Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Kontroversi cuitan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon soal 'RI butuh pemimpin seperti Vladimir Putin yang enggak planga-plongo', memantik kritik karena tak sedikit yang mengasosiasikannya dengan Presiden RI yang berkuasa, Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
Namun, Fadli menegaskan tidak menyinggung siapa pun dalam kicauannya di Twitter itu. Jebolan Program Studi Rusia Universitas Indonesia (UI) itu, mengaku hanya terinspirasi dengan sosok Putin, dan diharapkan muncul pemimpin seperti itu di Indonesia.
"Beda banget (Jokowi dan Putin), kontraslah," ucap Fadli Zon saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com ), di ruangannya Gedung DPR, Jakarta, Jumat (6/4).
Menurut Fadli, Putin adalah pemimpin yang berani, visioner, cerdas, yang berhasil membangkitkan Rusia dari keadaan terpuruk dan krisis, menjadi bangkit dan kuat, dan tidak mengandalkan pada utang-utang untuk membangun negara. Soal utang, Fadli mengkritik Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Kalau (Jokowi) banyak utang sudah jelas, saya kira sudah tidak bisa diragukan lagi dan itu adalah fakta. Utangnya (RI) terus bertambah, bertumpuk, dan makin besar. Baik utang negara, maupun korporasi, tapi utang publik kan sudah mencapai Rp 8.000 triliun," paparnya.
Utang pemerintah hingga Februari 2018 tercatat sebesar Rp 4.035 triliun, naik 13,46 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 3.556 triliun. Utang yang terus meningkat ini dikhwatirkan mengalami risiko gagal bayar.
Namun, pemerintah menyatakan utang yang digunakan untuk infrastruktur itu masih aman. Sebab, utang tersebut hanya sebesar 29,24 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang sebesar Rp 13.798,91 triliun. Posisi utang pemerintah tersebut juga masih di bawah level yang dibolehkan oleh negara atau maksimal sebesar 60 persen terhadap PDB.
ADVERTISEMENT
Fadli juga membandingkan sosok Jokowi dengan Presiden Turki, Recep Tayyip ErdoÄŸan. Sama seperti Putin, Erdogan dinilai pemimpin kuat yang membawa perubahan bagi Turki
"Erdogan juga kan orang yang sangat kuat, cerdas, mengerti tentang berbagai hal. Ya pemimpin itu harus mengerti rakyatnya mau dibawa ke mana. Dia bukan manajer, bukan orang yang ngontrol kalau ada misalnya got yang mampet, itu pekerjaan manager, bukan kepala proyek, mandor. Kalau pemimpin apalagi presiden, dia harus mempunyai dampak nasional," bebernya.
Fadli lalu membandingkan Indonesia dan Rusia yang dia nilai jauh berbeda perkembangannya sebagai negara. Rusia di bawah Putin berkembang pesat, sementara Indonesia tak banyak kemajuan hingga tahun ketiga pemerintahan Jokowi-JK.
"Bedanya jauh sekali ya (Indonesia dan Rusia). Misalnya mereka (Rusia) dulu di jaman masih Yeltsin kacau, depresisai terhadap rubel, dan cadangan devisa mereka sangat rendah belasan miliar dolar, dengan Putin bisa jadi ratusan miliar dolar dengan cepat," ucap Fadli.
ADVERTISEMENT
Boris Yeltsin adalah presiden Rusia pasca Uni Soviet yang menjabat sejak tahun 1991. Meski membawa harapan di awal kepemimpinan, namun dia dikenal seorang yang otoriter hingga membuat Rusia jatuh pada krisis ekonomi pada tahun 1998. Ia mengundurkan diri pada 31 Desember 1999.
"Kita dari dulu ya segitu-gitu saja, cadangan devisa kita kenaikannya yang kecil-kecil saja, jauh. Yang jelas utang luar biasa, kemudian tentu saja GDP dan sebagainya," imbuh Fadli.
Lalu apakah banyak utang berarti planga-plongo?
"Saya kan bicara tentang Putin, tapi kalau ada yang merasa bukan salah saya. Terserah dia, itu kan interprestasinya. Jadi kalau ada yang kait-kaitkan, itu kan sudah jadi interpretasi orang. Kalau ada yang merasa, ya berarti orang itu merasa kena, padahal saya bicara tentang Putin," jawab Fadli.
ADVERTISEMENT
"Saya enggak mengatakan itu (Jokowi planga-plongo), tapi yang jelas pemimpin itu tidak boleh planga-plongo. Dia harus mengerti semua persoalan, dia harus mengerti semua keadaan, dia harus berani ambil sikap," tegasnya.
Menurut Fadli, banyak kebijakan Jokowi yang tidak tepat dan merugikan kepentingan masyarakat, terutama mencabut subsidi BBM yang mengakibatkan harga BBM dan listrik naik, temasuk kebutuhan hidup dan komoditas lain.
"Saya kira kalau mau fair jujur, seseorang itu menjadi pemimpin yang menilai itu kan rakyatnya. Ya rakyat Rusia menilai kepemimpinan Putin baik, terutama terefleksi dari Pemilunya yang menghasilkan elektabilitas yaang cukup tinggi hampir 80 persen," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
"Menurut saya (Jokowi) lihat nanti di 2019. Kalau menurut saya harus ganti presden supaya Indenosia ada perubahan," kesimpulan Fadli.