Epidemiolog: Corona Bertambah 12 Ribu dalam Sehari Seperti Fenomena Gunung Es

19 Juni 2021 12:38 WIB
ยท
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas mengevakuasi warga yang positif corona di Ngrangsan, Selomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengevakuasi warga yang positif corona di Ngrangsan, Selomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus penularan corona di Indonesia terus meroket. Bahkan sejak Kamis (17/6), kasus positif corona bertambah 12 ribu dalam sehari dari yang sebelumnya bertambah sekitar 9.000 pada Rabu (16/6).
ADVERTISEMENT
Kenaikan tajam ini dianggap epidemiolog Masdalina Pane sebagai fenomena gunung es. Menurutnya, transmisi corona di bawah masih terus terjadi.
"Dari 9.000 naik ke 12 ribu, naik, apa maknanya? kalau itu disebut iceberg phenomenon (fenomena gunung es), sementara transmisi terus berjalan ke bawah, itu yang harus dimonitor dengan terukur," jelasnya saat diskusi polemik MNC Trijaya, Sabtu (19/6).
Petugas kesehatan melakukan tes Antigen kepada warga dari Pulau Madura saat penyekatan di akses keluar Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (12/6/2021). Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
Atas kondisi ini, ia mendorong pemerintah menutup segala celah transmisi, termasuk penanganan pintu dari/ke luar negeri guna mengantisipasi penularan varian baru corona. Menurut Masdalina, karantina orang-orang yang dari luar negeri harus diperpanjang hingga 2 pekan.
"Cegah untuk varian baru yang berasal dari luar negeri bisa dicegah tangkal di pintu-masuk masuk negara, melalui karantina, karantina 14 hari. sampai hari ini WHO belum mengubah (masa) karantina," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kalau kita tidak bisa melakukannya ban (tutup kedatangan). Singapura, AS, Inggris menutup pintu mereka dari India," lanjutnya.
Masdalina pun mengingatkan varian corona dari Afrika Selatan sangat ganas, sementara yang berasal dari India cepat menular. Varian baru ini baru terdeteksi pada Mei, padahal kata dia, sudah masuk ke Indonesia sejak Januari.
"Ini kegagalan capacity to detect, (masalah) epidemiolog ada tiga capacitiy to detect, toprevent and to respond, respons utama adalah tracing dan isolasi dan karantina," terangnya.
"(Varian) dari Afrika virulent, sangat ganas. Varian delta yang dari India itu sangat menular dan cepat. jadi apa yang harus dilakukan pemerintah? Maka fokus pengendalian wilayah menjadi hal penting," pungkasnya.