Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

Suatu pagi di kawasan Cilandak, Selatan Jakarta, orang-orang duduk di kursi roda kompak melakukan gerakan saat senam pagi sebelum memulai aktivitas. Poniati sebagai matron atau ibu asrama terlihat di belakang mendampingi para penyandang disabilitas meregangkan otot-ototnya.

Hangat kebersamaan pagi itu berada di Yayasan Cheshire Indonesia atau lebih dikenal dengan Wisma Cheshire, tempat para penyandang disabilitas dari berbagai latar belakang menjalin persahabatan, menikmati kesempatan mempelajari keterampilan dengan harapan memperoleh kemandirian finansial dan diterima di masyarakat tanpa prasangka.
Usai senam pagi, mereka mengerjakan tugas masing-masing. Tati dan Pardi menjahit 'gift bag' dan 'pot holder', Rangga dan Hari sibuk menyelesaikan 'animal wood puzzle', Poniati sibuk memotong kain bahan kerajinan untuk diproduksi, sementara yang lainnya mengerjakan tugas-tugas lain.
Hari itu hari pertama masuk sekolah, Ridwan mendampingi Ryo, Lala, dan Mathias pergi ke sekolah, sementara Pak Supardi (suami Poniati) mengantar mereka menggunakan mobil yang didesain khusus untuk disabilitas.
Residen (sebutan bagi warga disabilitas yang tinggal di wisma) rutin mengerjakan pekerjaan itu. Hasil keterampilannya dijual di e-commerce dengan nama toko Red Feather Shop.
Menurut Poniati, selain mengerjakan tugas harian, waktu mereka juga diisi dengan hal lain seperti sekolah, belajar bahasa Inggris, belajar komputer, bahkan menjadi pemateri workshop kerajinan untuk masyarakat umum.
Dikutip dari situs wismacheshire.com banyak 'lulusan' Wisma Cheshire yang berhasil, mereka ditampilkan pada laman 'kisah sukses' para alumni di dalam situs web. Banyak lulusan yang sering berkunjung ke wisma, termasuk saat itu datang Namin, seorang atlet paralimpik penyumbang medali emas untuk Indonesia yang dulu tinggal di Wisma Cheshire sekitar 10 tahun.
Menurut Poniati, keberhasilan residen tak lepas dari donatur, tekad dan upaya residen, serta persahabatan yang terjalin antarresiden, residen dengan sukarelawan dan pengurus yayasan.
Wisma Cheshire yang didirikan di Jakarta pada 1974 ini merupakan salah satu rumah dari 257 rumah penyandang disabilitas di seluruh dunia. Organisasi non-pemerintah yang berbasis di Inggris, Leonard Cheshire Foundation, didirikan oleh pilot Royal Air Force Inggris masa Perang Dunia II yang meraih penghargaan tertinggi Victoria Cross pada tahun 1944, yaitu Leonard Cheshire.
Dikutip dari situs leonardcheshire.org, di penghujung konflik, Leonard menyadari bahwa dia adalah salah satu yang beruntung. Dia ingin membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Banyak usahanya gagal sampai dia menerima telepon dari rumah sakit setempat. Seorang kenalan yang sakit tak berdaya, bertanya apakah mereka bisa datang dan tinggal bersama.
Hal itu menjadi awal pekerjaan kemanusiaan seumur hidup dengan disabilitas. Leonard terus melawan ketidakadilan dan terus berupaya setiap orang dihargai secara setara.