Epidemiolog Bicara Penyebab 20 Juta Warga Drop Out Vaksinasi: Hoaks & Stok Habis

19 Februari 2022 13:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dicky Budiman, epidemiolog dari Griffith University Australia. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dicky Budiman, epidemiolog dari Griffith University Australia. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menilai penyebab 20 jutaan warga Indonesia status vaksinasinya drop out karena belum disuntik penuh tidak bisa disamakan antardaerah.
ADVERTISEMENT
Namun, Dicky tak memungkiri terjadi faktor-faktor yang membuat orang enggan atau belum melakukan vaksinasi dosis penuh.
"Pertama, masalah minim literasi terhadap manfaat dari vaksin itu sendiri. Dari sisi bukan hanya manfaat, tapi ini harus [diberikan] dua dosis. Itu mungkin tidak tersampaikan. Dan kemudian dari sisi pengaruh latar belakang pendidikan si penerima vaksin juga ada. Riset-riset menemukan dalam berbagai macam drop out. Jadi social background, edukasi juga berpengaruh," ungkap Dicky saat dihubungi, Sabtu (19/2).
"Kemudian juga lupa jadwal sehingga ini bisa jadi karena tidak ada mekanisme yang mengingatkan. Kalau sekarang saya lihat di Pedulilindungi bagus ada booster untuk pengingatnya, itu bagus untuk yang punya HP. Kalau enggak punya HP itu harus dicari," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Dicky lalu bicara kemungkinan penyebab lainnya. Mulai dari terkait lokasi ke faskes terdekatnya jauh, stok vaksin habis, hingga hoaks yang bermunculan setelah mendapatkan suntikan vaksin pertama.
"Itu menjadi salah satu kunci dilakukan sebelum vaksinasi, selama vaksinasi sudah dilakukan dan setelah vaksinasi. Jadi kalau ada tidak ada menjaga kualitas strategi komunikasi risiko ke publik mereka hilang arah dan hilang informasi. Ini yang bisa membuat terjadi kasus drop out," jelas dia.
Petugas menyiapkan suntikan vaksinasi COVID-19 di Jalan Pancoran Buntu 2, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Jadi banyak sekali yang bisa menyebabkan vaksin drop out ini, meskipun betul saja, bisa saja yang hanya untuk formalitas dapat sertifikat vaksin ya bisa aja. Tapi kan sekarang harus 2 dosis. Jadi yang lebih banyak berpengaruh tadi," imbuh Dicky.
Ia pun sepakat bagi warga yang sudah melewati 6 bulan sejak vaksin pertama tidak divaksinasi dosis kedua, harus mengulanginya lagi. Hal ini bertujuan memberikan imunitas dan kekebalan optimal dari COVID-19.
ADVERTISEMENT
Namun, vaksinasi ini juga lagi-lagi bergantung pada stok vaksin di masing-masing daerah.
"Kalau lebih dari 3 bulan tidak mendapatkan suntikan kedua ya harus diulang itu sudah benar. Dan mau tidak mau ya akhirnya akan mengambil stok lagi. Tapi itu pilihan yang sulit tapi harus dilakukan, karena kalau tidak kita tidak akan mencapai imunitas yang diharapkan," tuturnya.
Lebih lanjut, tidak hanya dari sisi penerima vaksin, persoalan ini pun tetap harus dilakukan oleh pemerintah. Sebab, tidak semua kendalanya berasal dari masyarakat.
"Jadi harus ada evaluasi terhadap kejadian drop out ini dan tiap daerah harus punya analisa. Bisa aja satu daerah dominan, ada apa? Harus dicari tahu dari faktor tersebut, penyebabnya apa. Karena kalau enggak diperbaiki, drop out akan terus ada dan merugikan," tutup Dicky.
ADVERTISEMENT
Satgas COVID-19 mengungkapkan terdapat 20 juta warga Indonesia yang status vaksinasinya drop out karena belum melengkapi vaksinasi corona hingga dua dosis. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 2,4 juta orang di antaranya yang harus melakukan vaksin ulang karena telah melewati 6 bulan setelah pemberian vaksinasi dosis 1.