Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

Lapas Kelas IIA Banyuwangi menjadi rumah sementara bagi 926 warga binaan yang menjalani masa hukuman mereka. Di balik jeruji besi, kehidupan mereka tidak hanya tentang menebus kesalahan, tetapi juga belajar dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Sebagai bagian dari program pembinaan, para narapidana dibekali berbagai keterampilan yang dapat menjadi bekal saat mereka telah menyelesaikan masa tahanan dan kembali bermasyarakat.
Salah satu yang paling menonjol adalah pelatihan membatik. Dengan penuh ketekunan, mereka menciptakan karya seni batik khas yang diberi nama "Jeruji" sebagai simbol perjalanan dan harapan.
Bahkan sudah ada 7 motif batik yang resmi tercatat dalam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), di antaranya motif gandrung, bluefire wayang, Jenon seblang, bunga kopi, sekar jagat, Jenon wayang dan bluefire kayu mati, yang menandakan bahwa hasil karya warga binaan diakui secara hukum dan memiliki nilai jual di pasar.
Ketika bulan suci Ramadan, suasana di dalam Lapas berubah menjadi lebih religius. Warga binaan memanfaatkan waktu mereka untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Kegiatan keagamaan seperti salat berjemaah, tadarus Al-Quran, hingga lomba dakwah menjadi bagian dari keseharian mereka.
Tak hanya itu, sebagai wujud kebersamaan dan dedikasi mereka terhadap agama, warga binaan di Lapas ini membuat Al-Quran raksasa yang dimulai pada peringatan Nuzulul Quran, sebuah karya monumental yang mencerminkan ketekunan dan semangat mereka dalam mengisi waktu dengan kegiatan-kegiatan positif.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto memberikan arahan khusus pada bulan Ramadan agar setiap Lapas menciptakan suasana Ramadan yang kondusif dan memberikan akses yang lebih luas kepada warga binaan untuk meningkatkan pendalaman agama serta memastikan hak-hak mereka terpenuhi dengan baik selama menjalani masa tahanan.
Kepala Lapas Banyuwangi Mohamad Mukaffi mengatakan, sebagai upaya meningkatkan kemandirian warga binaan setelah bebas, Lapas kelas II Banyuwangi menjalankan program pembinaan berwirausaha di sektor UMKM yang sejalan dengan arahan presiden agar setiap instansi termasuk pemasyarakatan turut serta mendukung ketahanan Pangan dan Ekonomi nasional.
Di balik upaya pembinaan yang dilakukan, Lapas Kelas IIA Banyuwangi menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah masalah over kapasitas. Dengan kapasitas ideal hanya 260 orang, Lapas ini telah dihuni sekitar 926 orang.
Kepadatan ini tentu menjadi kendala dalam berbagai aspek, mulai dari kenyamanan, kesehatan, hingga efektivitas pembinaan. Meski demikian, pihak Lapas terus berupaya memberikan pelayanan terbaik dan memastikan setiap warga binaan mendapatkan hak-haknya.
Kehidupan di Lapas Kelas IIA Banyuwangi bukan sekadar tentang menjalani hukuman, tetapi juga tentang perubahan, harapan, dan kesempatan kedua.
Dengan adanya berbagai program pembinaan, mulai dari pelatihan keterampilan hingga kegiatan keagamaan, diharapkan para warga binaan dapat keluar dari Lapas dengan bekal yang cukup untuk menjalani kehidupan yang lebih baik di tengah masyarakat.