Esai Foto: Menjaga Demokrasi dengan Seruan Peringatan Darurat

31 Agustus 2024 10:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto multiple exposure antara warga dengan seruan Peringatan Darurat di ruang publik. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Foto multiple exposure antara warga dengan seruan Peringatan Darurat di ruang publik. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa hari lalu, media sosial dipenuhi postingan “Peringatan Darurat” dengan logo Burung Garuda berlatar belakang biru. Poster ini diposting ulang banyak orang mulai dari masyarakat, mahasiswa, hingga tokoh publik.
ADVERTISEMENT
Logo Burung Garuda berlatar belakang biru menjadi seruan masyarakat sebagai simbol mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada 2024.
Foto multiple exposure antara warga dengan seruan Peringatan Darurat di ruang publik. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Berdasarkan penelusuran kumparan, gambar tersebut merupakan tangkapan layar dari unggahan video YouTube pada akun Emergency Alert System (EAS) Indonesia Concept. Pada Oktober 2022, EAS Indonesia Concept mengunggah film pendek dengan pesan sistem peringatan dini atau emergency alert system.
Foto multiple exposure antara siswa dengan seruan Peringatan Darurat di ruang publik. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam karya fiksi itu, lambang Garuda Pancasila berlatar biru merupakan siaran darurat dari pemerintah ketika muncul ‘entitas asing’ yang membajak negara. Oleh karenanya, EAS Indonesia Concept menambahkan teks Peringatan Darurat di atas gambar garuda.
Foto multiple exposure antara sejumlah pengendara yang terjebak kemacetan dengan seruan Peringatan Darurat di ruang publik. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Seri foto multiple exposure yang memadukan ruang publik dengan seruan 'Peringatan Darurat' merupakan interpretasi fotografer bahwa seruan tersebut diposting di mana-mana, di berbagai platform media sosial, dan dari berbagai kalangan masyarakat. Hal tersebut senada dengan massa aksi pada 22 Agustus lalu, di mana mahasiswa, buruh, siswa STM, hingga tokoh publik, turut menyuarakan aksinya mengawal demokrasi di depan kompleks Parlemen RI.
Foto multiple exposure antara pekerja Sudirman dengan seruan Peringatan Darurat di ruang publik. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Rapat yang diselenggarakan Rabu (21/8), Baleg DPR dan pemerintah memutuskan untuk menganulir putusan penting dari MK, mereka menolak menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimal calon kepala daerah. Aturan baru itu membolehkan mereka yang berusia paling rendah 30 tahun untuk mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur sejak pelantikan pasangan terpilih, bukan sejak KPU menetapkan pasangan calon–seperti putusan MK.
Foto multiple exposure antara sejumlah bocah yang bermain di kawasan Bundaran HI dengan seruan Peringatan Darurat di ruang publik. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Peraturan baru ini membuat anak bungsu Presiden, Kaesang Pangarep, yang usianya belum genap 30 tahun saat daftar ke KPU bisa melenggang menjadi calon wakil gubernur. Inilah yang dipermasalahkan publik. DPR dianggap ugal-ugalan dengan tidak menjalankan putusan MK demi meloloskan putra Jokowi ke kursi kekuasaan yang mengancam demokrasi dan melestarikan nepotisme.
Foto multiple exposure antara pengendara sepeda motor yang melintas dengan seruan Peringatan Darurat di ruang publik. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan