Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 Β© PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Endemi, Post Pandemic, dan Hal-hal Lain yang Mungkin Terjadi pada COVID-19
11 Maret 2022 13:17 WIB
Β·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Eks Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan tentang pandemi COVID-19 dan transisi menjadi endemi. Ada beberapa hal yang ia sampaikan.
ADVERTISEMENT
Pertama adalah pengertian pandemi. Ia mengatakan, βpanβ artinya adalah semua, atau setidaknya banyak.
Jadi pandemi COVID-19 artinya ada epidemi di banyak sekali negara di dunia. Karena menyangkut situasi di banyak negara, maka yang menyatakan pandemi adalah badan dunia (dalam hal ini WHO), tidak mungkin satu dua atau beberapa negara saja.
"Contohnya, Pandemi COVID-19 dinyatakan oleh Dirjen WHO Dr Tedros pada 11 Maret 2020. Sebelum ini, Pandemi H1N1-2009 yang dinyatakan bermula pada 11 Juni 2009 juga oleh Dirjen WHO ketika itu, Dr Margaret Chan," kata Prof Tjandra dalam keterangan tertulis, Jumat (11/3).
Kedua, seperti juga memulai, maka pernyataan pandemi selesai juga akan dinyatakan oleh Dirjen WHO. Contohnya, pada 10 Agustus 2010 Dirjen WHO Margaret Chan menyatakan dunia sudah memasuki masa pasca pandemi H1N1-2009.
ADVERTISEMENT
Dan istilah yang digunakan ketika itu untuk menyatakan pandemi selesai adalah dunia memasuki periode pascapandemi (post pandemic period), bukan mengatakan dunia sudah endemi.
"Nanti kalau pandemi COVID-19 sudah usai, maka akan ada lagi pernyataan resmi dari Direktur Jenderal WHO sesuai keadaan dunia ketika itu, yang kita belum tahu kapan akan terjadi, dan kita belum tahu istilah apa yang akan digunakan nanti," jelas Tjandra.
"Apakah pandemi COVID-19 sudah selesai, atau COVID-19 sudah menjadi endemi, atau mungkin juga dunia memasuki periode pascapandemi COVID-19," imbuh Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu.
Ketiga, sebelum pandemi maka Dirjen WHO akan menyatakan bahwa suatu penyakit ada dalam status βPublic Health Emergency of International Concern (PHEIC)β.
ADVERTISEMENT
"Yang waktu saya masih bertugas di Kementerian Kesehatan saya terjemahkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMD)," ujar mantan Dirjen P2P Kemenkes ini.
Ada tiga hal juga tentang PHEIC ini. Pertama, PHEIC memang tertera dalam International Health Regulation (IHR) yang dipatuhi seluruh anggota WHO. Dan keputusannya berdasar kajian Emergency Committee.
"Kedua, saya pernah menjadi Emergency Committee untuk penyakit MERS CoV pada 2013-2015, dan kami waktu itu menyatakan MERS CoV belum memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai PHEIC," tuturnya.
Lalu yang ketiga dari PHEIC, Emergency Committee yang dibentuk pada Januari 2020 menyampaikan bahwa penyakit yang waktu itu masih bernama 2019-nCOV (sekarang kita kenal sebagai COVID-19) sebagai PHEIC. Dan ini secara resmi menjadi pernyataan Dirjen WHO pada 30 Januari 2020.
ADVERTISEMENT
Hal keempat dari PHEIC ini adalah beberapa pertimbangan untuk dinyatakan sebagai PHEIC adalah antara lain:
1. Suatu penyakit baru, atau setidaknya mikroorganisme penyebabnya adalah varian baru,
2. Kasus sudah dilaporkan di dua region WHO atau lebih dan
3. Penyakitnya cukup berat dan memberi dampak pada kesehatan manusia