Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Esai Foto: Bertahan di Tengah Ganasnya Limbah Cikarang
11 Desember 2021 11:07 WIB
·
waktu baca 2 menitDiperbarui 5 Maret 2022 21:46 WIB
Meski sudah ada regulasinya, tak bisa dipungkiri keberadaan pabrik-pabrik tersebut telah menimbulkan masalah lingkungan. Salah satunya Kali Cilemahabang yang mengalir di sekitar kawasan industri di Cikarang adalah contohnya.
Ninik Suratni, 59, menjadi salah satu warga sekitar kawasan industri yang merasakan dampak masalah lingkungan tersebut. Bertahun-tahun Ninik dan keluarganya hidup dengan kesulitan air bersih sehingga memaksanya menggunakan air kali tersebut untuk kebutuhan hidupnya.
Ninik sadar dirinya hidup di lingkungan yang tidak layak, tapi kendala finansial menjadi alasan utama mereka tetap bertahan hidup di sana.
Jauh sebelum megahnya kawasan industri di Cikarang berdiri, ia sekeluarga telah menapaki tanah di bantaran kali tersebut. Air di Kali Cilemahabang awalnya tak berbau dan tidak berwarna hitam. Petaka tiba ketika pembangunan kawasan industri semakin dikebut. Seiring berjalannya waktu kawasan industri di Cikarang menjadi semakin megah.
Pembangunan yang masif namun tidak memiliki tempat pembuangan limbah yang benar membuat masyarakat yang tinggal di bantaran kali di kawasan tersebut menjadi korban kemajuan kota.
Kali Cilemahabang menjadi tempat pembuangan limbah pabrik (limbah bahan berbahaya beracun) dan rumah tangga (sisa makanan, sampah plastik, sisa sanitasi). Kali juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan industri (mandi, cuci, kakus). Dan itu telah mencapai ambang batas keamanan yang berbahaya.
Sadar bahwa air menjadi bagian penting dalam menjalani hidup, Ninik dan ratusan warga akhirnya sepakat melapor kepada pihak berwenang. Respons selalu ada, para petugas selalu datang sekadar melihat tapi air hitam dan berbau masih tidak kunjung hilang.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga yang tinggal di bantaran Kali Cilemahabang harus menguras kocek lebih dalam lagi. Terkadang, mereka terpaksa membeli air bersih dari pedagang.
Namun tak sedikit juga yang harus terpaksa menggunakan air kali yang hitam dan berbau. Sebab, rata-rata penghasilan mereka habis hanya untuk makan dan minum saja.
Kini, Ninik dan ratusan keluarga lainnya hanya bisa menunggu air yang ada di kali tersebut menjadi seperti dulu kembali.
***