebut sebelum polisi dan siswa bentrok di dekat sebuah sekolah.
Konfederasi Kebangsaan Adat Ekuador (CONAIE) menyerukan protes tersebut. Organisasi adat itu sebelumnya pernah menggulingkan tiga presiden pada 1997-2005.
Masyarakat adat mencakup lebih dari satu juta dari 17,7 juta penduduk di Ekuador. Mereka menggelar protes di tengah kenaikan inflasi, tingkat pengangguran, dan kemiskinan.
Demonstran menuntut 10 konsesi dari Lasso. Mereka mendesak penurunan harga bahan bakar dan perpanjangan tenggat waktu pelunasan utang di bank bagi petani kecil.
Demonstran bentrok dengan polisi anti huru hara, saat masyarakat adat memprotes kebijakan ekonomi dan lingkungan Presiden Ekuador Guillermo Lasso, di Quito, Ekuador, Senin (13/6/2022). Foto: Johanna Alarcon/REUTERS
Kelompok pribumi juga meminta konsesi pertambangan di wilayah adat. Mereka turut menuntut pengendalian harga produk pertanian yang merugikan petani.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah unjuk kekuatan kami sampai pemerintah mendengarkan," tegas salah satu pengunjuk rasa berusia 42 tahun, Manuel Cocha, dikutip dari AFP, Selasa (14/3/2022).
Menanggapi ancaman itu, Lasso menegaskan posisi pemerintah. Dia menekankan, pemerintah tidak akan mengizinkan pengunjuk rasa mengambil alih jalanan maupun instalasi minyak.
Menteri Dalam Negeri Ekuador, Patricio Carrillo, juga telah turun tangan. Carrillo mengerahkan polisi dan tentara untuk menjaga ketertiban umum.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Ekuador, Luis Lara, memastikan pengamanan depot bahan bakar dan instalasi lainnya.
Kepala CONAIE, Leonidas Iza, tetap bersikeras melanjutkan demonstrasi terlepas dari respons pemerintah. CONAIE telah menyerukan tuntutan mereka dengan jelas.
Mereka meminta harga bahan bakar turun menjadi USD 1,5 (Rp 22 ribu) per galon (sekitar 3,78 liter) untuk solar dan USD 2,1 (Rp 31 ribu) untuk bensin.
Demonstran bentrok dengan polisi anti huru hara, saat masyarakat adat memprotes kebijakan ekonomi dan lingkungan Presiden Ekuador Guillermo Lasso, di Quito, Ekuador, Senin (13/6/2022). Foto: Johanna Alarcon/REUTERS
Harga bahan bakar telah meningkat tajam di Ekuador sejak 2020. Solar merayap naik dari USD 1 (Rp 14,7 ribu) menjadi USD 1,90 (Rp 28 ribu) per galon.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, bensin melonjak dari USD 1,75 (Rp 25,7 ribu) menjadi USD 2,55 (Rp 37 ribu).
Lasso membekukan harga bahan bakar tersebut pada Oktober 2021. Keputusan itu dibuat lantaran putaran protes yang dipimpin oleh CONAIE pula.
Pada 2019, demonstrasi nasional menewaskan 11 orang dan mencederai sejumlah lainnya. Presiden saat itu, Lenin Moreno, terdesak membatalkan rencana menghapus subsidi bahan bakar.
Moreno berniat mengambil langkah itu untuk mengurangi pengeluaran publik dengan imbalan pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Negosiasi dengan masyarakat adat terus berlangsung sejak protes saat itu. Namun, pembekuan harga masih gagal meredakan amarah. Penduduk pribumi merasa pemerintah tidak mendengarkan keluhan mereka.
Lasso lantas memperingatkan masyarakat adat. Dia mengkhawatirkan kejadian serupa akan terulang kembali.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak bisa membiarkan kelompok politik yang berusaha mengacaukan, melumpuhkan negara lagi," cuit Lasso di Twitter.