Fahira Idris: Penundaan Pemilu Preseden Buruk Perjalanan Demokrasi RI

13 Maret 2022 16:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPD RI, Fahira Idris. Foto: Dok. DPD RI
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPD RI, Fahira Idris. Foto: Dok. DPD RI
ADVERTISEMENT
Anggota DPD RI, Fahira Idris, angkat bicara mengenai kembali mengemukanya isu penundaan pemilu 2024. Fahira menilai penundaan pemilu akan memunculkan preseden buruk terutama bagi perjalanan demokrasi bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Fahira di sela-sela Sosialisasi 4 Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika).
"Jadi komitmen demokrasi dan sirkulasi kepemimpinan ini jangan coba diutak-atik karena akan menjadi preseden tidak baik bagi perjalanan bangsa ini ke depan," ujar Fahira melalui keterangan tertulisnya, Minggu (13/3).
Padahal urusan pemilu, kata dia, telah diatur dalam Konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI) yang telah mengalami amandemen sebanyak empat kali. Di sana, terdapat kesepakatan dan komitmen bersama bangsa Indonesia.
Salah satunya berkaitan dengan pelaksanaan pemilu secara berkesinambungan dan pembatasan masa jabatan Presiden paling lama hanya dua periode.
Aturan tersebut, menurut Fahira, memiliki kerangka dasar pemikiran yang kuat. Yakni, menghindari Indonesia kembali ke masa demokrasi semu terutama pada masa orde lama dan orde baru.
ADVERTISEMENT
"Pemilu setiap lima tahun sekali dan pembatasan masa jabatan Presiden hanya dua periode atau 10 tahun adalah agenda utama konstitusi dan amanat reformasi. Ketentuan ini kita pilih sebagai konsekuensi jalan demokrasi yang kita pilih setelah 32 tahun menjalani demokrasi semu," ucap Fahira.
Rapat paripurna DPR pengesahan RUU Ibu Kota Negara (RUU IKN). Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
"Pelaksanaan pemilu secara berkesinambungan dan pembatasan jabatan Presiden dua periode merupakan agenda utama negara-negara demokrasi di dunia yang ditetapkan dalam konstitusi mereka bahkan dalam situasi krisis sekalipun," lanjut dia.
Merujuk dari aturan itulah, Fahira menganggap aturan pembatasan masa jabatan presiden selama dua periode adalah standar baku yang telah diterapkan negara.
Berkaca pada sejarah yang dimiliki Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai pengalaman panjang dalam urusan pelaksanaan pemilu, Fahira menegaskan bahwa Indonesia tak boleh lagi mengulang kesalahan sama yang terjadi pada masa orde lama maupun orde baru.
ADVERTISEMENT
Saat itu, tak ada ketentuan tegas mengenai pembatasan masa jabatan Presiden dalam konstitusi negara.
"Saya berharap ide penundaan pemilu dan amandemen konstitusi agar presiden boleh menjabat lebih dari dua periode diakhiri karena kontraproduktif. Rakyat jangan lagi dipusingkan, dicemaskan dengan ide-ide seperti ini," kata Fahira.
"Demokrasi menginginkan terjadinya sirkulasi kekuasaan secara berkala untuk mencegah otokrasi dan kultus individu. Negeri ini punya banyak stok pemimpin yang berkualitas. Yakinlah kalau kita semua taat kepada konstitusi perjalanan bangsa ini ke depan akan lebih ringan," pungkasnya.