Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Wilayah Kalimantan Selatan saat ini didominasi lahan rawa. Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalsel, luas lahan rawa mencapai 4,9 juta hektare terdiri dari lahan gambut, lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak.
Di tengah hamparan lahan rawa, masyarakat Banjar telah mengembangkan sistem pertanian yang mampu beradaptasi dengan kondisi tergenang yaitu padi apung. Inovasi pertanian ini merupakan ide kreatif warga untuk tetap bisa tetap bercocok tanam sekaligus menjaga ketahanan pangan.
Suparlan (55) adalah contoh nyata keberhasilan inovasi ini. Setelah mengalami kegagalan panen akibat banjir besar tahun 2021 di Desa Sampurna, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala. Ia kemudian bangkit dengan menerapkan teknik padi apung.
ADVERTISEMENT
Menggunakan 76 lembar styrofoam sebagai media pengapung, ia menanam lebih dari 1.500 rumpun padi di atas air. Styrofoam berfungsi sebagai penopang, dan tiang-tiang kayu yang mencegah pergeseran tanaman, memungkinkan padi tumbuh dengan optimal.
Menurut Suparlan, budi daya Padi Apung memerlukan perhatian ekstra, mirip dengan hidroponik. "Setiap hari, pertumbuhan tanaman harus diperhatikan dengan telaten," katanya.
Pada Mei 2023, Suparlan menjadi satu-satunya petani di desanya yang berhasil panen Padi Apung, menghasilkan sekitar 240 kilogram gabah kering dari sawah seluas 340 meter persegi.
Padi Apung tidak hanya memperkenalkan teknologi pertanian baru, tetapi juga menjadi alternatif vital dalam menghadapi perubahan iklim dan solusi lahan pertanian baru. Dengan kemampuannya untuk tumbuh di lahan rawa, Padi Apung menunjukkan potensi besar untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia dan memanfaatkan lahan yang ada secara lebih efektif.