Evaluasi Akhir Tahun PKS: Tolak UU Ciptaker, RUU IKN, hingga Praktik Oligarki

29 Desember 2021 14:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini di acara Seminar Hari Santri Fraksi PKS di Komplek Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini di acara Seminar Hari Santri Fraksi PKS di Komplek Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PKS melakukan evaluasi akhir tahun dengan mengkritik bahkan menolak tegas sejumlah Undang-Undang maupun RUU yang diusulkan pemerintah. RUU tersebut dinilai secara umum merugikan rakyat, tidak mendorong kemandirian nasional, dan bercorak liberalisasi ekonomi.
ADVERTISEMENT
UU tersebut antara lain Perppu 1/2020, UU Cipta Kerja, UU HPP, UU HKPD, UU Minerba, hingga RUU IKN. Undang-undang itu dinilai cenderung menguntungkan kepentingan oligarki pemilik kapital, melemahkan otonomi daerah/desentralisasi, dan prosesnya tidak partisipatif sehingga memperburuk kondisi demokrasi.
"Kami sejak awal menolak RUU Ciptaker karena secara umum memang bermasalah dan merugikan rakyat kecil, petani, buruh, dan nelayan. Belakangan UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Kami juga berpendapat RUU pemindahan ibukota negara (IKN) belum perlu dan bukanlah hal yang mendesak. Prioritas saat ini adalah mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi rakyat yang sedang terpuruk," kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini dalam pernyataannya, Rabu (29/12).
Jazuli melanjutkan, Fraksi PKS menolak RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang tidak berlandaskan pada TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 karena dinilai menimbulkan pertanyaan tentang arah ideologi Pancasila.
ADVERTISEMENT
Sementara PKS menolak Perppu No. 1/2020 karena memberikan wewenang bagi eksekutif untuk mengalokasikan anggaran di masa pandemi, tanpa persetujuan DPR hingga membuka celah abuse of power dan moral hazard. Fraksi PKS juga memberikan catatan atas RAPBN dan alokasinya agar lebih menyentuh sektor riil dan rakyat kecil.
Jazuli mengatakan, evaluasi akhir tahun pemerintahan Jokowi ini adalah bentuk cinta dan sayangnya PKS pada bangsa dan negara Indonesia. PKS konsisten memilih sebagai oposisi untuk pembelajaran politik bagi bangsa sekaligus menjaga demokrasi agar check and balances di parlemen tetap berjalan.
Suasana rapat paripurna DPR ke-IV masa sidang I tahun sidang 2019-2020, Selasa (29/10/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Oleh sebab itu, Jazuli menegaskan Fraksi PKS harus menjadi garda terdepan dalam melakukan aksi-aksi yang membela kepentingan umat, rakyat, dan menjaga Indonesia.
"Kami ingin memastikan kebijakan pemerintah berpihak pada rakyat, mendengarkan suara rakyat, dan menjamin sistem demokrasi berjalan dengan baik dan tidak dirusak praktik oligarki dan sentralisasi kekuasaan. Oposisi kami kritis dan konstruktif. Jika baik kita apresiasi dan dukung, jika salah kita koreksi,” tegas dia.
ADVERTISEMENT
“Jumlah anggota PKS hanya 50 dari 575 anggota DPR tapi kami tak goyah membela rakyat. Kami ingin memastikan demokrasi semakin kuat dan berkualitas. Sebaliknya, tidak terseret pada pusaran oligarki dan sentralisasi yang set back terhadap capaian reformasi," tutup dia.
Fraksi PKS DPR RI menggelar acara Kaleidoskop dan Evaluasi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, Selasa (28/12) kemarin. Acara dibuka Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, arahan oleh Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Alhabsyi.
Turut hadir sebagai narasumber Wakil Ketua Fraksi Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam dan Wakil Ketua Fraksi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Sukamta. Hadir juga dua orang narasumber eksternal Ketua PP Muhammadiyah/Waketum MUI Anwar Abbas dan Ekonom Faisal Basri.
ADVERTISEMENT