Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara Terkait Korupsi Pesawat Rp 9 T
27 Juni 2024 17:36 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia Emirsyah Satar dituntut 8 tahun penjara terkait korupsi pengadaan pesawat.
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung meyakini Emirsyah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi hingga merugikan keuangan negara mencapai lebih dari Rp 9 triliun.
"Menuntut [Majelis Hakim] menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/6).
Selain dituntut pidana penjara, Emirsyah Satar juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Emirsyah Satar sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," lanjut jaksa.
Tak hanya itu, Emirsyah Satar juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar USD 86.367.019 atau setara Rp 1,4 triliun (kurs 27 Juni 2024). Nilai yang diyakini jaksa diterima oleh Emirsyah dalam kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," ujar jaksa.
Jaksa menyebut, dalam hal jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, maka dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun.
"Atau apabila terdakwa membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari kewajiban pembayaran dari uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban membayar uang pengganti," pungkas jaksa.
Sebelum membacakan tuntutannya, jaksa turut mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan, yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Kemudian, perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara yang cukup besar. Serta, terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, hal yang meringankan yakni terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.
Terdakwa lainnya, mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, dituntut pidana penjara 6 tahun dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Jaksa juga menilai Soetikno Soedarjo juga bersalah dalam kasus yang sama.
Selain itu, Soetikno juga dibebankan untuk membayar uang pengganti sebesar USD 1.666.667,46 atau sekitar Rp 27,3 miliar (kurs 27 Juni 2024) dan 4.344.363,19 euro atau setara Rp 76,1 miliar (kurs 27 Juni 2024).
Jika uang pengganti itu tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa untuk dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun," imbuh jaksa.
ADVERTISEMENT
Adapun hal yang memberatkan tuntutan terhadap Soetikno yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara itu, hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, dan terdakwa juga menjadi tulang punggung keluarga.
Dalam kasus ini, Emirsyah Satar didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat pada PT. Garuda Indonesia tahun 2011-2021.
Pengadaan itu yakni 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada tahun 2011. Serta proses pengambilalihan pengadaan pesawat ATR72-600.
Rangkaian proses pengadaan pesawat CRJ-1000 tersebut, baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi, diduga tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA) PT Garuda Indonesia.
Dalam tahapan perencanaan, diduga tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, serta tidak terdapat rekomendasi BOD dan Persetujuan BOD. Sementara dalam tahap evaluasi, diduga dilakukan mendahului RJPP dan/atau RKAP dan tidak sesuai dengan konsep bisnis “full service airline” PT Garuda Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lantaran pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 diduga dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN, dan prinsip business judgement rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan.
Kejaksaan Agung menilai hal ini menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar USD 609.814.504,00. Angka tersebut bila dirupiahkan kurang lebih sekitar Rp 9,3 triliun.
Nilai kerugian tersebut timbul karena pada satu sisi ada yang yang mengambil keuntungan secara ilegal dalam pengadaan pesawat di Garuda tersebut. Mereka yang diuntungkan dan diperkaya Satar adalah:
ADVERTISEMENT
Perbuatan ini dilakukan Emirsyah Satar bersama-sama VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012, Setijo Aribowo; VP Treasury Management Garuda Indonesia 2005-2012, Albert Burhan; Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda Indonesia 2009-2014, Agus Wahjudo; Direktur Teknik & Pengelolaan Armada Garuda Indonesia 2007-2012, Hadinoto Soedigno; dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, dalam melaksanakan pengadaan armada pesawat sub-100 seater Bombardier CRJ-1000 dan Turboprop ATR 72-600 dengan melawan hukum.
Atas perbuatannya, Emirsyah Satar didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saat ini, Emirsyah Satar sedang mendekam di Lapas Sukamiskin terkait perkara lain di KPK. Pada kasus tersebut, Emirsyah terbukti menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar terkait pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.
ADVERTISEMENT
Suap berasal dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Pada perkaranya di KPK, Emirsyah juga dinilai terbukti melakukan pencucian uang yang nilainya hingga Rp 87.464.189.911.
Atas perbuatannya, Emirsyah dihukum 8 tahun penjara. Ditambah denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sejumlah SGD 2.117.315,27.