Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Esai Foto: Mengelola Sampah Sisa MBG untuk Keberlanjutan Lingkungan
16 Maret 2025 10:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada tanggal 2 Januari 2025.
Program ini bertujuan untuk memastikan anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui mendapatkan makanan bergizi secara gratis sehingga dapat menjaga kesehatan dan mendukung perkembangan anak-anak hingga mereka lulus sekolah menengah atas (SMA).
Dalam pelaksanaan program ini, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp171 triliun dan menargetkan 82 juta penerima manfaat MBG hingga Oktober 2025.
Namun, ada tantangan baru di balik program MBG itu, yaitu meningkatnya timbulan sampah sisa makanan, baik dari bahan makanan yang tidak terolah di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) maupun dari sisa makanan yang tidak dikonsumsi oleh anak-anak di sekolah.
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi pengelolaan sampah dari program MBG dengan fokus pada pengelolaan sampah organik untuk keberlanjutan lingkungan.
Mekanismenya, sampah organik yang dihasilkan dari dapur SPPG dan sekolah akan diambil oleh petugas DLH DKI Jakarta. Para petugas terlebih dulu memilah sampah sisa makanan dari dapur SPPG dan sekolah sebelum dibawa ke Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) dan didistribusikan kepada pegiat biokonversi maggot atau larva dari black soldier fly (BSF).
Black soldier fly merupakan spesies lalat dengan nama latin Hermetia illucens yang larvanya sebagai pemakan sampah organik sehingga sampah tersebut bisa terurai dengan cepat. Metode inilah yang digunakan dalam mengelola sampah organik dari sisa makanan MBG itu.
Di Jakarta Selatan, pemerintah setempat bekerja sama dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Laskar Krukut Luhur (Laskaru) untuk mengelola timbulan sisa makanan dari program MBG dengan memanfaatkan maggot BSF itu. Inisiatif ini tidak hanya mengurangi sampah, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan.
“Kami menerima sampah organik yang dibawa oleh satuan pelaksana lingkungan hidup di wilayah Jakarta Selatan. Nantinya sisa makanan itu akan dihaluskan agar lebih mudah diurai oleh maggot”, ujar Ketua KTH Laskaru Rudi.
Rudi mengatakan sampah organik yang dibawa oleh petugas DLH ke KTH Laskaru juga mempermudah timnya untuk memenuhi pakan maggot yang mencapai 700 kilogram hingga 1 ton per harinya.
Sisa sampah dari maggot-maggot itu nantinya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk untuk tanaman. Sementara maggot yang telah dewasa, akan dijadikan pakan untuk hewan seperti ayam dan ikan. Selain bermanfaat sebagai pengurai sampah organik, maggot juga memiliki nilai jual. Rudi menjual maggot-maggot dewasa Rp5 ribu hingga Rp8 ribu per kilogram kepada pembeli.
Pemanfaatan larva BSF ini menjadi salah satu upaya pemerintah menangani permasalahan sampah organik. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, timbulan sampah di Jakarta pada 2023 mencapai 3,1 juta ton dan 49,87 persen di antaranya dari sisa makanan.
Dengan langkah ini program MBG diharapkan tidak hanya memberikan manfaat nutrisi bagi penerima manfaat, tetapi juga berkontribusi pada solusi keberlanjutan lingkungan bagi masyarakat sekitarnya melalui pengelolaan sampah yang lebih baik.