Embung Grigak Gunungkidul, Sumber Air yang Merawat Cita-Cita Romo Mangun

31 Agustus 2021 18:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Embung Grigak Gunungkidul. Foto: Dok. Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI)
zoom-in-whitePerbesar
Embung Grigak Gunungkidul. Foto: Dok. Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI)
ADVERTISEMENT
Kawasan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak dulu akrab dengan kekeringan. Fakta itu pula yang menggugah Almarhum Y.B. Mangunwijaya, Pr atau Romo Mangun untuk berdharma bakti ke sana, tepatnya di Pantai Grigak, Pedukuhan Karang, Girikato, Kecamatan Panggang.
ADVERTISEMENT
Romo Mangun dikenal sebagai rohaniawan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis sosial dan pembela wong cilik.
Sekitar tahun 1986 hingga 1990-an, Romo Mangun tiba di wilayah tersebut setelah mendengar cerita soal kekeringan kala kemarau tiba. Dia melakukan hal yang kemudian mengubah nasib warga Pedukuhan Karang. Romo Mangun mengangkut sumber air yang ada di tebing Pantai Grigak yang mayoritas berbatu karang.
Namun setelah gempa 2006, apa yang dibuat Romo Mangun turut diluluhantahkkan alam.
"Masyarakat merintis kembalinya air. Karena waktu gempa tidak bisa dijangkau lagi (sumber airnya). Jembatan yang dibangun Romo Mangun runtuh. Harus cari solusi lain," kata Penggagas Eco-Camp Mangun Karsa, Romo Dr Ir Paulus Wiryono Priyotamtama, SJ, saat Zoom, Selasa (31/8).
Kini, harapan dan cita-cita Romo Mangun telah kembali. Kolaborasi dilakukan antara Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI), Coca-Cola System di Indonesia (Coca-Cola Indonesia dan Coca-Cola Europacific Partners Indonesia), Yayasan Obor Tani (YOT), dan Eco-Camp Mangun Karsa.
Preskon Embung Grigak Gunungkidul Foto: Dok. Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI)
CCFI dan YOT membangun Embung Grigak, embung tadah hujan dengan lapisan geomembran untuk memenuhi kebutuhan air di kawasan Pantai Grigak. Dibangun Maret 2020, embun seluas 1 hektare itu diresmikan Mei 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
"Ketika sudah ada embun dan bisa mengangkat air tanah dengan energi surya, maka kemungkinan memberikan sepanjang tahun air untuk irigasi," ujarnya.
Keengganan pemuda untuk bertani mulai terkikis. Mereka tidak lagi tergoda untuk bekerja di kota. Sumber air yang mudah untuk pertanian memacu semangat mereka untuk kembali alat pertanian, bergegas menggarap lahan.
"Masyarakat mulai bersemangat lagi kembali ke pertanian. Karena sebelumnya banyak yang memilih ke kota," ujarnya.
Romo Wiryono mengatakan saat dulu belum ada sumber air seperti ini, petani di Pedukuhan Karang selalu kesulitan saat kemarau. Bercocok tanam gagal karena kekeringan. Hasilnya mereka menjual ternak untuk menutupi kebutuhan hidup.
"Sapi mangan (makan) sapi. Sapi harus dijual untuk membeli pakan ternak supaya bisa beternak sapi," katanya.
ADVERTISEMENT
Kini, masyarakat optimistis komoditas seperti kelapa kopyor, kelapa pandan wangi, srikaya, alpukat, hingga durian bisa menjadi penopang hidup. Tak hanya ktu, embung di bibir pantai ini mempunyai potensi lain seperti perikanan dan pariwisata.
Director of Public Affairs, Communications and Sustainability of PT Coca-Cola Indonesia dan Ketua Pelaksana CCFI, Triyono Prijosoesilo menjelaskan Embung Grigak ini lokasinya 30-40 meter dari bibir laut dan menghadap ke arah pantai.
"Embung Grigak ini unik karena lokasi di pinggir laut dan bisa berkembang ke depannya. Di bangun pertama di lereng bukit. Kolaborasi tidak hanya Coca Cola Foundation, tapi juga masyarakat," ujar Tri.
Tri sadar, kesuksesan apa pun jika tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat maka akan mubazir. Dengan umur embung yang diklaim mampu bertahan hingga 30 tahun, harapannya masyarakat bisa memanfaatkan semaksimal mungkin
ADVERTISEMENT
"Bisa berfungsi paling tidak 30 tahun. Dan dengan masa itu harapannya bisa bermanfaat kepada masyarakat," katanya.
Direktur Eksekutif Yayasan Obor Tani (YOT) Pratomo mengatakan tanah di Grigak ini begitu subur dengan tingkat keasaman atau PH di atas 6. Sayang, kekeringan membuat pertanian tidak optimal.
Tanaman buah seperti alpukat, kelengkeng dan mangga sangat cocok dengan tanah Grigak. Tapi selama ini tidak bisa berkembang karena ketiadaan air. Embung tadah hujan diharapkan bisa membantu pemenuhan kebutuhan air untuk pertanian.
"ph tanah yang rata-rata 5-6 di sana bisa 6-7. Bernutrisi hara tinggi tapi kurang air," jelasnya.
Lantaran tanahnya keras maka sebelum dipasang geomembran terlebih dulu dipasang geotekstil. Dengan begitu tidak akan ada air yang merembes.
ADVERTISEMENT
"Geomembran ini bisa menampung air hujan tanpa meresap ke tanah. Dengan geomembran bisa dibangun puncak bukit tidak perlu mata air dari bendungan. 100 persen tadah hujan," katanya.
Pratomo menjelaskan, embung ini mampu menampung 10 juta liter air. Dengan volume sebanyak itu, akan ada 20 hektar sawah dan 30 hektar lahan perkebunan yang terairi. Sejauh ini sudah ada 15 hektar yang terairi.
"Harapan kami ini bisa jadi sentra ekonomi baru. Tanaman yang mempunyai kualitas standar dunia dan tempat agrowisata," ujarnya.
Sejauh ini, CCFI telah membangun 7 embung di Jawa dan NTT. Total embung tersebut bisa dimanfaatkan untuk 140 hektar lahan pertanian.Selain itu, turut dibangun pula 800an sumur resapan di Indonesia. Dengan begitu, air hujan bisa terserap ke tanah dan bisa dimanfaatkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
CCFI juga terus fokus pada program Water Security 2030 untuk membantu mengatasi tantangan air di seluruh dunia. Fokusnya untuk mengurangi jumlah permasalahan air di seluruh dunia, meningkatkan ketahanan air masyarakat, dan meningkatkan kebersihan Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas.