Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Facebook dan Youtube Sepakat Blokir Konten yang Dukung Kerusuhan di Brasil
10 Januari 2023 8:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kedua perusahaan sepakat menghapus seluruh konten yang mempromosikan atau membenarkan serangan anti-pemerintah tersebut.
Keterangan ini disampaikan oleh masing-masing juru bicara Facebook dan Youtube secara terpisah, pada Senin (9/1).
Keduanya setuju, serangan para simpatisan Bolsonaro ke gedung Kongres, Istana Kepresidenan Planalto, dan Mahkamah Agung di ibu kota Brasilia pada akhir pekan lalu adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
“Sebelum pemilu, kami menetapkan Brasil sebagai lokasi berisiko tinggi sementara dan telah menghapus konten yang menyerukan orang-orang untuk mengangkat senjata atau secara paksa menyerbu Kongres, istana Presiden, dan gedung-gedung federal lainnya,” kata juru bicara perusahaan induk Facebook, Meta.
“Kami juga menetapkan ini sebagai peristiwa yang melanggar, yang berarti kami akan menghapus konten yang mendukung atau memuji tindakan ini,” imbuhnya. “Kami secara aktif mengikuti situasi dan akan terus menghapus konten yang melanggar kebijakan kami,” tegas dia.
ADVERTISEMENT
Pada saat bersamaan, juru bicara Youtube mengatakan, pihaknya telah memantau dengan saksama situasi yang terjadi di Brasil — di mana platform berbagi video itu telah menerima perintah untuk memblokir pengguna yang dianggap mendukung kerusuhan atau provokator.
“Tim Trust and Safety kami menghapus konten yang melanggar Pedoman Komunitas kami, termasuk streaming langsung dan video yang menghasut kekerasan,” kata juru bicara itu.
“Selain itu, sistem kami secara jelas menampilkan konten otoritatif di beranda kami, di bagian atas hasil pencarian, dan dalam rekomendasi. Kami akan tetap waspada karena situasi terus berkembang,” sambung dia.
Penyerbuan Gedung Pemerintahan di Brasilia
Sebelumnya, pada Minggu (8/1) puluhan ribu simpatisan Bolsonaro menyerbu gedung-gedung pemerintahan — termasuk Istana Kepresidenan Pnalto, secara brutal hingga bentrokan dengan aparat kepolisian pecah.
ADVERTISEMENT
Mereka memecahkan jendela istana kepresidenan, membanjiri sebagian gedung Kongres dengan sistem penyiram air, dan menggeledah ruangan-ruangan di Mahkamah Agung.
Kerusuhan itu berlangsung selama setidaknya tiga jam, hingga akhirnya aparat mampu membubarkan massa dan mengendalikan kembali gedung pemerintahan vital itu dengan menggunakan gas air mata serta meriam air.
Polisi juga mengumumkan sedikitnya 300 demonstran telah ditahan — mereka dijuluki sebagai ‘teroris’ yang mengupayakan kudeta.
Para simpatisan mendesak agar hasil pemungutan suara di pemilu Oktober lalu dapat ditelusuri kembali, lantaran mereka meyakini adanya kecurangan dan menganggap hasil pemilu tidak sah.
Selain itu, Bolsonaro yang mencalonkan diri dalam pemilu juga enggan mengakui kemenangan pesaingnya dari sayap kiri, Luiz Inácio Lula da Silva, sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Padahal, transisi pemerintahan Lula sudah berlangsung serta hasil pemilu telah memperoleh legitimasi secara internasional.
Sebaliknya, Bolsonaro justru melarikan diri ke Amerika Serikat karena tidak ingin menghadiri upacara peresmian Lula sebagai presiden.
Peran Besar Media Sosial
Hingga akhirnya, pendukung Bolsonaro di Brasil pun mengorganisir protes dan menyatukan kekuatan melalui media sosial dengan harapan hasil pemilu dapat diintervensi.
Menurut pantauan Reuters, selama pekan lalu tersebar berbagai pesan dan konten dari kelompok-kelompok anti-pemerintah yang mengatur titik pertemuan di berbagai kota penjuru negeri guna menyelenggarakan protes.
Pecahnya kerusuhan di Kota Brasilia juga direncanakan melalui media sosial itu sendiri — para demonstran mengumpulkan massa di titik temu dan mengerahkan bus sewaan untuk menduduki gedung-gedung pemerintahan vital.
ADVERTISEMENT
Selain menggunakan Facebook dan Youtube, mereka juga memanfaatkan platform populer lainnya seperti Twitter, TikTok, dan Telegram.
Secara terpisah, pihak Telegram pun memberlakukan peraturan serupa dengan Facebook dan Youtube.
Pihaknya mengaku telah bekerja sama dengan pemerintah setempat dan moderator untuk mencegah penyebaran konten yang mengindikasikan provokasi kekerasan.
“Telegram adalah platform yang mendukung hak kebebasan berbicara dan protes damai. Namun, seruan untuk melakukan kekerasan secara eksplisit dilarang di platform kami,” ujar juru bicara aplikasi pesan singkat buatan oligarki Rusia itu.
“Moderator kami menggunakan kombinasi pemantauan proaktif di bagian platform kami yang berhadapan dengan publik selain menerima laporan pengguna, untuk menghapus konten semacam itu,” imbuhnya.
Hingga berita ini dirilis, baik pihak TikTok maupun Twitter belum memberikan tanggapan lebih lanjut atas insiden di Brasil.
ADVERTISEMENT